Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gebrak meja terkadang perlu

Wawancara tempo dengan menteri luar negeri, ali alatas, tentang berbagai hal. belum 2 minggu menjabat menlu, ia mengunjungi negara-negara asean. dalam diplomasi, kadang-kadang gebrak meja.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM dua pekan menjabat Menteri Luar Negeri, Ali Alatas, 56 tahun telah melakukan "ofensif'-nya yang pertama: mengunjungi negara-negara ASEAN. Ini memperkuat dugaan, di bawah Ali Alatas -- diplomat karier pertama dalam sejarah Orba yang menjabat Menlu -- gaya Deplu akan lain. Akhir pekan lalu Fikri Jufri dari TEMPO menemuinya. Mereka pun lama berbincang-bincang tentang berbagai hal. Petikannya: Pekan lalu Anda pergi ke negara-negara ASEAN untuk melakukan kunjungan perkenalan. Mengapa justru hal itu yang Anda lakukan lehih dulu? Memang tujuan utama adalah perkenalan sesuai dengan tradisi. Tapi tentu terjadi pertukaran pikiran mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Kemudian kami mengadakan kajian bersama, usaha untuk menyelesaikan masalah Kamboja itu sampai pada tahap mana sekarang. Tahun lalu memang ASEAN sepakat untuk mengajukan suatu usul, mengadakan semacam informal meeting di Jakarta (cocktail party). Tapi kemudian terjadi berbagai perkembangan. Nah, kemudian kita perhatikam Vietnam masih tetap mengatakan akan menarik semua pasukan, tapi tahun 190. On their term. Itu 'kan bukan merupakan penyelesaian yang diharapkan. Sebentar lagi akan ada sidang PBB. Kalau keadaan yang mengambang ini dibiarkan berlarut terus, bagaimana nanti perdebatan di PBB. Lalu? Kita sampai pada satu kesimpulan: usaha untuk menyumbang penyelesaian masalah Kamboja melalui Jakarta Meeting perlu digiatkan. Jadi, pada setiap Menlu ASEAN itu saya ajukan dua permasalahan. Pertama soal format. Apa mereka setuju saya bertindak sebagai interlocutor. Sebab, interlocutor itu asumsinya diberikan melekat pada Menlu RI, bukan pribadi. Mereka setuju. Kedua, apakah mereka sepakat penyelesaian itu perlu lebik digiatkan Semua setuju dan sejalan pikiran. Ada kesan, sekarang ini, dengan Anda jadi Menlu, orang-orang berharap politik luar negeri kita yang selama ini low profile akan menjadi high profile. Saya memang agak kikuk untuk menilai istilah 1O profile dan high profile. Sebab, dalam arti harfiah, kedua istilah tersebut hanya menunjukkan hal yang fisik. Menurut saya, yang lebih penting ialah mengukur pelakcanaan politik luar negeri suatu negara dari kadar keteguhan pendiriannya, atau mutu sumbangannya terhadap penyelesaian suatu masalah. Terlepas apakah itu disampaikan secara low atau high profile? Belum tentu kalau kita gembar-gembor tapi hanya omong kosong itu akan efektif. Di lain pihak, kalau kita bersikap tenang teguh pendirian. dan rasional, kita bisa lebih berhasil. Dalam pengalaman saya, kadang-kadang gebrak meja perlu. Tapi kadang-kadang juga tidak. Ini gaya. Yang saya pentingkan kadar policy-nya. Diplomasi perjuangan tetap diplomasi kita. Melihat kembali politik luar negeri RI dalam satu dasawarsa terakhir ini. apa saja plus dan minusnya? Plusnya cukup banyak. Kita telah meletakkan dasar-dasar yang kukuh untuk kerja sama ASEAN yang benar benar diakui efektivitasnya oleh dunia luar. Dalam 10 tahun ini, kita telah berhasil secara pasti menempatkan kembali kedudukan Indonesia di percaturan internasional pada empat yang wajar, baik di Nonblok, Kelompok 77, maupun PBB Minusnya tidak besar, tapi cukup mengganggu di forum internasional, yaitu masalah Tim-Tim Diplomasi kita pada permulaan memang hams menghadapi salah pengertian dan salah persepsi yang sangat besar. Bahkan di antara teman-teman, sehingga merepotkan diplomasi kita. Tapi, akhir 1982, kita bisa sedikit menetralisasi. Masalah ini belum selesai. Dan tetap merupakan salah satu prioritas kita untuk menyelesaikan secara tuntas. Indonesia mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah KTT Nonblok. Apakah ini merupakan sikap untuk meningkatkan politik luar negeri yang lebih aktif? Memang. Dua tahun yang lalu kita telah mengambil suatu keputusan prinsipiil, bahwa kalau diterima semua anggota Nonblok, kita bersedia menyumbangkan pikiran dan konsep-konsep kita. Motivasi kita adalah semata-mata demi kebaikan Nonblok. Karena kita merasa, kita salah satu pendiri. Selama ini, karena berkembangnya keadaan, kita belum bisa memberikan sumbangan kepada Nonblok. Tapi sekarang sudah bisa. Lalu muncul soal lain, yakni Nikaragua, yang mewakili negara-negara Amerika lain. Tapi Nikaragua sendiri tidak mendapat dukungan dari seluruh Amerika Latin. Kita yakin, andai kata ada voting, jumlah suara kita akan lebih besar. Tapi sudah menjadi suatu kelaziman, kita tidak pernah voting, tapi harus musyawarah. Jadi, sekarang ini terjadi deadlock Nikaragua dan Indonesia. Padahal. masalah siapa yang akan menjadi ketua dan tuan rumah Nonblok sudah harus diputuskan pada pertemuan tingkat menteri di Siprus, September nanti. Lalu langkah apa untuk mengatasi jalan buntu itu? Saya akan trus mengembangkan dan mengontak teman-teman di Nonblok, khususnya negara-negara yang pernah menjadi ketua dan kelompok pendiri, seperti India dan Mesir. Saya juga menghubungi Nikaragua. Ini akan saya bicarakan Mei nanti di sidang mengenai perlucutan senjata di New York. Di situ saya akan me-lobby. Untuk pertama kalinya dalam GHN ditekankan agar kita mempererat hubungan dengan negara-negara Pasifik. Apa yang akan dilakukan? Kita akan berpaling bersama-sama ASEAN ke negara di Pasifik Selatan khususnya Samoa, Fiji, Solomon, PNG, dan Vanuatu yang sangat kritikal. Kita anggap Vanuatu sangat tidak mengerti tentang Indonesia, sehingga serangan-serangannya membabi buta Tapi kita tidak marah. Negara-negara ini perlu diberi pengertian, dan kita pun harus mawas diri Melalui ASEAN serta bilateral, kita mulai memberi perhatian. Antara Pejambon dan pihak ARI pernah terjadi perbedaan pandangan terhadap Indocina dan RRC. Bagaimana sekarang? Perbedaan ini sebenarnya tidak ada, dalam arti kata ada dua pola. Sebab, jangan lupa politik luar negeri setiap negara harus selalu perpaduan kepentingan-kepentingan strategis hankam. ekonomi, dan politik. Dalam menghadapi suatu masalah, tidak bisa dielakkan terjadinya perbedaan nuansa penekanan mana yang harus didahulukan. Yang penting harus diserasikan lebih dulu. Saya kira, yang dulu terjadi adalah percikan-percikan karena perbedaan nuansa dan penekanan. Tapi akhirnya 'kan menyatu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus