Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ketua MPR: Perkuat Armada Penjaga Pantai di Natuna

Klaim Cina tentang sembilan garis putus-putus di perairan Natuna sebagai batas teritorial laut Cina tidak mempunyai dasar historis

7 Januari 2020 | 11.59 WIB

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjawab berbagai apriori publik terhadap KPK dengan menunjukan kerja nyata.
Perbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjawab berbagai apriori publik terhadap KPK dengan menunjukan kerja nyata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah Indonesia memperkuat armada penjaga pantai atau "coast guard" di perairan Natuna. "Saya mengingatkan pemerintah bahwa petualangan Cina di Laut Natuna Utara akan terus berlanjut atau berulang. Oleh karena itu, penguatan armada penjaga pantai di perairan Natuna menjadi sangat relevan," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020.

Menurut dia, provokasi Cina di Perairan Natuna pada pekan kedua Desember 2019 merupakan pengulangan peristiwa serupa pada pada Maret 2016.

Pada Maret 2016, kapal ikan Cina juga masuk dengan cara ilegal ke perairan Natuna dengan tujuan mencuri ikan. Upaya penangkapan kapal oleh TNI dihalang-halangi kapal penjaga Cina. Modus yang sama dipraktikkan lagi pada Desember 2019. Puluhan kapal ikan Cina masuk perairan Natuna dikawal pasukan penjaga pantai Cina plus kapal perang fregat untuk mencuri ikan. “Semacam rencana bersama mencuri ikan yang diketahui dan melibatkan organ resmi pemerintah Cina."

Selain itu, menurut Bambang, Cina juga sudah angkat bicara menentang inisiatif Indonesia mengubah nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara pada Juli 2017. Inisiatif Indonesia itu dikecam Beijing, dan saat itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang menilai penggantian nama itu tidak masuk akal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pengadilan Arbitrase Internasional tentang Laut Cina Selatan pada 2016 memutuskan bahwa klaim Cina tentang sembilan garis putus-putus di perairan Natuna sebagai batas teritorial laut Cina tidak mempunyai dasar historis," kata politikus Partai Golkar itu. Berpijak pada UNCLOS 1982 yang legalitasnya diperkuat oleh keputusan Arbitrase Internasional 2016, setapak pun Indonesia tidak boleh mundur dari Laut Natuna Utara.

Untuk mempertahankan kedaulatan RI atas Laut Natuna Utara, tidak perlu lagi perundingan atau negosiasi dengan pihak mana saja termasuk Cina.
"Untuk mewujudkan ambisinya menguasai perairan Natuna, boleh dipastikan Cina akan melanjutkan petualangannya di Laut Natuna Utara. Mereka akan terus memprovokasi Indonesia, khususnya pasukan TNI yang bertugas di perairan itu." Oleh karena itu, penguatan armada penjaga pantai Indonesia di perairan Natuna menjadi sangat relevan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus