Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Islam, indonesia, amerika

Di awal 1950-an kalangan politik islam indonesia akrab dengan as, khususnya masyumi. pii mengirimkan siswa untuk belajar di as. ada kesamaan sikap antara masyumi dan as yaitu sama-sama menentang komunis.

1 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMERIKA Serikat, "Si Setan Besar" bagi pengikut Ayatullah Khomeini, sedang tumbuh jadi Setan-Ukuran-Sedang di Indonesia. Setidaknya bila dilihat poster para pengunjuk rasa pekan lalu di Jakarta. Satu kalimat di sebuah poster menuduh, "Amerika main mata dengan Irak" untuk mengacau Timur Tengah. Bagi sejarah politik umat Islam Indonesia, ini suatu perubahan. Di awal tahun 1950-an, sikap kalangan politik Islam terhadap AS cukup akrab. Khususnya ketika partai Islam terbesar waktu itu, Masyumi, memimpin kabinet di bawah Sukiman Wiryosanjoyo sebagai perdana menteri. Di bawah Sukiman, (ia dokter dari Yogya yang sudah sejak muda aktif dalam gerakan Islam), politik luar negeri sangat diwarnai oleh sikap antikomunis yang keras dan kecenderungan pro-AS yang kentara. Indonesia, misalnya, ikut dalam perundingan perjanjian perdamaian dengan Jepang di San Francisco. Perundingan ini banyak ditentukan oleh Washington, untuk membuat Jepang satu sendi penting dalam perang dingin melawan Uni Soviet. Padahal, India dan Burma, yang tak hendak memihak, tak mau hadir. Yang paling seru ialah ketika Januari 1952, Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo menandatangani persetujuan bantuan ekonomi dan militer dengan duta besar AS waktu itu, Merle Cochran. Perdana Menteri Sukiman tahu perundingan ini berlangsung meskipun Subarjo tak meminta petunjuknya tentang syarat kesepakatan. Ketika beritanya bocor, Kabinet Sukiman terpaksa berhenti. Tapi hubungan antara gerakan Islam Indonesia dan AS nampaknya tak cuma sampai di situ. Pelajar Islam Indonesia (PII) juga punya peran. Seperti dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PII waktu itu, Agus Sudono (yang belakangan terkenal sebaga tokoh gerakan buruh), PII-lah yang merintis pengiriman murid Indonesia ke AS, melalui program AFS (American Field Service) yang tersohor itu. Tak mengherankan bila di tahun 1950-an banyak pelajar Islam, khususnya anggota PII, yang ikut dalam program ini meskipun program ini pada dasarnya terbuka. Misalnya Alfian (kini doktor ilmu politik), Taufiq Ismail (kini penyair terkemuka), Tanri Abeng dan Sugeng Sarjadi (kini pengusaha terkenal). Tapi ada cerita bahwa hubungan antara kalangan politik Islam di Indonesia dan pemerintah AS itu dipererat dengan bantuan CIA. Seorang bekas agen CIA yang nampaknya penting untuk Asia Tenggara, Joseph Burkholder Smith, dalam memoarnya, Portrait of a Cold Warrior, menceritakan kontak CIA dengan Masyumi waktu itu. CIA punya seorang penghubung tersembunyi, seorang Muslim Amerika yang langka. Smith secara tersirat bahkan menyebut bahwa Masyumi memperoleh dana sejuta dolar dari CIA untuk persiapan Pemilu 1955. Juga koran partai itu, Abadi, pernah disubsidi. Tak jelas bisa dipercayakah cerita Smith. Salah seorang tokoh Masyumi, Dr. Anwar Harjono, pernah mengatakan bahwa cerita itu tak benar. Pemimpin Redaksi Abadi waktu itu, S. Tasrif (kini pengacara di Jakarta), menampik memberi komentar. Betapapun, memang ada kesejajaran sikap antara Masyumi dan AS waktu itu: keduanya menghadapi ancaman komunis di Indonesia -- dan di dunia. Di bawah pemerintahan Sukiman pula tokoh muda PKI (waktu itu belum memimpin Partai), D.N. Aidit dan Njoto, ditahan. Kini ancaman itu sirna. Komunisme kalah di mana-mana, dan generasi baru yang tak mengenal semua itu muncul. Sementara itu, sejak revolusi Iran, AS telah digambarkan sebagai "musuh Islam". Posisi AS di mata orang Islam tak jadi lebih baik, ketika negeri ini tak kunjung bisa mengambil jarak dari Israel, yang menduduki tanah orang Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus