Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Izin Sulit, Kapal Dirampas

Puluhan kapal pukat harimau yang tertangkap, oleh PN Jakarta diputuskan disita untuk negara. Pemiliknya dikenakan hukuman tambahan berupa denda.

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA puluhan kapal penangkap ikan berpukat harimau mulal ditambat di pelabuhan Pasar Ikan atau Kalimati, Jakarta, menunggu keputusan pengadilan, nasib berikutnya mudah ditebak. Sebab Mahkamah Agung, begitu menurut keterangan beberapa orang hakim di Jakarta, pagi-pagi telah mengarahkan: Kapal-kapal trawl yang kena perkara di pengadilan boleh diputuskan dirampas untuk negara! Tentu saja kalau kesalahannya terbukti seperti tuduhan jaksa. Walaupun tak menyinggung, atau mengikatkan putusannya pada arahan Mahkamah Agung, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara awal bulan ini tak meleset dari dugaan. Kendati pun yang memutuskan perkara tersebut seorang hakim yang biasa bersikap lain, Bismar Siregar SH, Ketua penadilan itu sendiri. 24 kapal dinyatakan dirampas untuk negara dari 21 orang tertuduh. Selebihnya hanyalah beberapa pertimbangan hukum Bismar saja yang masih perlu dikemukakan. Ke-21 tertuduh umumnya berasal dari Bagansiapi-api Pulau Halang Riau dan Tanjungbalai. Ada yang memang pemilik kapal, ada pula yang hanya kuasa pengelola saja. Kegiatan mereka di sekitar pantai Sumatera Selatan bagian Timur, pesisir Lampung dan sekitar Teluk Jakarta. Sejak Juli kemarin, jumlahnya di atas ratusan, ditambat di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kalimati, Tanjungpriok, dengan tuduhan jaksa menangkap ikan di perairan Indonesia dan mengangkutnya ke Pasar Ikan, Jakarta, tanpa melengkapi diri dengan Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Ijin Kapal Perikanan (SIKP). Itu melanggar peraturan-peraturan, dari mulai Ordonansi Perikanan Pantai (Sth 144 tahun 1927), Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim (Stb 442 tahun 1939) sampai dengan ketentuan Menteri Pertanian yang dikeluarkan 1973. Jaksa menuntut agar hakim merampas semua kapal di samping menghukum pemiliknya dengan dcnda Rp 7.500. Tak ada tertuduh (didampingi para pembela Soenarto, Nurbany Yusuf, Hadi Soenarno, Suwarto Kolopaking dan Soediono) yang memungkiri tuduhan jaksa. Hanya mereka berpendapat, operasi mereka di laut bagaimanapun dilakukan secara sah. Mereka dapat menunjukkan SIUE', SIKP maupun Surat Ijin Pemasamn Ikan yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Apakah DKI berwenang mengeluarkan ijin tersebut? Entahlah. Yang jelas iin DKI itu dikeluarkan dengan ketegngan antara lain, sambil menunggu srat ijin dari Departemen Pertanian keluar. Pertimbangan Bismar Siregar untuk soal perijinan ini menarik. Ijin, begitu timbangnya, memang mutlak harus dari Departemen Pertanian khususnya Ditjen Perikanan. Tapi, telah bertahun-tahun para nelayan mengusahakannya, misalnya melalui PT Catur Matra atlu CV Usaha Mina, tanpa hasil. Hinga mereka menghadap hakim dan diputuskan perkaranya bulan ini ijin tak kunjung muncul. Jawaban yang postif tak ada. Ditjen Perikanan hanya menyatakan, ijin baru akan dikeluarkan setelah urusan inventarisasi kapal-kapal trawl selesai. Kapan selesainya, tak pernah diketahui para nelayan. Karena itu Bismar menilai, pelanggaran ijil bukan sepenuhnya kesalahan para nelayan. Dinilainya, ada "kelalaian di fiiak yang berwenang," dalam hal ini Ditjen Perikanan dalam melayani perijinan. Sementara itu Pemda DKI, walaupun tahu para nelayan yang membongkar ikannya di Pasar Ikan itu tak berijin, telah banyak mengambil manfaat dari mulai menutup kebutuhan ikan bagi penduduk Jakarta, juga boleh menarik retribusi, pajak dan pungutan lain. Sedangkan, menurut hukum, apa namanya menerima barang dari sesuatu pekerjaan melanggar hukum, kalau bukan penadahan? "Kesemuanya itu patut menjadi perhatian pengadilan," timbang hakim ini. Kritik Bismar terhadap pemerintah tidak mengurangi beban tanggung jawab para tertuduh. Bahkan, menurut Ketua Pengadilan Jakarta Utara-Timur ini, menangkap ikan tanpa ijin -- untuk masa sekarang ini, khususnya bukan saja tergolong soal pelanggaran semata. Akibatnya sudah merupakan kejahatan serius merusak kelestarian alam, di samping menimbulkan "keresahan karena tidak adanya perlindungan bagi nelayan tradisionil." Walau pun, sekali lagi, kelambatan peninjauan kembali peraturan dan sanksi hukuman bagi kapal-kapal pukat harimau, juga antara lain merupakan "kelalaian pembuat undang-undang". Tak ada pertimbangan lain bagi Bismar Siregar, kecuali memutuskan semua kapal, sebagai bukti pelanggaran, dirampas untuk negara. Sebelumnya telah diputuskan agar tertuduh membayar denda Rp 7.500 atau hukuman kurungan 7 hari sebagai pengganti. Di luar pengadilan ada yang bertanya. Betapapun akibatnya, apakah kendaraan bermotor dapat disita dalam suatu pelanggaran lalulintas? Bismar menjawab singkat: "Pertimbangan saya tekankan kepada akibat yang lebih luas. Beberapa kasus, seperti di Muncar tempo hari, bahkan sudah menunjukkan keresahan nelayan tradisionil, karena pukat harimau, sudah sampai di puncaknya." Sekarang, setelah kapal-kapal dirampas untuk negara, mau diapakan Pengadilan tak punya wewenang mengrusulkan apa-apa. Hanya, dalam keputusannya, hakim merasa "tak salah dan tidak berkelebihan menghimbau" mengusulkan jalan keluar. Misalnya. bekas para pemiliknya diberi kesempatan untuk ikut mengelola kembali, dengan syarat tertentu. Supaya mereka tidak kehilangan nafkah. Juga, agar kapal bekas milik mereka itu tidak jadi mubazir. Bismar berhitung: 245 kapal seharga @ Rp 15 juta, berarti ada harta seharga Rp 3,657 milyar yang harus diurus Itu baru yang di Jakarta saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus