Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Tim sukses calon Wali Kota Malang mengatur ulang strategi pemenangan pilkada 2018 menyusul penahanan Mochamad Anton dan Yaqud Ananda Gudban. Dalam kampanye selama ini, kedua calon itu menjadi sosok yang ditonjolkan kepada publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentu kami mendesain ulang dalam pergerakan dan kampanye," kata ketua tim sukses Anton, Arif Wahyudi, di Malang, Rabu, 28 Maret 2018. Upaya ini termasuk berkomunikasi dengan partai koalisi yang mengusung pasangan Anton-Syamsul Mahmud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Wali Kota Malang Mochammad Anton Ditahan KPK
"Kami akan bergerak sampai titik darah penghabisan sebagai penghormatan kepada Abah Anton," kata Arief. Dia juga mengaku menghormati proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Arief mengaku prihatin terhadap penahanan Anton seusai pemeriksaan oleh KPK. Mereka tak menyangka Anton ditahan sesaat setelah diperiksa penyidik KPK pada Selasa, 27 Maret 2018.
"Hal itu jauh dari apa yang kami perkirakan," kata Arief. Menurut dia, Anton memberi pesan sebelumnya kepada tim sukses untuk tetap semangat dan tegar apa pun yang terjadi.
Sementara itu, juru bicara pemenangan Yaqud Ananda Gudban-Wanedi, Dito Arief, menyampaikan tim menghormati proses hukum di KPK. Tim hukum yang disiapkan tengah mengkaji untuk mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kepada Nanda.
"Kami menghormati praduga tak bersalah. Praperadilan salah satu usaha hukum yang bisa dilakukan," kata Dito.
Anton dan Nanda ditetapkan menjadi tersangka karena diduga memberi dan menerima suap untuk meloloskan anggaran pembangunan jembatan dalam APBD Perubahan 2015.
Bersamaan dengan Anton, KPK juga menetapkan 19 tersangka lain. Selain Anton, yang juga Wali Kota Malang nonaktif, KPK menetapkan 18 anggota Dewan, termasuk calon Wali Kota Malang lainnya, yakni Yaqud Ananda Gudban.
Uang suap sebesar Rp 700 juta mengalir ke 45 anggota Dewan. Dana berasal dari kontraktor yang berkepentingan dengan proyek tersebut. Kasus ini menyeret Ketua DPRD Arief Wicaksono dan Kepala Pekerjaan Umum Jarot Edy Sulistyo. Keduanya tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.