Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kisruh antara penghuni panti Wyata Guna di Bandung, Jawa Barat, merupakan imbas dari pelaksanaan Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 tahun 2018. Peraturan tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial membuat status Panti Wyata Guna berubah menjadi Balai Wyata Guna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain struktur organisasi, perubahan status ini otomatis merombak fungsi dan layanan dari panti menjadi balai. Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna berubah menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra. Perubahan itu yang ditolak mahasiswa tunanetra Wyata Guna yang tergabung dalam Forum Akademisi Luar Biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Forum Akademisi Luar Biasa, Elda Fahmi mengatakan, dia telah menjadi penghuni asrama di panti Wyata Guna sejak kelas VI Sekolah Dasar pada 2012. Sempat belajar di Sekolah Luar Biasa Tunanetra di Wyata Guna hingga lulus SMP, Elda melanjutkan ke SMA umum di Bandung. Aturan membolehkannya sekolah di luar panti, namun tinggal di asrama Wyata Guna. "Itu berlaku sampai lulus mahasiswa," kata Elda Fahmi, Kamis 23 Januari 2020.
Ketentuan itu menurut dia tanpa syarat, kecuali penghuni asrama benar-benar bersekolah. Selain pelajar pendidikan formal atau pendidikan dasar, asrama panti juga dihuni para peserta pendidikan vokasional atau keterampilan hidup. Maksimal mereka bisa tinggal di asrama selama empat tahun. Asrama untuk pelajar dengan peserta vokasional terpisah pun lelaki dan perempuan.
Penghuni wisma tunanetra Wyata Guna kembali masuk ke asrama setelah menginap empat malam di pinggir Jalan Pajajaran Bandung, Sabtu 18 Januari 2020. TEMPO | Anwar Siswadi
Selama tinggal di asrama panti, penghuni memperoleh layanan seperti uang komputer, tempat bermain, buku bacaan. Makanan disediakan tiga kali sehari ditambah makanan ringan pada sore hari. Ada pula jatah sabun mandi setiap bulan, pasta gigi, deterjen, dan setahun sekali mendapat baju saat Lebaran serta uang sekitar Rp 50 - 75 ribu per orang. "Kalau uang harian misal untuk jajan, ongkos sekolah enggak ada. Saya dapat dari orang tua," ujar Elda. Adapun rekan mahasiswa lain mendapatkan uang untuk kebutuhan harian dengan berdagang, mengamen, atau memijat.
Kepala Seksi Layanan Rehabilitasi Sosial Balai Wyata Guna, Hisyam Cholil mengatakan, setelah berubah dari panti, balai per 1 Januari 2019 hanya mengurus rehabilitasi peserta pendidikan vokasional lanjutan. "Berdasarkan regulasi hanya boleh tinggal di asrama selama enam bulan," katanya, Rabu 15 Januari 2020. Balai juga tak lagi menangani soal SLB Wyata Guna, murid, dan asrama serta fasilitasnya dicabut. Kini selama masa transisi hingga enam tahun ke depan, kebijakan itu belum berlaku sepenuhnya.
Asrama masih bisa dihuni pelajar serta mahasiswa tunanetra hingga lulus. "SLB Wyata Guna kini di bawah pengelolaan Dinas Pendidikan Jawa Barat," kata Hisyam Cholil. Siswa dan mahasiswa tunanetra di Wyata Guna yang tinggal di asrama maupun tidak kini berjumlah 65 orang.
Pihak Forum Akademisi Luar Biasa yang menolak peraturan menteri sosial tadi ingin agar fungsi panti di Wyata Guna tidak berubah demi masa depan pendidikan dan kehidupan pelajar tunanetra generasi mendatang. Mereka ingin adik-adiknya bisa sekolah dari dasar hingga kuliah di Wyata Guna yang didirikan sejak 1901 oleh ahli mata C.H.A. Westhoff karena pengelolaannya dinilai sesuai dengan kebutuhan.