Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ini Saran Peneliti CIFOR untuk Perusahaan Penyebab Karhutla

Pengembalian konsesi membuat repot pemerintah juga, namun dianggap bisa membersihkan konsesi dari potensi karhutla dan konflik,

25 Oktober 2019 | 15.01 WIB

Satgas Karhutla dari TNI, Polri bersama relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan yang menjalar ke tumpukkan ban bekas di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa 22 Oktober 2019. Kencangnya angin serta sulitnya sumber air di lokasi lahan terbakar membuat api cepat meluas hingga menjalar ke tumpukkan ban bekas yang mengakibatkan asap hitam pekat membumbung tinggi dan menyulitkan petugas untuk memadamkan kebakaran tersebut. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Perbesar
Satgas Karhutla dari TNI, Polri bersama relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan yang menjalar ke tumpukkan ban bekas di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa 22 Oktober 2019. Kencangnya angin serta sulitnya sumber air di lokasi lahan terbakar membuat api cepat meluas hingga menjalar ke tumpukkan ban bekas yang mengakibatkan asap hitam pekat membumbung tinggi dan menyulitkan petugas untuk memadamkan kebakaran tersebut. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti dari Pusat Riset Kehutanan Internasional atau CIFOR, Prof. Dr.Herry Purnomo menilai, perusahaan industri kehutanan dan perkebunan lebih baik melepaskan konsesi yang berkonflik dan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Saya setuju prinsip strict liability, kalau punya konsesi ya harus tanggung jawab. Kalau nggak mau disalahkan ya lepas saja, kasih saja ke pemerintah," kata Prof. Dr. Herry Purnomo di Pekanbaru, Jumat.

Ketika pemerintah sudah memberi kepercayaan berupa konsesi untuk hutan tanaman industri maupun hak guna usaha untuk perkebunan, lanjutnya, maka korporasi mutlak harus bertanggung jawab menjaga termasuk dari perambahan dan karhutla.

Namun, kondisi yang ada sekarang adalah karhutla masih terjadi di area konsesi, dan salah satu sebabnya karena adanya konflik dengan oknum perambah.

"Saya katakan ini sudah dikuasai oknum, elit orang-orang kaya bukan orang biasa. Kalau mereka (perusahaan) nggak mampu jaga ya lepas saja," ujarnya.

Ia mengakui pengembalian konsesi perusahaan yang sudah dirambah akan membuat repot pemerintah juga, namun hal tersebut bisa membersihkan konsesi dari potensi karhutla dan konflik.

"Terserah nanti pemerintah mau kasih ke siapa," ujarnya.

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya telah menyatakan ada delapan perusahaan di Provinsi Riau yang lahannya terpaksa di segel akibat terjadi kebakaran. Inisial perusahaan tersebut adalah PT THIP, PT TKWL, PT RAPP, PT SRL, PT GSM, PT AP, PT TI dan PT GH.

Berdasarkan informasi, sebagian konsesi tersebut terbakar akibat dikuasai oleh warga yang membuka lahan. Hingga kini belum ada tindak lanjut dari penyelidikan dari KLHK terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus