Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Cerita Dosen UGM Jadi Delegasi di Lindau Nobel Laurete Meeting 2023 di Jerman

Dua dosen UGM menjadi delegasi ilmuwan muda pada ajang 72nd Lindau Nobel Laurete Meeting pada 25-30 Juni 2023, di Jerman.

5 Juli 2023 | 10.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dua Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, dr. Antonia Morita Iswari Saktiawati, Ph.D dan dr. Agnes Rosarina Prita Sari, M.Phil berhasil menjadi delegasi ilmuwan muda pada ajang 72nd Lindau Nobel Laurete Meeting di Jerman. ugm.ac.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dua Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Antonia Morita Iswari Saktiawati dan Agnes Rosarina Prita Sari berhasil menjadi delegasi ilmuwan muda pada ajang 72nd Lindau Nobel Laurete Meeting pada 25-30 Juni 2023, di Jerman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lindau Nobel Laurete Meeting merupakan penganugerahan peraih Nobel Lindau sekaligus pertemuan ilmuwan-ilmuwan muda dunia di bidang kedokteran. Ajang ini menggaet lebih dari 600 ilmuwan yang berdiskusi seputar penelitian kesehatan dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Morita, perwakilan Indonesia menjadi salah satu dari 45 ilmuwan yang terpilih untuk menjadi presentator penelitiannya. “Saya memberikan presentasi di Next Gen Science Session, 45 dari 635 young scientist yang dipilih untuk memberikan presentasi terkait riset mereka,” ucap Morita dilansir dari situs UGM pada Rabu, 5 Juli 2023.

Riset berjudul “eNose-TB: A Trial Study Protocol of Electronic Nose for Tuberculosis Screening in Indonesia” merupakan riset yang telah dipresentasikan Morita di hadapan ilmuwan internasional dalam ajang tersebut.

Publikasi ini mengangkat tentang screening atau deteksi dini tuberkulosis dan penyakit lainnya melalui electronic nose (eNose-TB). Alat yang telah diujicobakan pada kasus di Yogyakarta tersebut berperan mendeteksi pola pernafasan penderita tuberkulosis, khususnya pada fase awal.  

Umumnya, Morita menjelaskan pasien yang mengidap tuberkulosis memiliki metabolisme yang berbeda dengan kondisi normal pada umumnya. Volatile Organic Compounds (VOCSs) merupakan senyawa yang dihasilkan oleh penderita karena adanya Microbacterium Tuberculosis dalam sistem pernafasan.

Senyawa inilah yang berusaha dideteksi oleh eNose melalui hembusan nafas penderita. Pasien cukup menghembuskan nafas pada kantung udara yang terhubung dengan alat deteksi dan secara otomatis, eNose akan memberikan pola kandungan dalam udara pernafasan tersebut.

Riset Morita terhadap eNose dinilai dapat memberikan solusi mudah dan efisien untuk pendeteksi dini bagi penanganan penyakit tuberkulosis. Hal ini karena deteksi dini adanya penyakit dapat membuat pasien ditangani lebih cepat dan memperbesar peluang kesembuhan. Tak hanya karena kemudahan dan kecepatan penggunaannya, namun juga karena alat-alat untuk membuat eNose sangat mudah ditemui di masyarakat.

Selain mempresentasikan riset eNose tersebut, Morita juga berkesempatan menjadi panelis bertema Climate Change bersama 5 ilmuwan lainnya.

“Saya berkesempatan menjadi panelis dalam diskusi panel bersama peraih nobel, Peter Laurete; ilmuwan asal Jerman, Leonard Schmitt; ilmuwan asal MIT-USA, Jana; ilmuwan senior Jerman, Joacim Roklov; serta perwakilan WHO, Diarmid Campbell-Lendrum,” ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus