Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perubahan Iklim Berujung Musibah Kelaparan

Sedikitnya 30 orang meninggal akibat bencana kelaparan di Kabupaten Yahukimo. Penduduk alami gagal panen akibat cuaca ekstrem.

28 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Warga menurunkan bahan makanan dari pesawat terbang di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 26 Oktober 2023. ANTARA/HO/Humas BNPB
Perbesar
Warga menurunkan bahan makanan dari pesawat terbang di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 26 Oktober 2023. ANTARA/HO/Humas BNPB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sedikitnya 30 orang meninggal akibat musibah kelaparan di Yahukimo.

  • Cuaca ekstrem membuat penduduk gagal panen.

  • Distribusi bahan pangan dari luar tidak bisa diandalkan untuk jangka panjang.

JAKARTA – Bencana kelaparan di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, harus mendapat perhatian. Dalam empat bulan terakhir, sedikitnya 30 orang meninggal akibat bencana itu, yang sebagian besar korbannya adalah anak-anak. “Karena tak ada makanan, mereka tidur terus. Mereka ada yang mengalami demam, perut kembung, dan napas semakin sesak,” kata Sekretaris Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, Dominggus Pigai, kemarin, 27 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berdasarkan catatan gereja, mereka yang meninggal itu tersebar di 13 kampung selama periode Juni hingga 24 Oktober lalu. Data itu dihimpun berdasarkan laporan petugas gereja yang tersebar di sembilan lokasi di Distrik Amuma. Adapun warga yang sakit tercatat sebanyak 15 balita, 20 remaja, dan 15 orang dewasa. Bila tidak segera mendapat penanganan, dikhawatirkan jumlah korban akan terus bertambah.  

Wilayah Distrik Amuma sebagian besar berupa hutan dan perbukitan. Masyarakat hidup hanya mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan. Perubahan iklim yang ekstrem membuat mereka mengalami gagal panen sehingga kehabisan stok bahan pangan. “Kalau mengalami gagal panen, mereka tak bisa makan apa-apa,” kata Dominggus. “Sementara itu, untuk sekali panen butuh waktu enam bulan hingga setahun.” 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sejumlah warga membawa bahan makanan yang diturunkan dari pesawat terbang di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 26 Oktober 2023. ANTARA/HO/Humas BNPB

Distribusi bahan pangan dari luar Amuma tidak berjalan lancar sehingga tak bisa diandalkan untuk jangka panjang. Keadaan itu diperparah oleh tidak adanya layanan kesehatan yang bisa diakses. Meski bangunan puskesmas dan posyandu tersedia, tenaga medis serta obat-obatan tidak ada. “Mereka jadi bingung untuk mengobati penyakitnya,” kata Dominggus.

Pemerintah daerah dinilai abai dalam menangani 12 ribu penduduk yang bermukim di Distrik Amuma. Bahkan pemerintah daerah terkesan berupaya menutupi bencana kelaparan ini dengan memberikan informasi yang menyesatkan. “Pejabat komentar ngawur. Dia bilang karena kesalahan orang tua ngasih makan,” kata Dominggus. “Dia tidak lihat iklim ekstrem berujung gagal panen yang menjadi penyebabnya.”

Menurut Dominggus, Kementerian Sosial memang sudah memberikan bantuan pada 20-24 Oktober lalu. Bantuan itu berupa 2.000 paket makanan anak, 350 dus sarden, 1.250 kilogram beras premium, 4.000 lembar selimut, 848 dus mi instan, 200 lembar tenda gulung, dan ratusan pakaian. “Namun itu belum cukup,” katanya. Pemerintah juga perlu mengirim obat-obatan dan tenaga medis untuk menghidupkan layanan kesehatan di Amuma.

Naman Bayage, koordinator penanggulangan kelaparan di Distrik Amuma, mengatakan tiga bulan berturut-turut hujan mengguyur kawasan itu sehingga merusak tanaman penduduk. Hujan juga membuat udara di tempat itu sangat dingin. Dua kombinasi itu membuat fisik penduduk menjadi lemah dan mudah terserang penyakit. “Korban terbanyak terjadi pada Oktober,” kata Naman.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua Maikel Primus Peuki mengatakan Papua sudah menjadi korban bencana kelaparan. Pada tahun ini, bencana kelaparan terjadi di Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan; dan Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah. Kedua daerah itu berdekatan dengan Kabupaten Yahukimo. 

Maikel menilai fakta itu menunjukkan sedang terjadi krisis iklim di Papua. Selama lima tahun terakhir, banyak pohon di hutan Papua yang ditebang untuk kepentingan perusahaan sawit. Dampaknya, terjadi pemanasan global di Papua. Perubahan iklim itu terlihat di dataran tinggi Papua. “Salju abadi di Puncak Jaya mencair,” kata Maikel.

Khusus di Distrik Amuma, cuaca ekstrem menyebabkan struktur tanah berubah. Perubahan itu mempengaruhi tanaman lokal, seperti sayur-mayur dan umbi-umbian, yang merupakan bahan pokok kebutuhan masyarakat. “Kadar asam meningkat dan berpengaruh buruk terhadap tanaman,” kata dia. “Tanaman lokal akan mati meski sudah berusia 1-3 bulan.”  

Maikel mengatakan pemerintah harus menyusun rencana jangka panjang mengatasi masalah ini. Misalnya, mengedukasi masyarakat untuk menanam tanaman yang sesuai dengan struktur tanah. “Jangan sembarangan mengganti bahan pangan lokal, seperti umbi-umbian, dengan padi,” kata Maikel.

Sayangnya, pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman. Pemerintah hanya memberikan bantuan sesaat. Pemerintah juga sebetulnya sudah mengetahui penyebab bencana kelaparan, yakni perubahan iklim. Namun pemerintah hanya bergerak ketika sudah ada korban jiwa.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan tidak ada korban meninggal akibat kelaparan di wilayah tersebut. Pernyataan itu didasarkan hasil koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Yahukimo. "Dari data yang kami peroleh, sepanjang 2023, warga di Distrik Amuma yang meninggal diketahui akibat sakit dan usia lanjut," kata Benny.

Benny melanjutkan, data dari Dinas Kesehatan mencatat sebanyak 22 orang meninggal sejak Januari hingga Oktober 2023, tapi tidak ada laporan mengenai warga yang meninggal akibat bencana kelaparan. Namun akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan gagal panen, masyarakat setempat perlu mendapatkan bantuan.

Pendapat senada disampaikan Pemerintah Kabupaten Yahukimo. Bupati Yahukimo Didimus Yahuli mengatakan tidak ada kematian massal akibat kelaparan. Sebab, kematian puluhan warga terjadi dalam rentang waktu Februari hingga Oktober 2023. Pun sejumlah kematian tersebut berasal dari lokasi yang berbeda.

“Yang ada kematian karena sakit, dan itu bukan dalam waktu yang bersamaan dan terjadi di tempat yang berbeda-beda,” kata Didimus Yahuli dalam keterangan resmi yang diterima, kemarin, 27 Oktober 2023.

Dia mengatakan penyebab kematian adalah sakit dengan latar belakang yang berbeda-beda. Penyakit itu di antaranya malaria, infeksi saluran pernapasan akut, dan sudah lansia.

“Demikian juga kematian 11 anak ini bukan di satu tempat, tapi dari beberapa desa, sehingga saya tegaskan lagi, tidak ada kematian karena kelaparan,” kata Didimus.

Namun Didimus tidak menampik kabar bahwa Distrik Amuma tengah dilanda kekurangan pangan. Untuk itu, pemerintah telah mengirim 4 ton beras ditambah bantuan bahan makanan, termasuk obat-obatan.

“Kami sudah mengambil langkah-langkah dengan mengirim bantuan beras, bahan makanan, termasuk obat-obatan,” katanya.

Warga membawa bahan makanan yang diturunkan dari pesawat terbang di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, 26 Oktober 2023. ANTARA/HO/Humas BNPB

Bantuan bahan pokok juga dikirim oleh pemerintah pusat. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Suharyanto mengatakan pemerintah memberikan bantuan untuk warga di wilayah Kabupaten Yahukimo. Sebab, wilayah ini juga menghadapi bencana tanah longsor dan kekeringan.

“Sebanyak 12 kampung yang berada di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, terkena dampak peristiwa tersebut,” kata Suharyanto dalam keterangan resmi, kemarin.

Dia mengatakan pemerintah daerah setempat telah mengeluarkan status tanggap darurat bencana mulai 21 Oktober hingga 1 November 2023. Keadaan ini membuat BNPB dapat mendorong bantuan untuk percepatan penanggulangan bencana di sana. “Kita akan kirim logistik dan anggaran yang bisa langsung digunakan Pemerintah Kabupaten Yahukimo dan masyarakatnya,” kata Suharyanto.

BNPB juga akan menyiapkan satu unit pesawat jenis Cessna Grand Caravan dengan kapasitas muatan hampir 1.500 kilogram dalam satu kali penerbangan untuk mempermudah distribusi bantuan hingga ke titik-titik yang terkena dampak.

“Kami siapkan beras 20 ton, makanan siap saji 10 ribu paket, biskuit protein 10 ribu bungkus, tenda pengungsi 5 unit, sembako 1.500 paket, hygiene kits 1.500 paket, solar panel 50 unit, dan anggaran operasional Rp 1 miliar,” ucapnya.

Adapun akibat bencana tanah longsor ada 70 rumah warga yang rusak ringan dan lebih dari 30 rumah rusak berat. Rumah rusak ringan akan mendapat bantuan Rp 15 juta per rumah dan rusak yang berat akan mendapat bantuan pergantian Rp 60 juta.

Bantuan ini merupakan dukungan pertama dan tidak menutup kemungkinan akan dikirim lagi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di lokasi yang terkena dampak.

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus