Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga, Tuffahati Ulayyah, mendapat intimidasi dan teror setelah lembaganya mengkritik pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta mantan Presiden Joko Widodo. Peneror mengintiimidasi Tuffa lewat pesan singkat yang dikirim melalui pesan WhatsApp dan pesan di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuffa mengatakan teror itu berlangsung sejak Sabtu malam, 26 Oktober 2024. Peneror mengirim pesan singkat yang bernada ancaman. Ada juga telepon dan video call yang berasal dari nomor tak dikenal masuk ke nomor kontak WhatsApp-nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, akun Instagram Tuffa dan milik BEM Fisip Universitas Airlangga juga mendapat banyak direct message (DM) yang berasal dari akun-akun yang tak jelas. Pesan tersebut berisi kalimat yang serupa, yaitu menglorifikasi program di era Presiden Jokowi serta kalimat bernada ancaman.
"Narasi yang dibawakan kurang lebih sama, misalnya mengatakan bahwa Jokowi itu baik dan Jokowi berhasil membuat program-program. Ada juga yang mengancam," ujar Tuffa.
Tuffa melanjutkan, nomor telepon selulernya juga tiba-tiba sudah masuk ke sebuah grup WhatsApp. Tuffa tak mengenal satu pun anggota grup WhatsApp tersebut. “Sempat juga dimasukkan ke grup yang namanya Penghujat, tapi saya langsung keluar,” kata dia.
Menurut Tuffa, teror lewat telepon dan pesan pribadi mulai mereda sejak hari ini. Namun, ia masih menerima banyak pesan di akun media sosial miliknya maupun milik BEM Fisip Universitas Airlangga.
Setelah menerima berbagai teror tersebut, Tuffa meminta perlindungan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. “Ini lagi koordinasi dengan LBH untuk perlindungan akun,” kata mahasiswa jurusan Antropologi ini.
Awalnya, BEM Fisip Universitas Airlangga mengkritik pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka lewat karangan bunga pada Selasa, 22 Oktober lalu. Karangan bunga berukuran besar yang ditempatkan di Taman Barat Fisip itu bertuliskan ‘Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi’. Di bawah tulisan tersebut terdapat gambar Prabowo dan Gibran.
Pada bagian bawah gambar Prabowo terdapat tulisan “Ketua Tim Mawar”. Lalu di bagian bawah gambar Gibran terdapat tulisan “Dari: Mulyono (B******n Penghancur Demokrasi)'.
Karangan bunga tersebut kemudian viral di media sosial. Dua hari berselang, Ketua Komisi Etik Fisip memanggil BEM Fisip Universitas Airlangga untuk meminta klarifikasi tentang kepemilikan karangan bunga tersebut. Presiden, wakil presiden, serta menteri kajian politik dan kajian strategis BEM Fisip memenuhi panggilan Komisi Etik tersebut, Jumat pekan lalu.
Di hari yang sama, BEM Fisip menerima surat elektronik yang isinya menyatakan pembekuan lembaga tersebut. Tiga hari berselang, Dekan FISIP Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, menggelar pertemuan dengan pengurus BEM Fisip. Seusai pertemuan, Dekan mencabut surat pembekuan pengurus BEM Fisip. Namun, pengurus BEM diminta tak lagi mengkritik pemerintah dengan menggunakan diksi yang kasar, tapi mereka mesti menggunakan pilihan kata yang baik.
Pilihan Editor : Ancaman Demokrasi Semu di Era Prabowo