Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kali ini tak berkelahi

Proses penyusunan calon anggota dpr di PDI dan PPP. Ada beberapa peraturan lama yang menjadi bom waktu PDI. Tak ada pencalonan untuk kelompok Naro.

14 September 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di PDI dan PPP proses pencalonan lebih tenang. Naro dan kawan-kawannya tersapu habis. Pembatasan masa tugas di DPR menjadi bom waktu PDI. ANGGOTA DPR selama ini sering diejek. Olokan sebagai tukang stempel atau 5 D (datang, duduk, diam, dan dapat duit) sudah biasa dialamatkan ke wakil-wakil rakyat itu. Meskipun demikian, tetap saja kursi DPR menjadi idaman. Akibatnya, pekerjaan menyusun daftar pembagian kursi itu pun menjadi pekerjaan yang rumit, penuh perdebatan dan move politik. "Tangan saya hampir kejang," kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia, Soerjadi. Ia mesti memeriksa dan meneken tak kurang dari 1.500 berkas pencalonan yang diajukan daerah dan cabang-cabang PDI. Tentu saja tangan kejang itu soal kecil. Yang penting adalah bagaimana ia mesti mengutak-atik nama-nama yang nantinya bakal mewakili aspirasi PDI di Senayan. Sejauh ini iklim di PDI masih baik. Padahal, paling tidak ada tiga "aliran" besar. Kelompok Soerjadi yang kuat didukung oleb aparat partai di daerah. Lalu kelompok Megawati Soekarno dengan massa besar, dan kelompok cendekiawan yang dikomandoi Kwik Kian Gie. Sejauh ini, ketiga grup ini masih rukun. Beberapa nama bahkan sudah matang. Soerjadi, misalnya, akan menduduki posisi nomor satu di Jawa Barat. Di Jawa Tengah akan dipasang Megawati, dan Guruh Soekarnoputra muncul sebagai calon nomor satu Jawa Timur. "Saya ingin membesarkan PDI. Itu baik untuk demokrasi, dan juga perlu untuk mengimbangi Golkar yang sudah terlalu lama di tempat teratas," kata Guruh. Dua orang baru, Sugeng Saryadi dan Laksamana Sukardi, juga sudah lulus mengikuti litsus. Di Jakarta, yang sempat meledak karena "banteng berkiprah" pada kampanye Pemilu 1987, PDI akan dimotori oleh Kwik Kian Gie. Namun, bukannya tak ada masalah. Konon, Kwik, karena kesibukannya, masih belum sempat terdaftar sebagai pemilih. "Saya belum tahu, apakah ini bakal mengganggu proses pencalonan Kwik," tutur seorang tokoh teras di PDI. Sebenarnya, ganjalan di Partai Banteng ini bukan hanya pada Kwik. Masih ada beberapa peraturan lama yang bisa menjadi "bom waktu". PDI melarang anggotanya duduk di DPR lebih dari dua masa jabatan. Juga ada larangan bagi ketua daerah merangkap anggota DPR. Maksudnya agar ada regenerasi dan ketua partai daerah bisa lebih serius mengurus partainya. Soal inilah yang menjadi biang keladi perpecahan antara kubu Soerjadi dan Kelompok 17 yang masih berlarut-larut sampai sekarang. Semua peraturan itu, menurut Soerjadi, masih tetap berlaku. Namun, PDI tampaknya bakal melakukan beberapa perkecualian. Misalnya saja jika tokoh tersebut memang sangat diperlukan. "Ini akan saya pertanggungjawabkan di kongres," tutur Soerjadi. Maklum, suara Soerjadi memang dominan. Boleh dikatakan dalam penentuan nama, hanya empat orang yang membuat keputusan akhir. Tiga orang penting lainnya adalah Nico Daryanto, Dimmy Haryanto, dan Fatimah Achmad. Suasana tenang juga terasa di Partai Persatuan Pembangunan. Di sini sudah ada Lajnah Penetapan Calon Pusat yang diketuai langsung oleh Ismail Hasan Metareum alias Buya sendiri. Namun, bukan berarti tak ada pergulatan. "Sejauh ini yang baru selesai adalah daerah-daerah yang enteng," kata sebuah sumber. Yang dimaksud dengan enteng adalah daerah yang "miskin" PPP. Misalnya saja Kalimantan Tengah dan Timur. Untuk wilayah yang punya massa kuat, perdebatan masih seru. Persoalan yang utama masih soal tarik tambang antara kepentingan pusat dan daerah. PPP juga mesti mempertimbangkan unsur-unsur yang tergabung di dalamnya. Maklum, partai ini adalah fusi empat partai Islam. Ada lagi target bahwa calon PPP harus pula berimbang antara ulama, pakar, dan politikus. "Memang tak diukur pakai persentase, melainkan pantasnya bagaimana. Ini yang susah," kata sekjennya, Mathori Abdul Jalil. Salah satu pakar yang sudah pasti masuk dalam daftar Partai Bintang adalah Dr. Ir. A.M. Saefuddin, guru besar manajemen pemasaran di Institut Pertanian Bogor. "Beliau kartu truf dari Jawa Barat," kata Didik Iskandar, Ketua Wilayah Jawa Barat. Saefuddin sudah ditawari PPP sejak 1990, ketika menghadiri pembahasan GBHN di partai itu. Ia langsung mengangguk ketika Buya memintanya jadi calon. "Partai itu membela yang lemah dan tertindas. Karena itu, saya sekarang memilih PPP," kata Saefuddin. Yang menguntungkan di kubu PPP, sekalipun mereka ribut berdebat tentang pusat-daerah, unsur yang berfusi, ulama atau pakar, memiliki satu kesamaan nuansa di kalangan pengambil keputusan. "Tak ada kubu-kubuan lagi," kata sumber itu. Semua orang kompak mendukung Buya, maka kelompok Naro boleh dikatakan tersapu habis. H.J. Naro, Husein Naro, Djailinar Oetomo, Safinah Oedin, Thaheransyah Karim, Mardinsyah, yang selama ini dikenal dekat dengan Naro, lenyap. Kekompakan ini bahkan merambat sampai ke daerah. Dari Yogya, misalnya, dari 15 nama yang dimasukkan, tak satu pun punya warna Naro. "Ini untuk menunjukkan bahwa kami loyal pada Buya," kata Alfian Darmawan, Ketua Wilayah Yogya. Rupanya, baik PPP maupun PDI, sebagai partai gurem, sudah sadar. Mungkin mereka malu dicap berkelahi melulu. Soal kursi, atur saja baik-baik. Yopie Hidayat, Indrawan, Iwan Q. Himawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus