Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Medan Bobby Nasution disebut sebagai Aparatur Sipil Negara atau ASN yang tak netral karena mengunggah video joget gemoy di akun media sosialnya. Menantu Presiden Joko Widodo itu membantah dirinya berpotensi melanggar aturan kampanye Pemilihan Umum atau Pemilu. Bobby menyebut dirinya bukan ASN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya rasa teman-teman paham kalau saya bukan ASN. Beda, saya bukan PNS (Pegawai Negeri Sipil),” kata Bobby pada Rabu, 17 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benarkah Bobby Nasution bukan ASN dan siapa saja yang masuk kategori ASN?
Merujuk pada Undang-Undang atau UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, kepala daerah memang bukan ASN. Beleid tersebut menjelaskan bahwa kepala daerah seperti gubernur, bupati, wali kota, dan masing-masing wakilnya merupakan pejabat negara. Sementara ASN adalah PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Selain itu, berdasarkan Pasal 70 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016, kepala daerah, termasuk wali kota dan wakilnya, tidak dilarang mengikuti atau terlibat dalam agenda kampanye politik. Kepala daerah dapat berkampannya setelah mengajukan izin sesuai ketentuan aturan undang-undang.
“Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin kampanye,” demikian bunyi regulasi tersebut.
Adapun pihak yang dilarang terlibat atau dilibatkan dalam kampanye politik sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 yaitu pejabat BUMN maupun BUMD, ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa, lurah perangkat desa atau sebutan lain perangkat kelurahan dalam kampanye.
Kategori ASN
Berdasarkan UU ASN terbaru, UU Nomor 20 Tahun 2023, Pasal 5 menyebutkan bahwa ASN terdiri dari PNS dan PPPK. Adapun ASN, Menurut Pasal 1 UU ini, adalah PNS dan PPPK yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara dan diberikan penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan PNS adalah warga negara Indonesia (WNI) yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat sebagai ASN untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sementara PPPK adalah WNI yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas atau jabatan pemerintahan.
Dari pengertian kedua status tersebut, PNS dan PPPK dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu jabatannya. Jika PNS memiliki status sebagai pegawai tetap, ASN PPPK memiliki batas waktu bekerja sesuai perjanjian yang sudah ditentukan berdasarkan kontrak.
PNS dan PPPK juga memiliki perbedaan terkait manajemen. Manajemen PNS diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Sedangkan manajemen PPPK diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Adapun poin-poin manajemen PNS yang tidak terdapat pada manajemen PPPK, yang menjadi dasar perbedaan keduanya, yaitu pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, jaminan pensiun dan jaminan hari tua. PNS diberi jaminan pensiun hari tua, namun dengan PPPK. Sebab PNS bekerja secara permanen, sedangkan PPPK terbatas oleh waktu.
Contoh dari pegawai PNS yaitu pegawai daerah, dosen, guru, camat, kepala dinas, polisi, tentara, dan dokter. Untuk pekerjaan yang dapat berstatus sebagai PPPK, salah satunya yakni pegawai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena PPPK, Pegawai KPK tak akan mendapatkan promosi, mutasi, pengembangan karier, apalagi jaminan hari tua.
WILDA HASANAH