KEPUTUSAN Mendagri itu membuat banyak orang terperangah: Gubernur Riau Imam Munandar diberi cuti besar. Alasannya, seperti tercantum dalam lampiran SK 1 November itu, Imam Munandar berdasarkan pemeriksaan Tim Dokter Kepresidenan dinyatakan tidak mampu melaksanakan tugas sehari-hari. SK itu juga menyebut ditunjuknya Wagub Riau Baharuddin Yusuf untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab gubernur. Hanya saja, untuk hal yang menyangkut kebijaksanaan keuangan dan personel, Baharuddin harus berkonsultasi dengan Mendagri. SK berlaku sejak dikeluarkan tanpa menyebut batas waktunya. Yang lebih mengagetkan, yang bersangkutan sendiri ternyata mengaku sehat-sehat saja. "Siapa bilang saya sakit? Saya ke Tokyo hanya untuk makan angin," kata Gubernur Imam Munandar sewaktu berpidato dalam peringatan Maulid di rumahnya di Pakanbaru, 11 November yang lalu. Mengapa Imam bicara begitu? Padahal, sudah enam bulan terakhir gubernur itu memang sering sakit. Sehabis Pemilu, misalnya, dia sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta. Sembuh. Kemudian awal November dia disebutkan berobat di Rumah Sakit Husada, Jakarta, untuk kemudian diteruskan dengan pemeriksaan kesehatan di Tokyo. Kabarnya, ia terserang sejenis penyakit dalam yang memang membutuhkan istirahat. Tapi menurut sebuah sumber di Depdagri, sewaktu kesehatannya dicek di Tokyo, para dokter tak menemukan penyakit serius apa pun yang menyerang Imam. Nyatanya, Kamis pekan lalu, Imam Munandar, 60 tahun, masih cukup kuat pergi ke Johor (Malaysia). Di sana dia menghadiri upacara pengobatannya sebagai Darjah Dato Setia Ismail Johor dan Darjah Mahkota. Dua gelar kebesaran kerajaan itu diberikan oleh Sultan Johor, karena jasa Imam Munandar memajukan perdagangan dan kebudayaan Riau dengan Johor. Di Riau sendiri Imam punya dua gelar: Datuk Sri Lelawangsa dan gelar Datuk Lelobudi. Sebelum pencutian Imam, 7 November yang lalu Mendagri memberi cuti sakit pada Gubernur Kalimantan Timur, Soewandi. Sebagai pelaksana ditunjuk Wagub Ardans. Menurut juru bicara Depdagri Feisal Tamin, pengistirahatan kedua gubernur itu sama saja kasusnya dengan cuti sakit yang biasa diberikan untuk pegawai negeri. Karena sakit, mereka disarankan Menteri untuk memulihkan kesehatannya. "Sesuai dengan mekanisme yang ada, wagub menggantikan tugas mereka. Jadi, tidak ada apa-apa, tidak ada persoalan," kata Feisal. Penunjukan Baharuddin Yusuf untuk mengisi tugas Imam Munandar disambut gembira di Riau. "Rupanya, pemerintah pusat juga percaya kepada putra daerah untuk menjalankan roda pemerintahan daerah," komentar Tabrani Rab, salah seorang pemuka masyarakat setempat. Baharuddin memang putra daerah Riau dengan karier terus melonjak. Terakhir dia menjabat Sekwilda Provinsi Riau merangkap Ketua DPD Golkar Riau. Menjelang masa jabatan Gubernur Imam Munandar yang pertama akan berakhir, pertengahan 1985, banyak tokoh daerah itu yang menginginkannya menjadi gubernur. Namun, pemerintah masih mempercayakan jabatan itu kepada Imam Munandar, mayor jenderal purnawirawan kelahiran Blitar, Jawa Timur. Baharuddin Yusuf diangkat jadi wagub. Tapi pemilihan Gubernur Riau, 2 September 1985 mencatat hal baru. Imam Munandar yang maju sebagai calon kuat hanya meraih 17 suara. Dia dikalahkan oleh Ismail Suko, Sekretaris DPRD Riau yang semula dimaksudkan cuma sebagai calon pendamping, yang mengumpulkan suara terbanyak, 19. Rupanya, banyak anggota FKP yang membelot dalam pemilihan, konon untuk menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap kepemimpinan Imam Munandar. Namun, pembelotan ini bisa diselesaikan. Ismail Suko mengundurkan diri dari pencalonan dan Imam Munandar dilantik menjadi gubernur. Semacam pertemuan rujuk antara Imam Munandar dan orang-orang yang dicurigai sebagai pembelot juga diadakan. Persoalan dianggap sudah selesai. Tapi dalam pencalonan anggota DPRD Riau untuk pemilu yang lalu, para tokoh pembangkang itu tak lagi dicantumkan. Termasuk Thamrin Nasution, yang sebelumnya Ketua FKP di DPRD Riau. Ismail Suko sendiri dicalonkan Golkar dan kini duduk sebagai anggota DPR untuk daerah pemilihan Riau. Kabarnya, akibat peristiwa itu hubungan Imam Munandar dengan para pemuka Riau mendingin lagi. Seusai pemilu lalu, Imam sakit, hingga harus berobat di Jakarta. Setelah sembuh, ia dikabarkan sering bersilaturahmi dengan para pemuka Riau dan meminta mereka agar memaafkan kesalahannya. Sampai kemudian keluarlah SK tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini