Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah jalan ke Cina dibuka

Wawancara Tempo dengan Mensesneg murdiono tentang normalisasi hubungan Indonesia-RRC. Menlu Cina Qian Qichen menjamin tak akan membantu kegiatan PKI. pembauran tetap berlangsung.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBARAN awal pemulihan hubungan Indonesia-Cina telah dibuka Menteri Sekretaris Negara Moerdiono di Tokyo. Kesepakatan pencairan hubungan kedua negara itu diselesaikannya dengan Menteri Luar Negeri Qian Qichen dalam tempo 100 menit, sebelum pejabat penting Cina tersebut mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Hotel Imperial, seusai acara pemakaman Kaisar Hirohito, akhir Februari lalu. Kelahiran peristiwa bersejarah itu kembali dituturkan Moerdiono kepada A. Dahana, Sidharta Pratidina, dan Bambang Harymurti dari TEMPO di ruang kerja Menteri Senin pekan ini. Petikannya: Bagaimana proses pembicaraan di Tokyo itu dimulai? Sebelum Presiden Soeharto ke Jepang, kepala perwakilan Cina di PBB mengirim kawat kepada Duta Besar Indonesia di PBB, Nana Sutresna. Isinya: apa mungkin Menlu Cina mengadakan courtesy call (kunjungan kehormatan) dengan Presiden Soeharto saat menghadiri pemakaman Kaisar Showa di Tokyo. Juga ditanyakan apa bisa bertemu saya pada acara yang sama di Tokyo. Setelah permintaan itu dibahas, disepakati untuk menerimanya. Apa alasan menerima permintaan itu? Kita telah mempelajari perkembangan yang terjadi di Cina dan statement politik yang diberikan pejabat-pejabat mereka. Misalnya, Maret tahun silam, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan bahwa negaranya tak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Sementara itu, Presiden Soeharto juga banyak mengeluarkan pernyataan mengenai hubungan dengan Cina ini. Antara lain dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 1967, 1972, dan 1975, pidato akhir tahun 1971, dan pidato Kepala Negara di depan Sidang Umum MPR 1983 dan 1988. Saat itu kita menganggap syarat yang diminta Presiden Soeharto tampaknya akan dipenuhi Cina. Yaitu, pernyataan pemerintah maupun Partai Komunis Cina untuk tidak membantu sisa-sisa G30S-PKI. Dalam pembicaraan dengan Menlu Qian Qichen, pada 65 menit pertama maupun 35 menit kedua, saya merasa ada jaminan politik dari Cina untuk tidak membantu kegiatan PKI. Pada pembicaraan awal tersebut, kami telah mencapai lima kesepakatan, antara lain tidak boleh melakukan intervensi antarpemerintah maupun partai. Dalam pertemuan Presiden Soeharto dengan Menlu Cina itu apa sudah disepakati waktu yang dibutuhkan untuk proses normalisasi? Tukar pikiran itu berlangsung antara Menlu Qian Qichen dan Mensesneg Moerdiono. Bukan dengan Presiden. Acap kali pengertian ini dikacaukan. Dengan Presiden itu adalah courtesy call. Proses normalisasi hubungan sampai tingkat pembukaan kedutaan besar masih akan makan waktu. Pemerintah belum memiliki waktu yang pasti untuk itu. Jadi, akan ada perundingan lanjutan? Apa saja yang akan dibicarakan? Yang masih akan dirundingkan antara lain mengenai besar perwakilan RRC di Indonesia dan sebaliknya, soal dwikewarganegaraan, soal perjanjian yang pernah dibuat kedua negara masih berlaku atau tidak, sampai masalah aset Cina di Indonesia, seperti bekas gedung Kedutaan Besar RRC di Jakarta. Itu semua belum jelas. Selain janji Cina untuk tidak lagi mencampuri urusan dalam negeri Indonesia, apa ada faktor lain yang menyebabkan Indonesia menerima pendekatan RRC itu. Misalnya kaitannya dengan masalah Kamboja? Tidak ada. Tapi kita perlu melihat masalah normalisasi hubungan Indonesia-RRC ini dalam kerangka lebih besar, yakni pelaksanaan politik luar negeri kita yang bebas aktif. Bukankah dalam pembukaan UUD 45 kita disebutkan bahwa Indonesia turut bertanggung jawab dalam upaya menciptakan perdamaian dunia? Pelaksanaan politik luar negeri itu tentunya terasa janggal apabila kita tak mempunyai hubungan diplomatik dengan negara yang memiliki penduduk terbesar di dunia itu. Yang notabene berada di Asia pula. Mengenai soal yang khusus berhubungan dengan peristiwa politik pemberontakan G30S-PKI. Mengapa kita minta syarat tersebut? Karena PKI beberapa kali mengadakan pemberontakan di Indonesia. Saya terangkan kepada Qian Qichen bahwa kita telah membubarkan PKI dan melarang penyebaran Marxisme di Indonesia. Juga saya jelaskan politik Indonesia yang bebas aktif. Dan keteguhan kita yang sejak semula menganut prinsip One China policy, yang tetap diterapkan kendati hubungan dengan RRC mencapai titik terendah. Bagaimana dampak kesepakatan normalisasi hubungan dengan Cina terhadap hubungan Indonesia-Taiwan? Saya kira, hubungan kita dengan Taiwan berjalan biasa. Tidak ada masalah dan tidak ada perubahan. Apakah pertimbangan ekonomi memainkan peran penting dalam normalisasi ini? Perhitungan ekonomi, terus terang, tak dominan. Yang dominan adalah perhitungan dan jaminan politik. Apakah ada persepsi bahwa terjadi pergeseran di RRC? Bukankah di Cina sudah terjadi perubahan besar? Banyak investor asing di sana. Coca-Cola juga sudah masuk, demikian pula mode dan televisi berwarna. Bukankah ini suatu pertanda perubahan? Bagaimana dampak normalisasi ini terhadap kemantapan keamanan di dalam negeri? Saya melihat ketahanan nasional kita sudah lebih baik. Apakah itu berarti pelaksanaan pembauran di dalam negeri perlu ditingkatkan lagi? Masalah pembauran masalah tersendiri. Ini masalah kita sebagai bangsa, dan itu ditekankan dalam GBHN sejak 1983. Jadi atau tidak hubungan dengan RRC, pembauran tetap kita laksanakan sebagai bagian dari nation building. Apakah itu juga berarti larangan pengguna huruf Cina akan dihapus? Tentu saja tidak. Huruf yang tidak dikenal masyarakat kita tetap dilarang. Semua yang menyangkut beleid umum ini saya kira tak akan berubah. Memang timbul pendapat dengan adanya normalisasi hubungan dagang akan lancar. Menurut saya, ini tidak relevan. Karena hubungan dagang dengan Cina itu sudah ditegaskan berdasarkan peraturan perundangan dan kebijaksanaan yang berlaku dalam bidang ekonomi maupun hubungan dagang bilateral. Bagaimana kesiapan masyarakat dalam menerima normalisasi ini? Kalau itu sudah jadi keputusan politik, masyarakat harus mempersiapkan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus