Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Liku-liku perjalanan ke Senayan

Proses pencalonan anggota DPR/MPR di Golkar. Peran tiga jalur lebih aktif dalam memilih calon. Prosedur baru yang diperkenalkan adalah peran delapan koordinator wilayah.

14 September 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SARINGAN untuk menjaring calon anggota DPR/MPR terasa semakin rapat. Setelah empat kali pemilu, proses pencalonan tampak tambah rumit dan berbelit. Lagi pula, kursi di bawah Beringin itu kini tampak lebih nyaman sehingga diperebutkan banyak pihak. Pada pemilu pertama 1971, calon boleh dikatakan gampang didapat. Ketika itu, DPD belum terkonsolidasi benar. Yang memegang kendali dalam penyusunan daftar calon adalah DPP. Pembagian kursi lebih memperhatikan unsur-unsur yang dulu menjadi cikal bakal Golkar seperti Kosgoro, MKGR, dan SOKSI. Keadaan kemudian sedikit berkembang ketika Golkar dipimpin Amir Moertono. Pada Pemilu 1982, dibentuk Tim Sukses yang dimotori oleh tiga jalur yakni Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, Menteri Hankam/Pangab M. Jusuf, dan Amir Moertono sendiri. Tugas utamanya adalah memenangkan pemilu. Urusan menyiapkan kriteria dan daftar calon juga menjadi tugas tim ini. DPP lebih mendengarkan aspirasi daerah dibanding dua pemilu sebelumnya. FKP di DPR diminta mengusulkan nama-nama anggota dewan yang masih dipertahankan. DPD juga diminta mengusulkan nama-nama dari daerah. Namun, kata akhir tetap di tangan DPP. Kriteria PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela) mulai diperkenalkan untuk menilai para calon. Setiap saat, DPP mengonsultasikan calon anggota DPR/MPR dengan Ketua Dewan Pembina, sebelum daftar calon yang memuat 720 nama (dua kali kursi DPR) itu diserahkan kepada LPU. Tak ada gejolak yang berarti dalam proses pencalonan menjelang Pemilu 1977 atau 1982, ketika Golkar dipimpin Amir Moertono. Dalam kepengurusan Sudharmono, proses demokratisasi pencalonan di Golkar semakin menggelinding. Untuk 400 kursi yang diperebutkan, DPP menyusun 4.000 nama calon yang kemudian disodorkan ke 27 daerah pemilihan. Daerah kemudian diminta memilih lima puluh persen dari daftar itu atau mengusulkan nama baru. Asal jumlahnya sama, lima kali kursi DPR. Setelah itu, DPP menyusunnya menjadi 800 nama atau dua kali. Sebelum diserahkan ke LPU, nama-nama itu di-clear-kan dulu ke Bakin. Fungsi tiga jalur lebih bersifat konsultatif. Penyusunan pada dasarnya diserahkan sepenuhnya oleh tiga jalur (Sudharmono, Menteri Soepardjo Rustam, dan Menhankam/Pangab L.B. Moerdani) kepada 11 orang pengurus harian DPP Golkar yang terdiri dari ketua umum, para ketua, sekjen, bendahara, dan wakil-wakilnya. Mereka inilah yang kemudian paling banyak berperan, mulai dari menetapkan syarat-syarat hingga kemudian menentukan kata akhir. Dalam periode ini, kriteria pencalonan tingkat pusat diutamakan calon yang memiliki keseimbangan antara kemampuan dan pengaruh. Maksudnya, agar wakil di DPR benar-benar bisa berbicara untuk menyuarakan Golkar dan paham apa yang diucapkan. Tim sebelas yang dimotori Sudharmono-Manihuruk-Sukarton dengan lancar menyelesaikan daftar calon sebelum disetujui Ketua Dewan Pembina. Apalagi, Sudharmono yang ketika itu Menteri Sekretaris Negara dapat lebih kerap mengonsultasikannya dengan Presiden Soeharto selaku Ketua Dewan Pembina. Kelancaran proses penyusunan daftar calon sangat ditunjang kerapian administrasi. Kebetulan, ketika itu administrasi pencalonan didukung oleh data yang komplet, yang konon dibantu sebuah tim dari BAKN. Data ribuan kader tercatat rapi dan tim sebelas dengan mudah bisa mencomot mereka yang memenuhi kriteria. Kini gaya pemilihan calon anggota DPR/MPR tampak lebih hati-hati. Tiga jalur berperan lebih aktif dalam memilah-milah calon yang berbobot dari jutaan kader yang tercatat. Menteri Rudini, Pangab Try Sutrisno, dan Wahono sebagai unsur tiga jalur -- didampingi masing-masing dua staf -- menyiapkan kriteria dan 4.000 nama kader yang akan diorbitkan ke Senayan. Empat ribu nama yang dipilih dari kader yang tercatat itu dikirim ke daerah pemilihan. DPD diminta menyeleksi dan mengembalikan ke pusat 2.000 nama atau lima kali kursi yang diperebutkan. Prosedur baru yang diperkenalkan kali ini adalah peran delapan koordinator wilayah. Lembaga ini diharapkan menjadi jembatan antara daerah dan pusat. Tugasnya memeras 2.000 nama itu menjadi 1.200 atau tiga kali 400. Dalam proses menyaring itu, tentu saja ada nama-nama yang terpaksa dicoret atau nama baru dimasukkan. Dari daftar nama panjang itu -- lengkap dengan keterangan siapa dia si calon -- kemudian dikutak-katik DPP (tiga jalur). Hasilnya adalah deretan daftar 800 nama calon di layar komputer. Hasil susunan tiga jalur itu, setelah disetujui Ketua Dewan Pembina, sesuai dengan jadwal sedianya akan disahkan dalam rapat pleno DPP awal pekan lalu, untuk kemudian dikirim ke daerah pemilihannya. Seperti pemilu sebelumnya, para calon kali ini juga harus mendapat lolos butuh atau clearance. Mereka harus mengikuti penelitian khusus atau litsus untuk mendapatkan surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang (SKTT). Namun, jauh hari sebelum sempat disebarluaskan, daftar calon tiga jalur itu mendapat tanggapan dari sana-sini. Menurut sebuah sumber, tanggal 12 Agustus lalu para gubernur sebagai dewan pertimbangan daerah ditawari oleh koordinator dan wakil koordinator Dewan Pembina, kemungkinan ada usul-usul baru atas 800 nama yang disusun tiga jalur. Dengan dibukanya peluang untuk mempersoalkan nama-nama calon yang akan mewakili rakyat, beberapa daerah pun mulai bersoal. Maka, terjadilah tarik-ulur antara daerah dan pusat. Beberapa nama yang kurang dikenal daerah mereka usulkan dicoret. Sementara itu, DPP juga punya kepentingan untuk mempertahankan para kader yang dinilai telah berjasa ikut membesarkan dan memantapkan Golkar selama ini. Memang ada perbedaan kepentingan yang tampaknya agak seret dikompromikan. Sampai kemudian terjadi penundaan penyerahan daftar calon ke LPU itu. iah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus