Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Gunungkidul - Teman difabel kerap menghadapi kendala ketika berhadapan dengan urusan administratif. Ketika membuka rekening di bank misalnya, tunanetra kesulitan membubuhkan tanda tangan yang mesti presisi dan sama setiap kali diperlukan. Mereka juga kesulitan memiliki kartu ATM dengan alasan khawatir melakukan kesalahan dan disalahgunakan oleh orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Kesulitan Teman Disabilitas Saat Berurusan dengan Bank
Tantangan yang hampir sama juga dialami teman disabilitas ketika mengurus Surat Izin Mengemudi atau SIM dan Kartu Tanda Penduduk atau KTP. Aktivis Bidang Advokasi dari Sasana Inklusi dan Gerakaan Advokasi Difabel atau Sigap, Purwanti mengatakan teman difabel acapkali terganjal saat mengurus KTP dan SIM karena tak bisa membubuhkan tanda tangan maupun cap jempol. Kondisi ini dialami oleh disabilitas daksa yang tidak mempunyai jari tangan atau tunanetra yang hanya bisa melakukan cap jempol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sistem dibuat dengan pemindaian cap jempol. Selain itu tidak bisa," kata Purwanti di acara seminar 'Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Sipil dalam Mendorong Perlindungan Hukum dan Kebijakan yang Inklusif' di Temu Inklusi 2018 di Lapangan Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Selasa, 23 Oktober 2018.
Purwanti menceritakan proses advokasi yang dilakukan lembaganya terhadap teman disabilitas yang kesulitan mengurus SIM. Seperti upaya untuk melakukan cap jempol dengan ruas jari yang tersisa, petugas tetap menolak difabel tersebut untuk mengurus SIM. Akhirnya mereka berkompromi dengan menggunakan jari jempol anggota keluarga difabel setelah mendapat jaminan tidak menyalahgunakannya.
Baca juga: 6 Cara Mengajarkan Anak Berinteraksi dengan Disabilitas
Cara lainnya, berkonsultasi dengan pihak kejaksaan dan kepolisian tentang perlu tidaknya pengesahan cap jempol tersebut oleh notaris. "Kedengarannya lucu, tapi difabel sering berhadapan dengan sistem. Dan untuk mengubah sistem itu, sulit," kata Purwanti. Di sisi lain, seorang difabel bisa mengalami lebih dari satu bentuk disabilitas. Semisal, tunawicara sekaligus tuli.
Farid Nur Syamsi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan atau PSHK punya cerita lain lagi. Bagi tunadaksa yang tidak memiliki jari, maka foto pada KTP-nya bukan hanya wajah tapi juga foto tangan untuk menunjukkan kondisinya. "Cara ini dilakukan untuk menunjukkan alasan kolom tanda tangan dan cap jari dikosongi," kata Farid.
Hakim Pengadilan Negeri Wonosari, Gunungkidul, Natalin Setyowati mengatakan difabel yang tidak bisa melakukan cap jempol ataupun tanda tangan sebenarnya bisa diganti dengan pemindaian melalui retina mata. Hanya saja, mahalnya biaya untuk melakukan perubahan sistem seringkali menjadi alasan yang menyulitkan difabel. "Jadi, jalan keluarnya lewat kompromi dengan pihak-pihak terkait itu," ucap Natalin.