Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kasus HIV di Kota Bandung Bertambah 400 Orang Setiap Tahun

Berdasarkan pola penyebarannya, mayoritas kasus HIV di Kota Bandung pada kalangan heteroseksual, kemudian pengguna narkoba dengan cara suntik.

30 Agustus 2022 | 07.20 WIB

Ilustrasi pemeriksaan HIV. ANTARA/Zabur Karuru
Perbesar
Ilustrasi pemeriksaan HIV. ANTARA/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah kasus HIV di Kota Bandung yang terakumulasi selama 30 tahun sejak 1991 hingga 2021 sebanyak 12.385 orang. Data itu menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ira Dewi Jani, diperoleh dari berbagai fasilitas layanan kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, dan rumah sakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Di tempat-tempat itu, orang dengan HIV tercatat sebagai pasien yang berobat maupun temuan baru berdasarkan hasil pemeriksaan. “Kalau kasus HIV di Kota Bandung rata-rata per tahun naiknya sekitar 300-400 orang,” ujar Ira, Senin, 29 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Setelah ditelisik lagi dari jumlah 12.385 orang kasus HIV itu, ternyata yang warga Kota Bandung berjumlah 5.843 orang. Selebihnya merupakan warga luar Kota Bandung, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi. Menurut Ira, mereka bisa berobat ke fasilitas layanan kesehatan Kota Bandung karena tidak bisa ditolak.

Alasan mereka berobat ke luar wilayah diantaranya karena stigma dan diskriminasi yang masih kuat di masyarakat. “Mereka mencari pengobatan yang jauh dari tempat tinggalnya supaya tidak ada yang mengenali,” kata Ira.

Berdasarkan pola penyebarannya, mayoritas kasus HIV di Kota Bandung pada kalangan heteroseksual, kemudian pengguna narkoba dengan cara suntik atau penasun. Usia terbanyak pada rentang 20-29 tahun.

Adapun estimasi Kementerian Kesehatan pada kurun 2020-2024 menurut Ira, jumlah kasus HIV di Kota Bandung bakal mencapai 10.538 orang. Estimasi yang dikeluarkan per empat tahun itu dibuat Kementerian Kesehatan berdasarkan antara lain, hasil survei dan perhitungan secara statistik dengan model tertentu.

Kini Dinas Kesehatan Kota Bandung masih harus melacak separuh dari angka estimasi itu yang belum tercatat. Apalagi ada target lain yaitu 3 Zero yang diantaranya tidak boleh ada kasus infeksi HIV baru pada 2030.

Cara pencegahannya yaitu lewat memutus mata rantai penularan HIV. “Salah satunya harus mencari orang yang hidup dengan HIV tapi belum tahu statusnya,” kata Ira. Kondisi itu dinilai menyulitkan karena gejala HIV tidak serta muncul melainkan berkisar 3-10 tahun setelah terinfeksi. ”Selama periode itu kalau mereka melakukan perilaku berisiko bisa menambah jumlah orang yang tertular.”

Dinas Kesehatan Kota Bandung sebenarnya punya program pelacakan seperti notifikasi pasangan. Namun pada praktiknya, petugas terkendala oleh masalah stigma dan diskriminasi. “Orangnya bisa dengan mudah tidak mengaku,” kata Ira.

Mereka juga tidak bisa dipaksa untuk melakukan tes pemeriksaan HIV selain dari kesadaran sendiri. Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan, terdapat 12 indikator yang salah satunya HIV. “Jadi setiap kabupaten kota di bidang kesehatan harus bisa menemukan orang yang bersiko tertular HIV,” ujarnya.

Berdasarkan aturan itu, ada delapan kalangan orang yang berisiko tertular HIV, yaitu para ibu hamil, pengidap TBC, infeksi menular seksual, kemudian lelaki seks lelaki (LSL), wanita pekerja seks, transgender, warga binaan pemasyarakatan, dan pengguna Napza suntik. “Mereka yang tercantum itu kita periksa jadi ketahuan,” kata dia. Pemeriksaan bisa dilakukan di 80 unit Puskesmas di Kota Bandung

Pada orang yang positif HIV, pengobatannya lewat terapi antiretroviral atau ARV. Obat itu menurut Ira, bisa membuat replikasi virus berhenti. Namun begitu virus HIV akan tetap selalu di dalam tubuh. Dengan meminum ARV, ketika pemeriksaan rutin enam bulan sekali, jumlah virusnya bisa dalam kondisi yang tidak terdeteksi.

“Jadinya enggak bisa menularkan, maka orang dengan HIV bisa menikah dan punya anak seperti biasanya,” ujar Ira. Namun begitu tantangan terapi itu terkait dengan kepatuhan. Pasien harus berobat setiap hari pada jam tertentu hingga seumur hidup.

Perawatan dukungan pengobatan atau PDP itu kini dilayani oleh belasan fasilitas kesehatan pada Puskesmas dan klinik tertentu, dan rumah sakit besar. Jika pasien berkenan, ada teman sebaya atau pendamping selama masa pengobatan.

ANWAR SISWADI

Juli Hantoro

Juli Hantoro

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus