Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Guru yang perlu ditiru

Tim guru kunjung yang terdiri dari 12 orang guru dibentuk untuk mengajar anak-anak di daerah genangan air bendungan kedungombo. mereka mengajar di ke tiga desa sebagai guru sukarelawan.

20 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUJUH gedung sekolah dasar tenggelam ditelan genangan air Bendungan Kedungombo. Hampir 1.300 murid terpaksa memencar ke berbagai sekolah. Di antaranya ada yang pindah ke SD penampung di desa lain yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal mereka semula (820 murid), ada yang ikut orangtua mereka pindah ke desa lain (249), dan ada yang ikut orangtua mereka bertransmigrasi ke luar Pulau Jawa (106). Sisanya, 92 anak, yang masih duduk di bangku kelas satu dan kelas dua karena tak sanggup berjalan kaki lewat jalan setapak di daerah perbukitan untuk bisa sekolah di desa lain seperti kakak-kakak mereka, memilih tinggal di rumah. Murid-murid yang tak sekolah itu adalah anak-anak dari orangtua yang masih bertahan di daerah genangan air waduk. Mereka tersebar di Desa Ngrakum (38 murid), Desa Nglanji Baru (49), dan Desa Tremas (5). Setelah hampir satu kuartal tak masuk sekolah, mulai bulan lalu ke-92 murid itu sudah kembali lagi ke kelas. Ini dimungkinkan setelah Kanwil P & K Jawa Tengah mengeluarkan instruksi tentang pembentukan sukarelawan guru bagi muridmurid di ketiga desa tersebut. Tenaga pengajar sukarela itu, yang mereka sebut dengan nama Guru Kunjung, terdiri dari 12 orang guru, dan semuanya laki-laki. Menurut Kepala Dinas P & K Kecamatan Kemusu, Nyonya Sulasmi, anggota barisan Guru Kunjung memang sengaja dipilih laki-laki. Mereka harus menempuh medan yang cukup berat untuk mencapai tempat tinggal anak-anak itu -- lewat jalan setapak yang terjal, dan terkadang harus naik perahu pula. "Pengorbanan yang diberikan Guru Kunjung itu cukup berat. Tapi sudah menjadi tekad kami agar anak-anak itu tidak telantar pendidikannya, dan bisa mengikuti ujian kenaikan kelas," kata Sulasmi. "Kami merasa berdosa kalau anak-anak itu sampai telantar." Betapa tidak harus disebut pengorbanan berat. Tim Guru Kunjung, minimal sampai Lebaran lalu, tidak memperoleh imbalan apa-apa. Bahkan uang transpor ekstra pun tidak. Maka, agar tidak terlalu menimbulkan beban bagi mereka, untuk sementara tim Guru Kunjung mengajar cukup dua kali seminggu -- Rabu dan Sabtu. Yang agak beruntung adalah muridmurid Desa Nglanji. Di desa mereka ada Lasmi, 21 tahun, lulusan SMEA, dan Supono, 23 tahun, lulusan SMP, yang bersedia menjadi guru sukarela setelah didaulat warga Desa Nglanji untuk mengajar anak-anak mereka. Maka, pengajaran bisa berlangsung sepekan penuh. Lasmi dan Supono mengajar anak-anak itu berdasarkan silabus Dinas P & K Kemusu. Ruang belajar yang mereka pakai adalah salah satu rumah penduduk. Tak cuma ruang belajar yang disediakan penduduk di ketiga desa itu bagi kelangsungan pendidikan anak-anak mereka. Juga papan tulis, kapur, bangku tempat duduk murid, serta meja dan kursi bagi guru. Dinas P & K Kemusu cuma menyediakan buku-buku pelajaran. Sekalipun serba darurat, sebagian murid-murid di ketiga desa yang terkena program Guru Kunjung itu masih tetap mengenakan seragam sekolah mereka (baju putih dan celana atau rok merah hati) dan tampak bersemangat mengikuti pelajaran. Romo Y.B. Mangunwijaya, yang selama ini menaruh perhatian khusus terhadap anak-anak Kedungombo itu, juga memuji gerakan Guru Kunjung tersebut. "Efektif atau tidak, itu soal lain," katanya. Ia menambahkan, gerakan itu akan efektif kalau pemerintah mengajak pihak swasta. Bagaimana dengan murid-murid yang harus mengikuti Ebtanas? Dinas P & K Kemusu menampung murid-murid dari tujuh SD daerah genangan Waduk Kedungombo tersebut untuk mengikuti ujian akhir di SD desa lain. Hasilnya belum ketahuan.Laporn Kastoyo Ramelan, I Made Suarjana dan Nanik Ismiani (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum