Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dor, ketika sahur

Beberapa orang tewas dalam operasi pencegatan terhadap gerombolan gpk aceh merdeka oleh para petugas gabungan ABRI. diduga, korban yang berjatuhan akibat kesembronoan & tingginya kewaspadaan ABRI.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LHOKSEUMAWE, yang selama ini dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur, hari-hari terakhir ini senyap. Padahal, di malam-malam Ramadan seperti sekarang, penduduk ibu kota Aceh Utara ini biasanya lebih ramai keluar rumah, pulang tarawih atau jalan-jalan. Tapi kini banyak orang takut keluar malam. Sudah lima orang penduduk yang tewas pada dini hari 16 April lalu karena diterjang peluru, di saat orang makan sahur. Korban pertama sepasang remaja Yuliadi, 22 tahun, penduduk Kecamatan Meuraksa, Banda Aceh, dan pacarnya Dwi Mustikawati, alias Sri, 16 tahun. Mayat mereka ditemukan orang usai subuh di selokan pinggir jalan raya, 100 meter menjelang pasar Simpang Ulim, Aceh Timur. Pagi itu, dengan mengendarai sepeda motor Honda GL bernomor polisi BL 8711 AG, kedua remaja itu bermaksud menuju ke Langsa. Sebelumnya mereka sempat singgah di rumah nenek Sri di Geudong Aceh Utara. Sampai di depan kantor Polsek Simpang Ulim, mereka disetop oleh para petugas gabungan ABRI yang tengah melakukan operasi. Tapi Yuliadi tak mau berhenti. Maka, para petugas pun menembakkan peluru ke udara, sebagai peringatan, agar Yuliadi berhenti. Tapi entah kenapa anak muda itu malah tancap gas. Maka, "dor", dan tiba-tiba Honda itu terpental masuk selokan. Punggung Sri berlubang sebesar tinju orang dewasa, tembus ke dada hingga payudara sebelah kanannya copot. Punggung Yuliadi juga bolong. Yang sangat disesalkan keluarga korban, mereka sama sekali tidak memperoleh penjelasan mengapa anak-anak itu ditembak. Petugas dari Kodim hanya menjelaskan bahwa kedua anak itu mengalami kecelakaan berat, sambil menyerahkan amplop berisi Rp 100.000. "Saya benar-benar terpukul. Bahkan istri saya jatuh pingsan," kata Ibrahim, ayah Sri. Pada dini hari berdarah itu jatuh pula tiga korban lainnya. Antara lain Agus Effendi, 22 tahun, yang kembali pulang dari membeli nasi untuk makan sahur dengan mengendarai sedan Toyota Corolla BL 97 AA. Sampai di jembatan Cunda, sekitar 200 km dari Simpang Ulim, ia disetop. Kabarnya, Agus malah tancap gas. Serta-merta peluru pun ditembakkan ke udara. Tapi belakangan, entah bagaimana, sebutir peluru menembus paha Agus. Mungkin karena mengalami perdarahan hebat, dan tak ada yang menolong, ia pun tewas. Dua korban lainnya, ditemukan di Jalan Pipa, Bukit Indah. Sementara itu, ada dua korban luka: seorang lelaki luka di tangan, seorang lainnya, wanita, cedera pada telinganya. Semua korban segera diangkut ke rumah sakit Korem 011 Lilawangsa di Lhokseumawe. Sebelumnya, jenazah Yuliadi dan Sri malah sempat dimandikan dan disembahyangkan oleh penduduk yang sebenarnya tak mengenal mereka. Korban yang berjatuhan itu rupanya gara-gara tingginya kewaspadaan petugas. Atau mungkin juga lantaran kesembronoan mereka. Sebab seperti kata Danrem 011 Liliwangsa, Kolonel Sofyan Effendi, "Tidak ada perintah tembak di tempat." Tapi begitu gawatkah situasi di sana? Malam itu petugas gabungan ABRI memang tengah melakukan operasi mendadak. Soalnya, malam itu diterima informasi bahwa ada gerombolan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) -- sebutan kriminil untuk "Aceh Merdeka" -- yang akan memasuki Lhokseumawe dengan berkendaraan mobil berwarna merah. Maka, empat penjuru Lhokseumawe pun dijaga ketat: di sekitar Bukit Indah, di Muara Dua, di jembatan Cunda dan di Simpang Ulim. Bisa dimaklumi bila penjagaan dilakukan ekstraketat. Sebab, konon, GPK tersebut dibentuk oleh bekas anggota ABRI yang dipecat, yang kabarnya sempat merekrut beberapa pemuda penganggur. Gerombolan inilah yang diduga menembak mati Sersan Dua (Pol.) Somad Kurniajaya dan Sersan Satu (Pol.) Muritno di kampus Jabal Ghafur, Pidie, pertengahan Maret lalu. Abdul Djalil, anggota Polsek Syamtalira Arun, juga tewas tertembak. Korban lainnya tapi tak meninggal ialah Ir. Tri Widodo, yang ditembak orang tak dikenal di Trenggadeng, Pidie. Peluru menembus pinggang kirinya hingga limpa pimpinan proyek irigasi Aceh Utara yang kini dirawat di rumah sakit Zainoel Arifin, Banda Aceh, ini harus dibuang. Sumber di Kodam I Bukit Barisan membenarkan adanya penembakan pada dinihari 16 April itu. "Para korban adalah orang-orang yang tidak mengindahkan perintah pemeriksaan identitas. Mereka kabur dengan kendaraannya ketika hendak diperiksa," katanya. Artinya, peluru yang menembus para korban bukanlah peluru nyasar. Beberapa kalangan sangat menyesalkan tindakan yang bisa menimbulkan keresahan tersebut. Operasi yang sama juga dilancarkan di Langsa, Idi, dan Lhoknibong. Para penumpang bis jurusan Medan-Lhokseumawe, misalnya, diperiksa. Operasi serupa pernah dilakukan Maret lalu, untuk mendukung "Operasi Syiwa" sebelumnya pada akhir tahun lalu. Sasarannya kartu identitas pribadi untuk mencari orang-orang yang dicurigai. Siapa? Sumber Kodam I Bukit Barisan itu tidak menjelaskan. Kewaspadaan terhadap GPK rupanyalah lama dalam pertemuan dengan wartawan 19 bruari lalu, misalnya, Pangdam Bukit Barisan, Mayor Jenderal Djoko Pramono, mengakui, "Belakangan ini GPK di Aceh belum bersih betul dan mereka masih menunjukkan aktivitas." Setidaknya ada tiga anggota ABRI di daerah Tiro, dan seorang lagi di Aceh Timur, terbunuh dan senjata mereka dirampas. "Mereka tidak mengganggu rakyat, tapi mengganggu ABRI dengan tujuan merebut senjata," kata Panglima. Ada kabar angin, para anggota GPK itu dilatih kemiliteran di Libya. Desas-desus soal latihan militer di Libya itu mungkin berasal dari pengakuan Muhammad Isa bin Ilyas, 18 tahun, di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, 16 Desember 1989 silam. Tukang kebun itu didakwa menggorok leher majikannya, Khadijah dan merampok harta bendanya, "untuk biaya berangkat ke Libya." Tapi menurut Dandim Aceh Utara, Letnan Kolonel Achmad Affandy, "Itu bohong." Laporan Monaris Simangunsong, Ma'mun Al-Mujahid, Mukhlizardy Mukhtar, Irwan W. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus