Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dua Sekoci di Partai Slipi

Golkar terbelah menjadi dua kubu setelah Setya Novanto menjadi tersangka korupsi eKTP. Kader muda Golkar ikut terseret.

31 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN para politikus Partai Golkar di Bakrie Tower, Jakarta, pada Selasa pekan lalu itu mulamula berlangsung gayeng. Ketua Umum Golkar Setya Novanto dengan tenang melaporkan tujuh keputusan rapat pleno sepekan sebelumnya kepada Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, pemilik gedung perkantoran 50 lantai itu.

Tensi mulai menghangat saat Setya memaparkan alasan di balik keputusan partai mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden pada pemilihan 2019. "Mengapa tetap mendukung jika tak menguntungkan partai?" seorang politikus mengulang pertanyaannya dalam rapat itu kepada Tempo pada Kamis pekan lalu.

Menurut politikus ini, suaranya mendapat dukungan sejumlah tokoh senior Golkar yang hadir. Mereka juga merasa dukungan terhadap Jokowi tak memberikan keuntungan terhadap elektabilitas partai. Faktanya, popularitas Golkar melorot sejak mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi dalam musyawarah tahun lalu.

Setelah berdebat selama hampir tiga setengah jam, para politikus itu sampai pada kesimpulan. Bunyinya meminta Setya memperhatikan penurunan elektabilitas partai sebagai modal berlaga dalam pemilihan anggota legislatif 2019.

Hari itu Setya memboyong pengurus inti partai. Misalnya Sekretaris Jenderal Idrus Marham, Ketua Harian Nurdin Halid, serta sejumlah ketua koordinator, seperti Yorrys Raweyai dan Nusron Wahid. Sedangkan Aburizal didampingi beberapa tokoh senior Golkar, seperti Fadel Muhammad, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, mantan Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris, serta Rully Chairul Azwar.

Fadel Muhammad mengakui ada sejumlah pertanyaan dari kader senior terhadap kinerja Setya Novanto. Hanya, dia tak bersedia menjelaskan detail. "Kami dilarang membicarakan masalah internal agar tak menimbulkan gejolak," katanya pada Jumat pekan lalu.

Meskipun tak pernah disampaikan secara terbuka kepada publik, perseteruan para politikus Golkar tak bisa disembunyikan. Golkar terpecah dalam dua kubu terutama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (eKTP), yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Salah satu kubu dimotori Yorrys Raweyai. Politikus yang dijuluki "Panglima Naga Sembilan"kelompok pengusaha Tionghoa yang menguasai bisnis gelap di Jakartaitu mempertanyakan peringatan partai kepadanya karena acap mengkritik Setya. "Kenapa surat peringatan itu ada?" ujarnya kepada Sekretaris Jenderal Idrus Marham dalam rapat di Bakrie Tower, seperti dituturkan koleganya.

Idrus mulanya hendak memberikan jawaban atas pertanyaan Yorrys dalam forum. Namun, kata seorang peserta, kakinya disenggol Nurdin Halid. Idrus pun memberikan jawaban setelah pertemuan bubar langsung kepada Yorrys. "Ini untuk keutuhan partai," tutur Idrus saat dimintai konfirmasi.

Perseteruan Yorrys dan Idrus meruap jauh sebelum Setya menjadi tersangka eKTP. Dalam sebuah diskusi di Hotel Puri Denpasar pada April lalu, Yorrys memprediksi Setya segera menjadi tersangka. Pernyataan itu disambut Setya dengan menjatuhkan surat peringatan.

Perseteruan keduanya makin tajam setelah Setya benarbenar menjadi tersangka. "Apa yang saya katakan terjadi. Lalu salah saya di mana?" ucap Yorrys soal surat peringatan itu. Di Golkar, ia satu sekoci dengan Kahar Muzakkir, ketua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang dicopot oleh Setya karena tak lagi mendukungnya.

Adapun Idrus disokong Nurdin Halid. Mereka setia berada di belakang Setya dan memilih mempertahankannya sebagai Ketua Umum Golkar. Menurut seorang politikus Golkar, kedua kubu bersaing mendapatkan surat pelaksana tugas dari Setya. "Saya yang sudah diberi mandat menjalankan operasional partai," kata Idrus.

Munculnya dua kubu di Golkar menyeret kelompokkelompok lain di partai ini. Yorrys mendapat dukungan Generasi Muda Partai Golkar (GMPG), yang dimotori oleh mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Ahmad Doli Kurnia. Mereka menyuarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar untuk mengganti Setya.

Pada Selasa pekan lalu, anggota GMPG mendatangi markas Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat. Kehadiran mereka dihalangi pasukan Brigade Mobil bersenjata lengkap. Mereka urung masuk kantor Golkar dan hanya membentangkan spanduk bertulisan "Gerakan Golkar Bersih" di pintu gerbang.

Doli mengatakan gerakan ini bertujuan menjaga citra Golkar agar tak terseret perkara korupsi eKTP. Dia menuding pimpinan kolektif Golkar terlalu permisif pada persoalan korupsi. Akibatnya, Doli menilai, tokohtokoh itu menganggap korupsi sebagai persoalan biasa. "Masak, melindungi tersangka korupsi disebut solid?" ujar anggota GMPG, Mirwan Bz. Vauly.

Manuver Doli cs dibaca oleh kelompok pendukung Idrus Marham. Sebelum kedatangan Doli Kurnia ke kantor Golkar, Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Maman Abdurrahman menggelar jumpa pers. Orang dekat Idrus Marham ini mendapat tugas membantah opini publik yang bakal disampaikan Doli. Maman mengatakan generasi muda Golkar tetap mendukung Setya. "Kami akan selalu bersama menjaga eksistensi partai," katanya.

Selain menggembosi GMPG, Idrus menggalang dukungan ketua Golkar tingkat provinsi. Ia mengumpulkan mereka di Hotel Sultan, Jakarta, pada Jumat dua pekan lalu dan mengumumkan kesetiaan kepada Setya Novanto. "Kami mendukung seluruh keputusan partai," ucap Ketua Golkar Sulawesi Tenggara Ridwan Bae.

Idrus juga mendatangi lawannya, dengan menemui Kahar Muzakkir di rumahnya pada Rabu pekan lalu. "Ah, hanya silaturahmi biasa," kata Idrus. "Pak Kahar kan kader senior partai." Hanya, di kalangan politikus Golkar, isi pertemuan kadung menyebar bahwa Idrus meminta dukungan agar tak terdepak dari kursi sekretaris jenderal.

Sebaliknya, Yorrys Raweyai juga menggalang dukungan dari politikus yang tak lagi mendukung Setya. Ia bahkan sudah menyiapkan kepengurusan partai jika musyawarah nasional luar biasa disetujui mayoritas kader Golkar. Kubu ini akan mengusung Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Airlangga kabarnya sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Presiden mendukungnya karena ia menjabat menteri sehingga lebih mudah mendapat sekutu. Ketika dimintai konfirmasi, Airlangga tak membenarkan atau menyanggah manuvermanuver itu dan dukungannya dari pemerintah. "Nanti saja," ujarnya ketika ditanyai soal itu.

Melihat pergerakan temantemanya yang kian masif dan intens, Idrus mengingatkan bahwa dia yang memegang mandat mengendalikan operasional partai bersama Nurdin Halid oleh Setya Novanto. Yorrys tak menggubrisnya. Ia mengatakan partai harus diselamatkan. "Caranya seperti apa, lihat saja nanti," katanya. Rapatrapat di Bakrie Tower agaknya akan makin panas.

Wayan Agus Purnomo, Ahmad Faiz

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus