Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Telaah yang menjerumuskan

Rusli Desa -- Pemred Gawi manuntung dan eks anggota DPR-- diskors keanggotaannya di pwi kalimantan selatan. makalahnya memojokkan Gubernur Said dan Pemda Kal-Sel.Rusli dituduh menyebar fitnah.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBUAT analisa politik ternyata bisa menjerumuskan. Itulah nasib yang kini menimpa Rusli Desa, bekas anggota DPR serta manggala BP-7 Pusat, yang kini menjabat pemimpin redaksi (pemred) koran terbitan Banjarmasin, Gawi Manuntung. Kisahnya, seorang warga Banjarmasin, 30 Oktober 1989 lalu, melayangkan surat ke 10 instansi di Jakarta, termasuk ke Kotak Pos 5000. Surat itu dikirim dengan nama dan alamat jelas. M. Taberi, si pengirim, antara lain, mempertanyakan sikap Gubernur Kalimantan Selatan, yang tampaknya sengaja mendiamkan penyelewengan di perusahaan daerah Bangun Banua. Taberi menulis, pencopotan Djubaidi sebagai direktur operasi di PD Bangun Banua oleh Gubernur Said hanyalah kamuflase belaka, karena Djubaidi ternyata masih aktif. Taberi melengkapi laporannya dengan kliping berita dan karikatur koran Banjarmasin Post. Surat Taberi yang memakai kertas berkop DPD Golkar itu tak seberapa seru kalau tak ada embel-embelnya. Di situ terlampir pula makalah delapan halaman berjudul "Telaah Masa Lima Tahun Jabatan Gubernur TK I Kal-Sel 1985/1990", yang tak mencantumkan nama penulisnya. Menurut makalah itu, berkat Said, posisi-posisi strategis di Pemda Kal-Sel dijabat oleh orang NU (Nahdlatul Ulama), eks parpol yang dulu membesarkan Said. Selain itu, jabatan sekwilda tingkat II dan camat-camat dalam kota diberikan pada orang-orang dari Kandangan, daerah kelahiran Gubernur Said. Secara konsepsional, hal ini bisa memperkecil peranan ABRI di Kal-Sel. Said juga dituding membangun lapisan kekuatan dari pers. Tujuannya, untuk mengamankan tindakan yang mereka lakukan. Keruan saja, Said berang. Apalagi sampai pula ke mejanya surat kaleng berisi tuduhan yang menyebut Said punya kekayaan Rp 4,5 milyar di bank OEB Banjarmasin, plus kapal khusus pengangkut aspal. Said, pada 30 Maret silam, meminta Kejaksaan Tinggi dan Polda mengusut surat bernada fitnah itu. Maka, selama lima jam, 5 April silam, Taberi diperiksa Kejaksaan Tinggi dan Polda Kal-Sel-Teng. Di situ Taberi mengaku, yang menulis makalah itu adalah Rusli Desa. Pekan lalu, pada TEMPO, Taberi bercerita, "Surat analisa politik itu kan Rusli yang bikin, dan ia titipkan pada saya untuk dikirim." Rusli sendiri mengakui, memang dialah yang membuat makalah itu. "Tapi saya membuatnya dalam kapasitas saya sebaga pemred Gawi Manuntung. Tulisan itu sebetulnya masih mentah," katanya. Karena Taberi bersikeras ingin melampirkannya Rusli akhirnya menurut. Apa pun alasannya, Rusli pun diusut pihak kejaksaan dan polisi. Sebelum maju ke kejaksaan, pada 7 April lalu, Rusli melayangkan surat permintaan maaf kepada Said. Isinya, mencabut surat yang di akuinya tak punya landasan dan dasar yang kuat yang dapat dipertanggungjawabkan. Surat pengakuan dosa Rusli itu ternyata jadi bumerang. PWI Kal-Sel dalam rapatnya 15 April lalu, yang kabarnya berjalan alot dan diakhiri dengan voting, menjatuhkan hukuman skors pada Rusli dari keanggotaan PWI. Menurut Ketua PWI Kal-Sel, Djok Mentaya, perbuatan Rusli itu sangat bertentangan dengan profesi wartawan yang memberi informasi terbuka dan bertanggung jawab. "Apalagi ia berusaha memecah belah kalangan surat kabar dengan menyebut ada surat kabar yang jadi suara Gubernur dan surat kabar oposan," ujar Djok. Ketua PWI Kal-Sel itu mengatakan, kalau kelak Rusli terbukti bersalah menyebar fitnah, ia bisa diberhentikan dari keanggotaan PWI. Otomatis, jabatannya sebagai pemred juga punah. Namun, peluang buat Rusli untuk tetap diakui sebagai wartawan masih terbuka. Ia berhak mengajukan banding ke PWI Pusat. Skors itu membuat Rusli gundah. Apalagi, menurut dia, keputusan itu diambil tanpa terlebih dulu meminta keterangannya. "Janganlah saya dicabut dari dunia wartawan," ujarnya kepada Amin Hatta dari TEMPO. Tentany surat kaleng yang tersebar sebanyak 30 pucuk itu, Rusli membantah keras. "Demi Allah, saya tidak tahu soal surat kaleng itu," katanya. Ia sudah mengirim surat berisi permohonan banding ke PWI Pusat. "Mudah-mudahan, mereka mengabulkan permohonan saya," ujarnya. LD

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus