Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

KemenPPPA Tekankan Pentingnya Terwujud Sekolah Ramah Anak untuk Cegah Perundungan

Sekolah ramah anak harus tercipta demi menekan angka kekerasan di sekolah.

8 Juli 2023 | 15.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Konsep Sekolah Ramah Anak Mampu Lindungi Anak dari Kekerasan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekolah ramah anak bisa menjadi salah satu komponen untuk mencegah tindak perundungan di lingkungan sekolah. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau KemenPPPA, sekolah yang ramah anak akan mampu mencegah terjadinya pembentukan perilaku perundungan dalam diri anak didik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami berharap adanya sekolah ramah anak akan mengurangi perilaku itu (perundungan),” kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA Amurwani Dwi Lestariningsih, Jumat, 7 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut laman SIMPKB (Sistem Informasi Manajemen untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan), konsep Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan kondisi aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya, selama anak berada di satuan pendidikan.

Sekolah ramah anak juga perlu mendukung partisipasi anak, terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan pengawasan. Prinsip utama sekolah ramah anak adalah bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Amurwani menjelaskan sekolah ramah anak adalah sekolah yang mampu memberikan hak-hak anak sesuai dengan yang tertera dalam Konvensi Hak Anak. Isi dari Konvensi Hak Anak di antaranya adalah setiap anak berhak mendapat pengasuhan yang layak serta dilindungi dari kekerasan, penganiayaan dan pengabaian.

Selain itu, konvensi tersebut berisikan bahwa anak harus terhindar dari sikap diskriminatif serta berada di tempat yang bersih dan nyaman. Anak juga harus diberi ruang untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya serta memilih keyakinannya, termasuk terkait agama dan kepercayaan serta ruang untuk bisa berinteraksi dengan teman-teman yang lain tanpa mendapat pengecualian baik dari guru, kepala sekolah maupun orang tua.

“Jadi hak-hak untuk mendapatkan kecukupan, kesehatan, perlindungan dan kesejahteraan itu penting. Itu yang dimaksud sekolah ramah anak,” kata Amurwani.

Menurut Amurwani, sekolah ramah anak harus tercipta demi menekan angka kekerasan di sekolah. Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), terdapat 594 kasus pelaporan kekerasan terhadap anak terjadi di sekolah dengan jumlah korban mencapai 717 orang.

Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi sekolah tersebut lebih banyak dialami perempuan dan setiap kasus bisa dialami lebih dari satu korban. Umumnya korban adalah pelajar di tingkat sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 31,24 persen, sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 39,05 persen dan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 22,04 persen.

Pada Desember 2022, terdapat 65.877 satuan pendidikan ramah anak (SRA) yang tersebar di 344 kabupaten/kota di 34 provinsi. Dari jumlah itu, SRA yang telah terstandardisasi baru sebanyak 49 SRA.

“Kalau sekolah ramah anak bisa dilakukan maka sekolah akan menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak. Seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara yakni sekolah itu taman-taman yang indah, tempat bermain, tempat berekreasi bagi anak-anak,” kata Amurwani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus