Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAKASSAR - Pengadilan Tinggi Makassar menolak permohonan banding bekas Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan Andi Muallim, terdakwa kasus korupsi dana bantuan sosial. "Hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama," kata juru bicara Pengadilan Tinggi, Suharjono, kemarin.
Muallim divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim tinggi menilai terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Suharjono mengatakan perkara tersebut diputuskan hakim pada 2 Maret lalu. Majelis hakim dipimpin oleh Daniel Paerunan sebagai ketua, didampingi oleh Muhammad Subaedi dan hakim ad hoc Fatma D. Liman, masing-masing sebagai anggota.
Menurut Suharjono, dalam materi putusan, hakim tinggi sependapat dengan pertimbangan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar. Muallim dinilai telah menyalahgunakan wewenang sebagai kuasa pengguna anggaran dalam penyaluran dana bantuan sosial. Akibat perbuatan itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp 8,8 miliar.
Hakim berpendapat Muallim tidak mengawasi penyaluran dana bantuan sosial serta mengabaikan langkah verifikasi dan validitas lembaga penerima. Walhasil, dana itu mengalir ke 202 lembaga, organisasi, dan yayasan yang diketahui fiktif.
Muallim juga dinilai menyetujui pencairan dana bantuan. Padahal, pencairan itu tidak memiliki dasar hukum berupa peraturan gubernur yang mengatur proses penyaluran dana bantuan sosial, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Suharjono mengatakan materi putusan saat ini masih dirampungkan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan segera menyerahkan putusan itu kepada panitera Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar.
"Kami mempersilakan pihak terdakwa bila berniat mengajukan kasasi terhadap putusan itu," ujar Suharjono.
Pengacara Muallim, Tadjuddin Rahman, menolak mengomentari putusan hakim tinggi itu. Ia berdalih belum menerima putusan secara resmi dari hakim tinggi. "Belum ada komentar dan tanggapan apa-apa. Kami tunggu salinan putusan," kata pengacara senior itu.
Pengamat hukum, Marwan Mas, menilai keputusan hakim tinggi sudah tepat. Menurut dia, meski Muallim tidak terbukti menikmati dana bantuan, ia telah lalai dalam menjalankan tugas yang mengakibatkan kerugian negara.
Marwan mengatakan perkara yang menjerat Muallim harus dijadikan pelajaran bagi para pejabat dalam mengelola keuangan negara. Menurut dia, perkara korupsi bukan hanya menjerat pihak yang menikmati uang negara, tapi juga pihak yang mencairkan uang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dalam kasus ini, jaksa juga menyeret bekas Bendahara Pengeluaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Anwar Beddu. Anwar telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 15 bulan penjara.
Adapun empat tersangka lainnya dalam perkara ini bakal segera diadili. Mereka adalah legislator Derwan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar, Mustagfir Sabry; bekas legislator DPRD Sulawesi Selatan, Muhammad Adil Patu; bekas legislator DPRD Kota Makassar, Mujiburrahman; dan politikus Partai Golkar, Abdul Kahar Gani.
"Berkas perkara tersangka akan diajukan ke pengadilan besok (hari ini)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, Deddy Suwardy Surachman.
Kasus ini mulai diusut setelah Badan Pemeriksa Keuangan merilis data yang mengungkap 202 lembaga penerima dana bantuan sosial fiktif pada 2009. Dana Rp 8,8 miliar untuk lembaga tersebut dipastikan telah merugikan negara. BPK juga menemukan bahwa dana bansos sebesar Rp 26 miliar tidak jelas pertanggungjawabannya.AKBAR HADI | ABDUL RAHMAN
Kasus Dana Bansos
Nilai Anggaran: Rp 149 miliar
Temuan BPK: 202 lembaga penerima fiktif
Kerugian negara: Rp 8,8 miliar. Sebesar Rp 26 miliar dipertanyakan kewajarannya
Tersangka lain:
1. Mustagfir Sabry
2. Muhammad Adil Patu 3. Mujiburrahman
4. Abdul Kahar Gani
2 Terpidana, 4 Tersangka
Terpidana:
1. Bendahara Pengeluaran Sulawesi Selatan
Muhammad Anwar Beddu (divonis 15 bulan penjara)
2. Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan
Andi Muallim (divonis 2 tahun penjara)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo