Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bos Baru Pejaten Timur

Syamsir Siregar menggantikan Hendropriyono. Tugas terberatnya memberesi personel lama.

13 Desember 2004 | 00.00 WIB

Bos Baru Pejaten Timur
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SPEKULASI itu berakhir sudah. Setelah dua bulan lamanya sejumlah tokoh diberitakan bakal menggantikan Letjen Purn. A.M. Hendropriyono sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Rabu pekan lalu akhirnya Presiden Yudhoyono melantik Mayjen Purn. Syamsir Siregar. Maka, kantor intel di kawasan Pejaten Timur itu kini tak lagi tanpa seorang kepala.

Syamsir, bekas Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI, mengisi kursi kosong yang ditinggalkan Hendro sejak berakhirnya masa kerja kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri. Ternyata, mencari pengganti kepala badan telik sandi itu tidak gampang. Prosesnya cukup berliku.

Nama Syamsir sebenarnya sudah muncul sejak menjelang pengumuman kabinet SBY. Saat itu yang masuk bursa adalah Mayjen Purn. Achdari, bekas wakil Syamsir di BAIS, dan Mayjen M. Yasin, bekas Deputi II Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang dijabat SBY. "Mereka masuk lingkaran tim sukses SBY," kata pengamat militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Kusnanto Anggoro.

Pada mulanya malah Yasin yang lebih banyak dijagokan. Bahkan beberapa sumber Tempo di Istana yakin bahwa bekas Komandan Satuan Induk (Pendidikan) BAIS di Cilendek, Bogor, itu akan segera dilantik. Mereka mengaku mendapat kabar dari seorang pejabat di lingkar dalam SBY. Kabar ini jelas mudah dipercaya karena Yasin adalah teman se-lichting SBY di Akabri angkatan 1973. Tapi ada ganjalan. SBY sudah menetapkan BIN tak lagi dipimpin kepala yang berkedudukan setingkat menteri negara seperti pada masa pemerintahan Mega. Karena itu, Kepala BIN tak ikut diumumkan bersama kabinet.

Nama Syamsir dan Yasin pun "mengendap" kembali. Yang tampil di bursa kemudian adalah Letjen Purn. Soeyono, kawan seangkatan Syamsir di Akademi Militer Nasional (AMN) 1965. Ia pun pendukung berat SBY. Tapi Soeyono dianggap kurang pas menangani dunia intelijen. "Pengalaman intelnya agak kurang, meskipun pernah jadi Asisten Pengamanan KSAD," kata Letjen Purn. Haryoto P.S., mantan Kepala Staf Sosial Politik ABRI.

Di luar tiga nama itu, dari dalam lembaga BIN yang dinilai mampu bersaing adalah Wakil Kepala BIN, M. As'ad Said. Dia sudah 30 tahun bertugas di sana. As'ad berlatar belakang nahdliyin sehingga dia dianggap banyak tahu soal-soal politik Islam. Lagi pula As'ad, yang berasal dari kalangan sipil, cocok dengan semangat menguatkan peran sipil di lembaga-lembaga yang dulu dikuasai militer. Pelaksana Harian Kepala BIN sejak Hendro mundur itu pun didukung kalangan DPR.

Namun, Presiden SBY punya pertimbangan sendiri. Juru bicara presiden, Andi Mallarangeng, mengatakan penunjukan Syamsir terutama mempertimbangkan faktor pengalaman. "Beliau pernah menjabat Kepala Intelijen ABRI sehingga dianggap sebagai orang yang tepat untuk memimpin BIN," ujar Andi.

Syamsir memang lama menyelinap di dunia telik sandi. Semasa perwira menengah, ia pernah menjadi Asisten Intelijen Brigade Infanteri 17 Siliwangi. Ketika menyandang bintang pertama di pundaknya, ia pernah menjabat Asisten Intelijen Kepala Staf Umum ABRI. Tapi, saat mengepalai BAIS, kartu Syamsir pun macet. "Ia dinilai tak mendukung operasi penyerbuan kantor PDI pada 27 Juli 1996, dan kariernya mentok," kata Haryoto P.S.

Setelah lama Syamsir kelihatan sering bersarung di rumahnya, SBY memberikan kepercayaan yang cukup berat untuknya. Surat keputusan presiden untuk mengangkat lelaki kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, 23 Oktober 1941, itu pun disiapkan. Bahkan, kata seorang sumber Tempo di Istana, surat itu sebenarnya telah diteken oleh SBY sebelum ia menghadiri KTT APEC di Santiago, Cile, November lalu. Surat itu lalu didisposisikan ke Sekretaris Negara untuk diberi nomor dan dicek status hukumnya. "Tapi surat itu nyelip entah ke mana," kata sumber itu.

Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra kabarnya sempat ditanya Presiden SBY soal nasib surat itu. Surat keputusan presiden itu dicari ke seluruh penjuru kantor?yang tengah sibuk membagi wilayah kerja satu sekretariat dengan sekretariat yang lain. Untunglah, begitu SBY pulang dari Cile, surat itu ketemu, dan Syamsir pun kembali "menanggalkan sarung"-nya.

Seorang militer pun kembali memimpin BIN. Pengangkatan ini mengundang kritik dari anggota Komisi Pertahanan DPR yang mengharapkan kalangan sipil memimpin BIN. Apalagi Syamsir, 63 tahun, sudah lama pensiun. Meskipun pengangkatan itu hak prerogatif presiden, penunjukan seorang bekas opsir militer dinilai Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR, tidak memajukan iklim demokrasi.

Haryoto P.S. justru menilai pengangkatan bekas anak buahnya itu sudah tepat. Sebagai mantan Kepala BAIS, Syamsir diyakini masih punya kontak dengan jaringan komunitas intelijen. "Yang terpenting, dia nasionalis yang punya komitmen," kata Haryoto. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto juga melihat pertimbangan profesionalisme menjadi dasar penunjukan Syamsir.

Apa pun alasannya, tugas Syamsir cukup berat. Prioritas kerjanya adalah menangani separatisme dan terorisme. "Itu akan kami selesaikan secara terhormat," ujar Syamsir seusai dilantik. Sayang ia tak menjabarkan penanganan kedua masalah itu.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen menjadi prioritas berikutnya. Awal tahun lalu, DPR menyetujui pembahasan RUU ini. Tapi sejumlah lembaga swadaya masyarakat menentang. Para aktivis demokrasi menolak pasal-pasal kontroversial seperti kewenangan BIN menangkap dan menahan orang selama 4 x 24 jam. "Sebenarnya yang penting pekerjaan saya dulu. Tapi, karena RUU ini penting sebagai payung hukum, saya memprioritaskan juga," kata Syamsir.

Sumber Tempo di Istana pun menceritakan, Syamsir diberi misi khusus: membenahi organisasi BIN dalam dua tahun pertama masa kerjanya, terutama "merapikan" personel yang ada di sana. Personel yang tak lagi bisa "dipakai" tentu harus ditentukan nasibnya. Termasuk personel yang dekat dengan Hendropriyono? Apakah misi khusus itu artinya "de-Hendro-isasi"? Ditanya lewat telepon, Syamsir mengelak. "Enggak, enggak ada itu," ujarnya pendek.

Kalaupun Syamsir melakukan perombakan, menurut pengamat Kusnanto, "Itu kebiasaan umum di dunia intel." Sumber-sumber Tempo di Pejaten Timur memperkirakan beberapa telik sandi yang dulu disebut sebagai kandidat Kepala BIN, seperti Achdari dan Yasin, akan memperkuat Syamsir. Penggantian itu harus dilakukan terencana dan dengan mulus karena, kata sumber Tempo, potensi resistansi di BIN cukup besar. Letjen Purn. Z.A. Maulani kabarnya pernah mengalami masa sulit ketika informasi dari bawahan tidak lancar ke atas dan simpul-simpul intelijen tidak bekerja optimal. "Saya memang mengganti orang-orang lama yang sudah karatan," ujar Maulani menceritakan masa-masa sulit yang dialaminya.

Sebagai orang intelijen, Syamsir semestinya tahu bagaimana ia harus ber-tindak di kantor yang bahkan "tembok pun punya telinga" itu.

Hanibal W.Y. Wijayanta dan Sapto Pradityo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus