Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 1 April 1914 merupakan hari ditetapkannya Malang sebagai Kotapraja, dan kini diperingati sebagai HUT Kota Malang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Dr. Ir. Wahyu Hidayat, MM, telah secara resmi mengungkapkan logo yang akan digunakan dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-110 Kota Malang yang diselenggarakan pada 1 April 2024 di Malang Creative Center (MCC), hari Rabu pekan lalu dikutip Antaranews.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pengumumannya di Malang, Wahyu menyebutkan bahwa logo tersebut dipilih melalui sayembara yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Malang.
Logo tersebut telah dirancang untuk mencerminkan beragam makna yang terkait dengan tema perayaan HUT ke-110 Kota Malang, yaitu "Berselaras untuk Kota Malang Berkelas". Ia menjelaskan berselaras mengandung makna membangun Kota Malang diperlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha.
Kilas balik pendirian Kota Malang
Seperti kebanyakan kota di Indonesia, Kota Malang mengalami pertumbuhan dan perkembangan setelah kedatangan pemerintah kolonial Belanda. Dilansir dari malangkota.go.id, Belanda memasuki wilayah Kota Malang pada 1767. Pada 1821, kedudukan Pemerintah Belanda dipusatkan di sekitar Kali Brantas.
Pada masa itu, tata ruang kota direncanakan oleh pemerintah kolonial dengan fokus utama memenuhi kebutuhan keluarga Belanda dan masyarakat Eropa lainnya. Sementara itu, penduduk pribumi harus rela tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang tidak memadai.
Pada 1879, transportasi kereta api mulai beroperasi di Kota Malang, menyebabkan perkembangan kota tersebut menjadi cepat. Kebutuhan masyarakat akan ruang untuk berbagai kegiatan pun meningkat pesat. Dampaknya adalah perubahan yang tidak terkendali dalam penggunaan lahan, dimana wilayah perkotaan tumbuh tanpa pengendalian yang jelas. Fungsi lahan berubah dengan cepat, misalnya dari pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri. Malang akhirnya ditetapkan sebagai Kotapraja pada 1 April 1914.
Pada masa tersebut, Herman Thomas Karsten berperan penting dalam penataan ruang Kota Malang. Sebagai seorang arsitek yang lahir di Amsterdam pada 1884, ia diangkat menjadi penasihat perencanaan Kota Malang pada 1929. Karsten aktif terlibat dalam merancang rencana pengembangan kota yang disebut Bouwplan I-VIII, yang meramalkan perkembangan kota hingga 25 tahun ke depan. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Ijen Boulevard, yang masih menjadi salah satu ikon Kota Malang hingga saat ini.
Seiring dengan pertumbuhan tersebut, urbanisasi terus berlanjut dan permintaan akan perumahan di luar kemampuan pemerintah semakin meningkat. Namun, tingkat ekonomi masyarakat perkotaan terbatas, menyebabkan munculnya permukiman ilegal di sekitar pusat perdagangan, jalur hijau, sungai, rel kereta api, dan lahan terbengkalai. Seiring berjalannya waktu, permukiman tersebut berkembang menjadi kampung, menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup dengan segala dampak yang ditimbulkannya.
Makna lambang Kota Malang
Dilansir dari warisanbudaya.kemendikbud.go.id, Dalam lambang Kota Malang terdapat sesanti yang mengatakan Malang Kukecwara, yang artinya Tuhan menghancurkan yang bathil dan menegakkan yang baik. Sesanti ini diresmikan sebagai semboyan Pemerintah Kotamadya Tingkat II Malang pada tanggal 1 April 1914.
Semboyan Malang Kukecwara memiliki kaitan yang erat dengan sejarah awal Kota Malang, yang sekitar 8 abad yang lalu menjadi nama tempat di sekitar candi yang dikenal sebagai Malang. Lokasi pasti dari candi tersebut masih menjadi misteri dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Daerah Malang dan sekitarnya, termasuk Singosari, merupakan pusat kegiatan politik dan budaya dari beberapa kerajaan yang berbeda.