Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Janji yang tak kunjung turun

Sejumlah transmigran mengadukan nasibnya ke DPRD Lampung. selama 17 th mereka tak mendapat hak yang di janjikan. aparat desa dan keamanan suka memukul penduduk. tanah di purwosari berstatus hutan lindung.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK semua transmigran ternyata bernasib baik di permukiman baru. Ada transmigran selama 17 tahun tak mendapatkan hak yang dijanjikan kepada mereka: lahan 13/4 hektar. Jumlahnya: 300 dari 388 kepala keluarga. Para transmigran asal Jawa Tengah dan Jawa Timur itu meninggalkan desa kelahiran mereka pada 1971 dan 1972, dan kini menetap di Desa Purwosari dan Desa Persiapan Relung Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk Purwosari berjumlah 519 kepala keluarga, sepertiga di antaranya transmigran. Sementara itu, di Relung Raya, yang dihuni 189 kepala keluarga, jumlah transmigran lebih sedikit lagi. Sudah berkali-kali wakil dari 300 kepala keluarga transmigran itu mengurus soal lahan yang dijanjikan tersebut ke berbagai instansi, tapi hasilnya nihil. Merasa nasib mereka tak diperhatikan, para transmigran malang itu -- diwakili delapan orang -- mengadu ke DPRD Provinsi Lampung, 27 Februari lalu. Dalam laporan kepada wakil-wakil rakyat itu -- yang disampaikan secara tertulis -- mereka menyebutkan bahwa mereka belum memperoleh lahan usaha I sebanyak 3/4 hektar dan lahan usaha II seluas 1 hektar. Selain itu, mereka juga mengadukan ulah Kepala Desa Relung Raya Suwito yang -- kata mereka -- suka memukul penduduk. Bahkan menelanjangi rakyat yang menanyakan hak mereka, seperti dilakukan di rumah Ma'i, Kepala Suku Relung Raya 10 Februari pukul. Selain itu, masih menurut laporan mereka, ada di antaranya yang dipukul oknum petugas keamanan. Bahkan, katanya, ada yang ditelanjangi di depan para pejabat desa. Setelah para korban menjelaskan masalah yang dituntut, para oknum petugas keamanan itu minta maaf. "Masalah ini harus diselesaikan secara tuntas. Sudah belasan tahun mereka tak mendapat tanah. Dari mana mereka makan? Kalau benar ada tentara yang memukul, akan saya laporkan kepada Danrem 043 Garuda Hitam," kata Ketua DPRD Provinsi Lampung Alimuddin Umar, seusai menerima delegasi transmigran itu. Pengaduan transmigran itu ternyata ada hasilnya. Sabtu pekan lalu, beberapa pejabat -- mulai dari Kepala Desa Purwosari dan Relung Raya sampai Kakanwil Transmigrasi -- dipanggil Gubernur. Tentang hasil pemanggilan itu, Gubernur Pudjono Pranjoto mengatakan, "Sabarlah dulu. Masalahnya sedang saya pelajari." Ada desas-desus bahwa lahan pertanian itu sudah dijual kepala desa. Betulkah? Suwito, Kepala Desa Relung Raya, membantah. "Saya tidak pernah menjual tanah. Juga tidak menggadaikan sertifikat. Saya jadi kepala desa di sini baru setahun. Saya juga tidak memukul dan menelanjangi mereka," katanya. Tapi Suwito membenarkan bahwa ia memang memanggil lima warganya pada 13 Februari lalu. Mereka itu, tambahnya, mengumpulkan KTP dan memungut uang Rp 10 ribu tiap kepala keluarga. "Itu tanpa setahu saya, dan mereka tidak mengaku untuk apa," katanya. Untuk memeriksa kelima warganya itu, Suwito minta bantuan 17 anggota Yon 143. Upaya minta bantuan itu, menurut Suwito, terdorong rasa khawatir setelah meletusnya kasus GPK Warsidi di Desa Talangsari, Lampung Tengah. "Karena tidak ada yang menjawab, salah seorang di antara mereka dipukul. Setelah itu baru mereka mengaku bermaksud menguruskan soal tanah," tutur Suwito. Sulitnya, tanah di Purwosari dan Relung Raya itu ternyata berstatus hutan lindung. Sekalipun para transmigran sudah 17 tahun menunggu belum juga terlihat isyarat mereka akan dipindahkan. Kepala Bidang Bantuan Sosial Kanwil Departemen Sosial Lampung Suroso Budi mengatakan bahwa kasus ini sudah bukan tanggung jawab instansinya. "Sejak 1980 urusan itu sudah diserahkan kepada Kanwil Transmigrasi," katanya.Budiman S. Hartoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum