Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Cara Mendeteksi Gangguan Pendengaran pada Bayi Baru Dilahirkan

Gangguan pendengaran dapat dideteksi sejak dini, bahkan pada bayi yang baru dilahirkan. Contohnya dengan metode uji saring, cek tahapannya.

13 Juli 2018 | 15.00 WIB

ilustrasi telinga bayi (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi telinga bayi (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan pendengaran dapat terdeteksi sejak dini, bahkan pada bayi yang baru dilahirkan. Contohnya dengan metode uji saring, yaitu Otoacoustic Emission (OAE) atau sebuah cara yang dilakukan dengan memasukkan alat ke dalam telinga bayi.

“Alat yang dimasukkan berupa alat sederhana, kemudian ada suara masuk dan ada mikrofon di dalam sana yang dapat merespons bagaimana kinerja rumah siput,” ujar Ahli audio–vestibular, yang juga spesialis telinga, hidung, tenggorokan, dokter Siti Faisa, dari RS Premiere Bintaro, saat diwawancarai di Kasoem Cochlear Training and Experience Center (CTEC), Jalan Lebak Bulus Raya Nomor 1, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Juli 2018.

Menurut Faisa, uji pendengaran dilakukan pada rumah siput karena bayi yang baru dilahirkan belum dapat merespons dengan baik rangsang bunyi yang diberikan di telinganya. “Karena itu, screening dengan menilai respons tidak reliable (tidak valid),” ujarnya.

Baca juga: 4 Syarat Ini Harus Dimiliki Hakim yang Menangani Kasus Difabel

Faisa melanjutkan, uji pendengaran dilakukan pada rumah siput, yaitu organ terdalam dan terpenting pada telinga manusia. Selain itu, menilai kinerja rumah siput tidak memerlukan respons kognitif pada bayi. Respons ini tidak dinilai karena bayi yang baru dilahirkan belum memiliki respons kognitif yang matang.

Rumah siput terdiri atas 20 ribu saraf halus, berukuran 33 milimeter, serta bersifat sangat sensitif. Karena bersifat sangat sensitif, tes OAE harus dilakukan pada bayi dalam keadaan tenang. “Bayi harus dalam keadaan tidur dan tidak boleh ada suara AC,” kata Faisa.

Meski begitu, penegakan diagnosis tidak bisa serta-merta hanya berdasarkan pemeriksaan rumah siput. Faktor risiko seperti bayi lahir dengan berat badan rendah, bayi lahir tidak menangis, dan terinfeksi penyakit tertentu saat dalam kandungan juga menjadi materi diagnosis bagi dokter. “Karena itu, ada pemeriksaan ulang setelah OAE yang pertama,” ujar Faisa.

OAE sebaiknya dilakukan ketika bayi masih berada di dalam perawatan rumah sakit. Pemeriksaan dilakukan setelah bayi dalam keadaan bersih. Sebab, setelah dilahirkan, banyak kotoran bawaan dalam telinga bayi, yang dapat mengganggu validasi uji pendengaran.

Baca juga:
Di Yogyakarta, Pendamping Difabel Diizinkan Tak Bersertifikat
Tips Hari Pertama Anak Berkebutuhan Khusus Masuk Sekolah

Setelah tiga bulan, bayi disarankan kembali melakukan uji OAE, tapi kali ini dibarengi dengan penilaian respons. Bila di tahap usia berikutnya perkembangan kognitif bayi kurang sempurna, orang tua disarankan mengambil uji Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). “Biasanya bila ada tanda-tanda seperti telat bicara, dokter akan mengajukan tes BERA,” ucap Faisa.

BERA adalah uji pendengaran yang bersifat obyektif untuk menilai respons elektrofisiologis pada saraf pendengaran sampai ke batang otak. Manfaat BERA salah satunya menguji ambang pendengaran seseorang yang dinyatakan dalam satuan desibel. BERA juga dapat menilai derajat gangguan pendengaran, tidak hanya pada bayi, tapi juga orang dewasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus