Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Fatima, Menjelang Satu Abad

9 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yohanes Paulus II menekukkan lututnya yang tua dengan susah payah. Lalu, ia menundukkan kepala, berdoa di depan Gua Maria dari Fatima. Saat itu bulan Mei dan musim bunga belum berakhir. Pohon oliveira serta pokok-pokok penheiras berkembang, meneduhi gua tempat sang Madonna—begitu Paus menyebutnya—yang berwajah Eropa, tegak dalam keanggunan. Kepadanya, Yohanes Paulus menyerahkan sebentuk cincin dari Istana Vatikan. Ia juga memasangkan peluru—dikeluarkan dari tubuhnya setelah percobaan penembakan pada 13 Mei 1981—di antara tiara mahkota Bunda Maria.

Bagi Paus, Madonna bukan cuma menyelamatkan nyawanya. Jauh di awal abad, Bunda Maria telah "meramalkan" nahas itu kepada tiga anak gembala dari Fatima. Maka, dalam kunjungan ke sana, Mei silam, Paus mempersembahkan sebuah misa agung di hadapan ratusan ribu umat—kebanyakan datang dari berbagai penjuru Eropa. Ia juga mengumumkan beatifikasi (pentahbisan menjadi orang suci) Jacinta dan Fransisco Marto, dua dari tiga penerima pesan-pesan penampakan Maria di Fatima.

Setelah hampir satu abad, wajah Fatima masih tetap gersang dan berbatu-batu. Tapi enam juta lebih pelancong dan peziarah yang mengalir sepanjang tahun membuat pemerintah Portugal tak bisa lagi memandang sebelah mata ke desa itu. Ia menyumbang sekitar US$ 30 juta (sekitar Rp 240 miliar pada kurs Rp 8.000) per tahun. Dana itu kian deras mengalir pada Mei dan Oktober, masa puncak keramaian ziarah.

Inti ziarah adalah Gua Fatima, lokasi penampakan. Di tempat itu didirikan Kapel Penampakan Maria. Di situlah, setiap hari, dipersembahkan misa dalam enam bahasa resmi: Portugis, Italia, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman. Sekitar 50 meter dari gua, nyala ribuan lilin berpendar-pendar, membuat udara musim panas kian hangat. Di seputar gua, ratusan toko cenderamata menjual lilin, rosario, buku doa, dan botol-botol air suci. Hotel, restoran, toko, dan kedai minum berjejer di setiap sudut, menanti pengunjung.

"Selama 40 tahun, saya hidup dari menjual cenderamata untuk pelancong," ujar Veronica Gomes, 65 tahun. Atau Sonia Carvalho, 23 tahun, penjaga toko suvenir. "Saya kurang yakin pada penampakan itu. Yang penting, saya mendapat upah cukup dari toko ini," ujarnya kepada TEMPO. Peziarahan Fatima telah menjadi sumber ekonomi bagi penduduk setempat. Memang ada usaha pertanian kecil-kecilan yang menghasilkan sayur-sayuran, kentang, dan vinho, minuman khas Portugal. Tapi hasilnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan uang yang masuk dari keran pariwisata.

Situasi ini sempat mendatangkan kritik pedas dari Pastor Mario de Oliveira, penulis buku Fatima Nunca Mais. "Fatima kini berkembang sebagai pusat bisnis, bukan lagi pusat ziarah religius," komentarnya. Apa boleh buat, Fatima bukan lagi "desa miskin yang tak dikenal". Namanya masuk dalam agenda libur jutaan umat Katolik di dunia. Ia menjadi pusat kegiatan religius sekaligus menciptakan aneka peluang bisnis—sebuah fenomena klasik yang bisa ditemukan hampir di semua pusat peziarahan agama, di mana pun.

HYK dan Antonio Ramos Naikoli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus