Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, perlu kebijakan khusus untuk menyelesaikan persoalan barang kiriman para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang masih tertahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hari ini, Senin, 10 Juni 2024, Benny menjelaskan, mayoritas barang milik PMI diketahui masih tertahan dari hasil inspeksi mendadak pada empat gudang di Semarang, Jawa Tengah, baru-baru ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini hanya masalah, yang dibutuhkan goodwill negara sebetulnya. Kalau menunggu (PMI) unprosedural atau ilegal yang sekarang ada di luar negeri mendaftarkan diri ke sistem yang dimiliki perwakilan Republik Indonesia, itu sulit," ujar Benny saat ditemui usai acara pelepasan penempatan PMI ke Korsel yang diadakan di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024.
Dia menjelaskan, pendaftaran itu harus dilakukan karena setelah melakukan pencocokan 60.000 data Bea Cukai dengan data BP2MI untuk memastikan barang-barang tersebut milik Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan penempatan resmi, hanya terdapat sekitar 14 ribu yang terverifikasi ditempatkan secara resmi.
"Berarti selisihnya, kurang lebih 46 ribu yang diyakini PMI unprosedural. Ternyata Bea Cukai meminta approval Kemlu (Kementerian Luar Negeri) yang memastikan bahwa mereka PMI unprosedural. Ini kan aneh, kalau PMI unprosedural bagaimana Kemlu punya data," ujarnya.
Terkait hal itu, dia mengatakan, Wantimpres berencana mengundang pihak-pihak terkait penerapan aturan barang impor itu mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan pihak BP2MI.
Sebelumnya terdapat penahanan barang-barang PMI yang dikirim dan masuk ke Indonesia saat pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023.
Aturan tersebut mengalami revisi terkait barang milik PMI. Dengan ketentuan saat ini yaitu besaran relaksasi pajak untuk per tahunnya yakni 1.500 dolar AS bagi PMI prosedural dan 500 dolar AS bagi PMI non-prosedural sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Permendag No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.