Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana revisi atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran disingkat RUU Penyiaran banyak mendapat penolakan dari komunitas pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana (Unud) Ni Made Ras Amanda Gelgel menilai perlu ada kepedulian dan sensitivitas terhadap kemerdekaan pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi RUU Penyiaran inisiatif DPR tersebut, Amanda mengungkapkan terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Ada beberapa pasal yang kemudian mengundang pro kontra, tapi saya fokus bahwa RUU yang baru ini terdapat pasal yang bertentangan dengan UU Pers,” kata Amanda kepada Tempo, Kamis, 16 Mei 2024 di Denpasar.
Lebih lanjut, terkait larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran, Amanda mengatakan, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas kemerdekaan pers. “Pasal yang melarang penayangan jurnalisme investigatif adalah hal yang benar-benar bentuk pelanggaran atas kemerdekaan pers. Kemerdekaan pers diatur secara cukup mulia di UU Pers, dan ini bila ada pelarangan maka bertentangan” kata dia.
Menurutnya larangan ini sama dengan pensensoran hasil karya jurnalistik. Selain itu, ia menambahkan, perselisihan antar pemberitaan melalui penyiaran yang dimediasi oleh KPI juga seakan menafikan keberadaan Dewan Pers. “KPI tidak memiliki kewenangan seperti DP (Dewan Pers) yang menjadi mediasi perselisihan pers,” ujarnya.
Sementara itu , gelombang penolakan dari komunitas pers ini lahir sebab beberapa pasal yang bertentangan atau kontradiktif dengan UU Pers dapat mengancam indepedensi pers, pasal-pasal tersebut lahir karena pada proses penyusunan RUU tidak melibatkan Dewan Pers. Menanggapi hal tersebut Dosen Ilmu Komunikasi Unud ini mengatakan apabila Dewan Pers tidak dilibatkan, maka perlu ada perspektif yang lebih luas dalam melihat elemen-elemen dari penyiaran. “Ya bila tidak melibatkan (Dewan Pers) minimal memiliki perspektif yang lebih luas dalam melihat elemen-elemen dari penyiaran,” ujarnya..
Amanda menegaskan perlu ada kepedulian dan sensitivitas terhadap kemerdekaan pers dan melihat dunia penyiaran bukan hanya sebagai entitas bisnis. Ia menambahkan, apabila pasal-pasal ini ngotot disahkan, maka tibalah masa pembungkaman jurnalisme investigasi.“Bila disahkan dengan pasal-pasal yang diajukan maka selamat datang di masa pembungkaman jurnalistik investigasi televisi berkualitas.”
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, saat ini dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Dewan Pers juga telah menggelar rapat bersama seluruh konstituen dan sepakat untuk meminta penundaan revisi RUU Penyiaran dan memastikan pelibatan masyarakat yang lebih luas.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | DEWAN PERS
Pilihan editor: Tolak RUU Penyiaran, Puluhan Jurnalis di Kota Malang Demo di DPRD