Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kementerian Perhubungan Ungkap Alasan Perjanjian FIR dengan Singapura

Kemenhub sebut dari perjanjian FIR hanya 29 persen saja wilayah yang didelegasikan kepada operator navigasi Singapura.

31 Januari 2022 | 13.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januari 2022. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan mengungkap alasan pemerintah mendelegasikan pengelolaan ruang udara (FIR) di bawah ketinggian 37 ribu kaki kepada Singapura. Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan pendelegasian pengeluaran FIR kepada Singapura atau perjanjian FIR bertujuan untuk melindungi keselamatan penerbangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pendelegasian kami harus lakukan karena pertimbangan keselamatan penerbangan," kata Adita melalui keterangan tertulis, Senin, 31 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari perjanjian itu, kata dia, faktanya hanya 29 persen saja wilayah yang didelegasikan kepada operator navigasi Singapura, yakni area yang berada di sekitar Bandara Changi. Bahkan pada 29 persen area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan di Bandara Batam dan Tanjung Pinang.

Ia menjelaskan jika wilayah di bawah 37 ribu tidak didelegasikan, maka penerbangan yang baru saja take off dari Bandara Changi keluar Singapura akan segera dilayani oleh FIR Jakarta. Padahal pesawat itu belum sempat bermanuver, tapi sudah harus dipindahkan pelayanan navigasinya. "Hal ini berbahaya untuk keselamatan penerbangan," ujarnya.
 
Perlu diketahui, kata dia, Indonesia juga mengelola pelayanan navigasi penerbangan pada wilayah negara lain seperti Christmas Island dan Timor Leste. "Pemerintah sangat terbuka terhadap masukan, saran, bahkan kritik terkait FIR. Namun tentunya kami berharap bahwa saran hingga kritik yang disampaikan harus didasari oleh informasi yang benar, analisa komprehensif dan akurat," ujarnya.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan perjanjian FIR atau penyesuaian ruang kendali udara (FIR) yang diteken pemerintah Singapura dan Indonesia semestinya tidak perlu dilakukan. Menurut dia, kerja sama tersebut berpotensi menabrak Undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan.

"Karena wilayah-wilayah tertentu yang berada dalam kedaulatan Indonesia pada ketinggian 0-37.000 justru didelegasikan ke Otoritas Penerangan Singapura," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulisnya, Senin, 31 Januari 2022.

Ia menuturkan perjanjian FIR antara pemerintah dengan Singapura tidak boleh dilakukan. Karenanya, Indonesia mendelegasikan pengaturan ruang kendali udara di ketinggian hingga 37.000 ke Singapura. Pasal 458 Undang-undang Penerbangan dengan tegas mengatur regulasi tersebut.

"Wilayah  udara  Republik  Indonesia,  yang  pelayanan  navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan  perjanjian  sudah  harus  dievaluasi  dan  dilayani oleh  lembaga  penyelenggara  pelayanan  navigasi  penerbangan paling  lambat  15   tahun  sejak  Undang-Undang  ini berlaku."

IMAM HAMDI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus