Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sri Berkepala Gundul

Sri Suwarni, 30, TKW pulang dari Arab Saudi dan mengadu ke Sudomo. Sri disiksa dan digunduli majikannya. Kasus perlakuan majikan semakin meningkat. Banyak TKW yang pulang. (nas)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SRI Suwarni, 30 belakangan ini selalu mengurung diri dalam rumah. "Saya malu keluar dengan rambut kayak begini," ujar janda beranak empat yang bertubuh semampai itu. Rambut Sri saat ini memang mirip rambut tentara, yang terpanjang hanya sekitar 3 cm. Padahal, katanya, semula panjangnya sampai pinggang. Dua pekan lalu Sri dengan "model gundul"-nya mengagetkan karyawan Departemen Tenaga Kerja tatkala ia datang untuk menemui Menteri Sudomo. Tujuannya: mengadukan nasibnya sebagai tenaga kerja di Arab Saudi yang disiksa dan digunduli majikannya. Inilah kisah Sri, yang ditemui M. Baharun dari TEMPO di desanya, Temas, Batu, Malang, pekan lalu. Tergiur akan janji gaji Rp 500 ribu per bulan sebagai perawat di Arab Saudi, Sri lewat calo mendaftar untuk bekerja sebagai TKW (tenaga kerja wanita). Suami Sri, seorang perwira TNI-AL, meninggal karena kecelakaan dua tahun yang silam, hingga Sri dengan empat anaknya harus dihidupi orangtuanya. Sri berangkat awal November 1984. Di Riyadh, ia bekerja pada seorang dokter wanita yang sudah pensiun, Nabiha A. Sallam El-Farasi. "Rumahnya seperti hotel saja, banyak kamar, dan berlantai enam. Di situ sudah bekerja tiga orang pembantu, dua dari Indonesia, seorang dari Filipina," kata Sri. Tugas Sri ternyata bukan sebagai perawat seperti yang di sangkanya, tapi pembantu rumah tangga. "Kerjanya minta ampun. Siang malam kerja keras," katanya. Pada hari keempat, mungkin karena gemetar, Sri menumpahkan air cucian. "Ny. Nabiha marah sekali. Kebetulan tangannya memegang gunting. Langsung jilbab saya dibuka. Rambut saya digunting dan digunduli." Beberapa hari kemudian Sri mencoba lari, tapi tertangkap, entah oleh siapa. Ia mengaku disiksa Ny. Nabiha, termasuk dipaksa mencelupkan tangannya ke air panas. "Hingga tangan saya jadi begini," ujar Sri seraya menunjukkan tangannya yang menghitam. Selama empat hari ia juga disekap dalam WC. Tatkala diperintahkan membetulkan ledeng yang terletak di luar tembok tinggi halaman, Sri nekat lari. "Akhirnya saya sampai ke pos polisi. Saya langsung menangis tersedu-sedu. Saya hanya bilang: Indonesiyah, Indonesiyah...." KBRI yang ditelepon segera mengirim seorang petugas. Selama tiga hari Sri ada di pos olisi, ia diperlakukan baik. Polisi juga yang mengambilkan paspornya. Ia tidak tahu siapa yang membelikannya tiket untuk pulang ke Jakarta. Sri melapor ke kantor polisi begitu tiba di lapangan terbang Halim Perdanakusuma. Ia diberi uang untuk ongkos bis ke Malang. "Sebelum pulang saya menghadap Pak Domo dan melaporkan nasib saya. Saya menuntut ganti rugi karena rambut saya digundul dan badan saya disiksa." Cerita Sri dibantah Saleh Alwaini, presiden direktur PT Mercu Binawan, perusahaan yang mengirim Sri. Menurut Saleh, Sri ketahuan majikannya berhubungan dengan seorang sopir asal Indonesia yang tinggalbersebelahan rumah. Sang majikan memarahi Sri karena berkhalwat (pacaran) dengan lelaki hukumnya berat. Sri kemudian marah dan berkelahi dengan pembantu asal Filipina yang melaporkan dia. Si majikan membela TKW Filipina itu, dan Sri digunduli. Saleh mengaku menelepon langsung Nabiha di hadapan Sri untuk menanyakan kasusnya. Katanya, Sri kemudian mengaku memang menemui sopir itu. "Tapi 'kan kenalan saja," kata Saleh meniru jawaban Sri. Belum jelas mana versi yang benar. Tapi heboh tentang cerita perlakuan majikan di Arab yang tidak wajar pada TKW Indonesia yang mencapai puncaknya Mei lalu rupanya tetap banyak. Sejak Januari lalu, menurut sebuah sumber, tercatat ada 80 TKW yang melapor ke Polsek Halim begitu mendarat di Jakarta karena tak punya biaya kembali ke kampung. Jumlah itu belum terhitung yang tidak melapor. Umumnya mereka pulang karena diperlakukan buruk oleh majikannya. Sebagian mengaku diperkosa. "Rata-rata yang mengadu berwajah lumayan, dan berusia dua puluhan," ujar sumber tersebut. Saat ini tenaga kerja wanita Indonesia di Arab sekitar 50 ribu. Permintaan terhadap mereka rupanya terus deras, dan minat bekerja ke sana pun tetap tinggi, mungkin karena sulitnya mencari kerja di sini, sekalipun cerita perlakuan buruk tidak berkurang. "Kami tak mendorong TKW ke sana," ucap Sudomo ketika memberi keterangan pers dalam acara evaluasi akhir tahun departemennya, Kamis pekan lalu. Padahal, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri disebut Sudomo pula sebagai salah satu cara untuk menampung tumbuhnya angkatan kerja baru yang bakal muncul jutaan di Pelita IV ini (Lihat: Box).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus