Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menebar ancaman pada Senin pekan lalu: dosen pegawai negeri sipil yang menjadi anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mesti mengundurkan diri. Jika tak dituruti, ia akan mengumumkan nama mereka ke publik.
Nasir mengumpulkan rektor dari seluruh Indonesia di Jakarta pada Rabu pekan lalu. Dia akan mengumumkan dosen-dosen yang terlibat HTI dalam pertemuan tersebut, menyusul keputusan pemerintah membubarkan organisasi yang telah 20 tahun berdiri itu karena menganggapnya tak sejalan dengan ideologi Pancasila.
Dalam pelbagai kampanye publiknya, HTI memang hendak mendirikan khilafah--pemerintahan internasional berlandaskan hukum Islam. "Tidak ada pengumuman nama-nama," ujar Tafdil Husni, Rektor Universitas Andalas, Padang, yang datang ke pertemuan itu.
Nasir, kata Tafdil, hanya mengimbau agar pegawai negeri sipil taat pada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Toh, nama-nama akademikus yang menjadi pengurus dan simpatisan HTI keburu beredar. Dokumen PDF setebal 73 halaman itu memuat nama dosen berdasarkan kabupaten dan kota. "Saya tak tahu," kata Inspektur Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jamal Wiwoho.
Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo yang mengkonfirmasi daftar itu. Ia mengaku tahu ada peredaran dokumen simpatisan dan pengurus HTI. "Sumbernya enggak jelas," ujarnya.
Soedarmo mengklaim lembaganya punya data yang lebih akurat soal siapa saja pegawai negeri sipil, termasuk dosen, yang terlibat di HTI. Daftar tersebut adalah hasil pemantauan kementeriannya sejak 2014. Kementerian Dalam Negeri, kata Soedarmo, menggerakkan komunitas intelijen daerah di setiap kabupaten untuk memperbarui data itu.
Daftar tersebut, menurut dia, didukung dengan bukti-bukti sahih tentang keterlibatan pegawai negeri sipil di HTI sehingga mereka tidak bisa mengelak ketika dikonfirmasi. Apalagi, setelah HTI resmi dibubarkan pemerintah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengirim surat edaran kepada kepala-kepala daerah untuk memperbarui data itu.
Meski tak mengetahui ada daftar pengurus dan simpatisan HTI, Jamal Wiwoho mengatakan dosen dalam daftar itu akan ditindak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Mereka akan dipanggil dan diminta keluar dari organisasi itu.
Jika menolak keluar dan malah merekrut anggota, para akademikus itu akan diberi sanksi. Sanksi terberat berupa pemecatan dengan tidak hormat. "Pegawai itu tidak akan mendapatkan uang pensiun," ujar Jamal.
Beberapa universitas telah menindaklanjuti ancaman Menteri Nasir itu dengan memanggil para dosen yang tercantum dalam kepengurusan HTI. Universitas Airlangga, Surabaya, misalnya, sudah memanggil seorang dosen yang namanya tercantum dalam kepengurusan HTI Kota Surabaya. "Kami ajak berdiskusi dan kami ingatkan dia akan janji dan sumpahnya," kata Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih.
Adapun Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Panut Mulyono, tak ingin buru-buru bertindak. Dia juga tidak mau bergerak berdasarkan daftar 73 halaman yang tersebar di masyarakat itu karena khawatir nama-nama tersebut hanya catutan. "Harus diklarifikasi lebih dulu," ujarnya. "Jika terbukti, baru kami tindak."
Gadi Makitan, Andri El Faruqi (Padang), Artika Rachmi Farmita (Surabaya), Muh Syaifullah (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo