Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Zona Merah Covid-19 di Enam Kabupaten

Pemerintah daerah diminta menurunkan jumlah zona oranye di kabupaten/kota agar segera berganti menjadi zona kuning dan hijau.

17 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito di Kantor Presiden, Jakarta, 21 Juli 2020. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, dari hasil pemantauan, terjadi pertambahan zona merah dan oranye. Dalam menentukan zonasi risiko, terdapat indikator yang digunakan, yakni epidemiologi, surveilans kesehatan, serta pelayanan kesehatan. "Sebagai catatan, ada enam kabupaten/kota yang berada di zona oranye, pada minggu ini berubah ke zona merah," ujarnya, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabupaten/kota yang dimaksud adalah Tabanan dan Kota Denpasar di Bali, Palembang di Sumatera Selatan, Deli Serdang dan Kota Medan di Sumatera Utara, serta Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan. Untuk itu, pemerintah daerah dari enam wilayah tersebut diminta terus memantau perkembangan zonasi risiko daerahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun perkembangan peta zonasi risiko per 11 April 2021 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah zona merah atau risiko tinggi, yaitu dari 10 menjadi 11 kabupaten/kota. Zona oranye atau risiko sedang juga meningkat, dari 289 menjadi 316 kabupaten/kota. Sedangkan jumlah zona kuning atau risiko rendah menurun dari 207 menjadi 178 kabupaten/kota. Zona hijau atau tidak ada kasus, sebanyak 8 kabupaten/kota. Adapun yang tidak terkena dampak sebanyak satu kabupaten/kota.

Selain kepada enam pemda beserta masyarakatnya di kabupaten/kota dimaksud, Wiku meminta kepada pemerintah daerah lain untuk waspada dan segera memantau perkembangan zonasi risikonya. Kembali diingatkan bahwa pekerjaan rumah dalam zonasi risiko  adalah menurunkan jumlah kabupaten/kota di zona oranye untuk segera berganti menjadi zona kuning dan hijau.

"Zona merah dan oranye yang bertambah menandakan perlunya terus memperbaiki penanganan dan terus meningkatkan koordinasi dengan seluruh unsur di daerah dengan memanfaatkan fungsi posko," kata Wiku.

Wiku meminta wilayah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tingkat desa dan kelurahan untuk serius dalam pembentukan posko. Dengan demikian, diharapkan ke depan lebih banyak posko yang dibentuk dan melaksanakan perannya dalam melakukan monitoring. “Prinsipnya, upaya pencegahan dan antisipatif adalah lebih baik untuk bisa membendung peluang efek negatif yang bisa saja terjadi di masa depan,” ujarnya.

Dia mengatakan, walaupun kasus di suatu daerah tidak mengkhawatirkan, perlu ada kesiapsiagaan dan upaya pencegahan. “Agar kondisi Covid-19 yang terkendali tersebut dapat dipertahankan dengan baik," tutur Wiku

Untuk menekan pertambahan zona merah, pemerintah melarang mudik Lebaran 2021 pada 6-17 Mei 2021. Larangan mudik ini diperuntukkan bagi seluruh kalangan masyarakat, termasuk aparat sipil negara (ASN), TNI/Polri, karyawan swasta, maupun pekerja mandiri. Menindaklanjuti arahan pemerintah, Korps Lalu Lintas Polri menerjunkan 166.734 personel untuk menjaga 333 titik sekat di seluruh wilayah Indonesia. Ratusan ribu anggota akan memutar balik masyarakat yang nekat mudik.

Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Istiono mengimbau masyarakat untuk tidak berangkat mudik lebih dulu atau sebelum masa Operasi Ketupat 2021. Operasi akan dilaksanakan pada 6-17 Mei 2021. "Pada hakikatnya, sebelum 6 Mei, tidak direkomendasikan untuk mudik mendahului," ucap Istiono saat dimintai konfirmasi pada Jumat, 16 April kemarin.

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Hasbullah Thabrany, mengatakan pelarangan mudik dari sudut pandang kesehatan saat pandemi dinilai sebagai langkah yang tepat. Pasalnya, memaksakan mudik dalam kondisi seperti saat ini bisa menimbulkan lonjakan angka kasus positif Covid-19. Nah, jika sudah berkumpul, sifat manusia kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan. "Ini, kalau tidak dikendalikan, akan menimbulkan kasus baru," tuturnya.

Jika muncul lonjakan angka kasus baru karena memaksakan mudik, kata Hasbullah, akan dilakukan pengetatan yang berdampak pada perekonomian. Akibatnya, dalam jangka panjang, kalau mudik tidak dilarang, justru dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih besar. "Karena lonjakan kasus baru akan menimbulkan reaksi ketakutan baru. Ekonomi melambat juga," kata dia.

EKO WAHYUDI

#ingatpesanibu #cucitangan #pakaimasker #jagajarak

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus