Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dakwah Berbelok Rusuh

Perusuh mengamuk di Temanggung setelah putusan pengadilan memvonis terdakwa ”penistaan agama”. Berasal dari luar kota.

14 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKELOMPOK orang itu muncul tiba-tiba dari dekat kantor sebuah bank perkreditan rakyat di Temanggung, Jawa Tengah. Mereka membaur dengan massa, yang marah setelah pengadilan menjatuhkan vonis lima tahun penjara bagi Antonius Richmond Bawengan, terdakwa perkara penistaan agama. ”Ayo kita ke barat,” kata seseorang dari kelompok itu, ”target kita bukan pengadilan, tapi gereja.”

Saimin, aktivis Forum Umat Islam Bersatu yang rajin hadir ke pengadilan sejak perkara ini disidangkan pada 13 Januari lalu, melihat massa bergerak ke barat. Mereka merusak Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus, sekitar 2 kilometer dari pengadilan. Menghancurkan kaca pintu, massa masuk gereja lalu mengobrak-abrik kursi, patung, dan langit-langit. Gereja ini hanya dipisahkan satu rumah dengan kantor Kepolisian Resor Temanggung.

Majelis hakim yang dipimpin Dwi Dayanto membacakan vonis pada Selasa pekan lalu itu. Ketika hukuman lima tahun bagi Antonius disebutkan, massa menjadi beringas. Seseorang melempar kayu ke arah hakim Dwi. Massa menuntut terdakwa dihukum mati atau seumur hidup. Di luar, orang-orang mulai mengamuk. Temanggung, kota dingin di Jawa Tengah yang biasanya tenteram, hari itu membara.

Setelah merusak Gereja Santo Petrus, massa bergerak ke barat lagi, melewati kawasan pertokoan dan pasar. Mereka menuju Gereja Pantekosta. Di sini tiga mobil dan enam motor yang diparkir di belakang gereja dibakar. Penyerang melempar bom molotov ke pintu besi gereja, kemudian mendobrak pintu samping. Mereka memecahkan kaca-kaca jendela. Setelah itu, massa juga merusak Sekolah Kristen Shekinah.

Selesai membakar, massa menuju pertigaan Jalan Sudirman, lalu bubar. Pergerakan massa dari satu tempat ke tempat lain terlihat sangat leluasa. Tak ada penjagaan yang berusaha menghalangi perusuh. Mereka seolah sudah memetakan bangunan-bangunan sasaran.

Sejumlah aktivis dan tokoh agama yang aktif mengikuti sidang perkara ini mengatakan tidak mengenal para penyerang. Setiap kali sidang, ruang Pengadilan Negeri Temanggung selalu penuh pengunjung. Forum Umat Islam Bersatu, yang terdiri atas Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Ansor, Banser, Pemuda Muhammadiyah, dan Gerakan Pemuda Ka’bah, selalu hadir. ”Kami tidak anarkistis,” kata Farid Ibrahim, Ketua Gerakan Pemuda Ka’bah Temanggung.

l l l

PADA 23 Oktober pagi tahun lalu, Bambang Suryoko, 60 tahun, mendapati dua buku kecil dibungkus plastik di depan pintu rumahnya, Desa Kranggan, Temanggung. Satu buku berwarna biru, lainnya kuning. Awalnya dia berpikir itu undangan. Begitu membuka buku, ia terenyak. Ia menganggap isi buku itu melecehkan Islam. ”Saya tanya tetangga sebelah rumah, siapa yang melempar,” katanya.

Masrur, tetangganya, memberi tahu, buku berasal dari seseorang yang sedang berjalan keliling kampung menenteng tas. Mereka mengenalinya sebagai Antonius Richmond Bawengan, yang semalam menginap di rumah Lilik Haryono, adik iparnya. Ia membawa tumpukan buku berjudul Ya Tuhanku, Tertipu Aku! (tebal 60 halaman) dan Saudaraku, Perlukah Sponsor, 35 halaman.

Bersama warga Kranggan lainnya, Bambang dan Masrur mengejar Antonius. Mereka menangkap Antonius dan membawanya ke rumah Fatkhurozi, ketua RT setempat, yang juga anggota Kepolisian Sektor Kaloran, Temanggung. Ditanya alasan menyebarkan buku, menurut Bambang, Antonius menjawab, ”Biar tambah pengetahuan.”

Menurut Bambang, ketika itu hadir juga Minggus, anggota jemaat Gereja Bethel, Protestan. Minggus pun tersinggung dengan isi buku yang dibagikan Antonius. Warga kemudian melaporkan Antonius ke Kepolisian Sektor Kranggan, yang kemudian melimpahkannya ke Kepolisian Resor Temanggung.

Antonius tinggal di Pondok Kopi, Jakarta Timur. Sehari sebelum ditangkap, ia ke Temanggung menggunakan bus umum. Ia sebenarnya menuju Magelang, tapi menginap semalam di rumah Lilik, yang menikahi adiknya. Keluarga Lilik menetap di situ sejak sepuluh tahun lalu. Pasangan itu, menurut Bambang, supel. Tiap kali ada kegiatan kampung, mereka selalu berpartisipasi. Mereka muslim yang taat. ”Rajin ke masjid untuk salat berjemaah,” kata Bambang.

Pada 2 November 2010, berkas perkara Richmond dinyatakan lengkap. Sidang pun dibuka pada 13 Januari, dilanjutkan pemeriksaan saksi dan saksi ahli pada 20 dan 27 Januari. Selasa pekan lalu, jaksa menuntut lima tahun penjara. Hakim meninggalkan ruangan selama setengah jam. Begitu masuk, tanpa memberi kesempatan terdakwa membacakan pleidoi, hakim Dwi membacakan putusan yang menghukum Antonius lima tahun penjara, hukuman maksimal untuk pasal penistaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tak jelas mengapa hakim mengambil putusan kilat. Ada dugaan ia ingin perkara cepat beres karena tekanan massa.

Para pengunjung sidang langsung merangsek. Hakim, jaksa, dan Antonius dievakuasi petugas. Kaca-kaca dipecahkan. Ketika keributan pecah, polisi melempar gas air mata dan melepaskan tembakan. Kepala Sholahuddin, putra KH Amin Fastoni, pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawar, Kertosari, Temanggung, terserempet peluru karet. Ia dibopong ke rumah sakit. Muncul rumor ia meninggal. Massa semakin beringas.

l l l

FARID Ibrahim, Ketua Gerakan Pemuda Ka’bah Temanggung, menuturkan, tanda-tanda kerusuhan sudah dirasakan pada sidang 27 Januari. Ketika itu massa merangsek ke kursi terdakwa. Antonius dipukuli hingga babak-belur. Polisi mampu mengatasi kekerasan tak berkembang lebih besar. Sehari menjelang sidang pada Selasa pekan lalu, aparat keamanan meminta warga waspada. Sekolah Kanisius Temanggung meliburkan siswanya.

Menurut Bupati Temanggung Hasyim Affandi, penjagaan tak ditingkatkan. Sebab, kata dia, rapat musyawarah pimpinan daerah pada Jumat pekan sebelumnya memutuskan polisi yang dibantu tentara hanya akan bertindak persuasif. ”Makanya cuma ada enam polisi yang menjaga gereja,” tuturnya.

Hasyim menyatakan rapat digelar karena aparat sudah mengetahui ada konsentrasi massa yang akan menyerbu Pengadilan Negeri Temanggung. ”Kami sudah dapat data dari intelijen daerah,” ujarnya. Ia menyebutkan massa muncul dari Pekalongan, Solo, dan Sumowono—pegunungan Ambarawa.

Said Sungkar, Ketua Dewan Syura Front Pembela Islam Pekalongan, mengatakan memang hadir di Temanggung. Tapi ia menyatakan hadir ke pengadilan karena kebetulan. ”Saya mengantar obat herbal ke pembeli,” ujarnya. Ia memang penjual obat herbal.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Edward Aritonang memperkirakan sekitar 800 orang hadir ketika putusan dibacakan. Mereka datang dari luar Temanggung karena memperoleh pesan pendek berisi undangan dakwah. ”Mereka berbaur dengan masyarakat Temanggung,” ujarnya. ”Tapi undangan itu dibelokkan menjadi kerusuhan.”

Aditya, penduduk Temanggung yang melihat aksi perusakan, melihat semua pelaku menggunakan kendaraan berpelat nomor luar Temanggung. ”Tidak ada yang berpelat AA,” katanya. AA adalah pelat nomor di wilayah Kedu, termasuk Temanggung.

Yophiandi (Jakarta), Rofiudin, Anang Zakaria (Temanggung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus