Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Komisioner Komnas HAM Mochamad Choirul Anam mengatakan, rekomendasi ini berdasarkan kajian, monitoring, serta berbagai masukan dari masyarakat.
“Untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berperspektif hak asasi manusia, penundaan pengesahan RKUHP adalah jalan terbaik untuk saat ini,” ujar Choirul di kantor Komnas HAM di Jakarta, Jumat, 2 Januari 2018.
Baca juga: Fahri Hamzah: Pasal Penghinaan Presiden Tak Perlu Masuk RKUHP
Choirul menuturkan, ada empat alasan penting soal penundaan RKUHP itu. Komnas HAM menilai pentingnya memastikan konsistensi pasal-pasal yang pernah diputus oleh Mahkamah Konstitusi, dan mendapat perhatian besar oleh publik. Ia menuturkan, hal ini terkait pasal-pasal yang berhubungan dengan kekuasaan dan kebebasan berpendapat.
Choirul mengatakan, perlu ada pendalaman dan uji dampak terhadap hukum pemidanaan. Menurut Choirul, hal yang mendasar dari RKUHP adalah aspek pemidanaan. Ia mengatakan, faktanya di Indonesia, lembaga pemasyarakatan mengalami kelebihan kapasitas atau over capacity. Choirul memperkirakan, kondisi itu dapat berpotensi menambah permasalahan kapasitas dalam lembaga kemasyarakatan.
"Metode yang digunakan untuk menentukan ancaman terhadap sebuah tindak pidana juga dapat menimbulkan persoalan," kata Choirul.
Komnas HAM juga menyoroti pengaturan tentang kejahatan HAM. Komnas HAM menilai peraturan ini lebih baik dimasukkan ke undang-undang tersendiri, bukan dalam RKUHP. Hal itu, kata Choirul, terkait pengaturan kejahatan kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Kejahatan-kejahatan itu, tutur Choirul, merupakan jenis tindak pidana luar biasa yang perlu diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.
KUHP sebagai Undang-Undang pokok yang mendasari hukum pidana, menurut Choirul, perlu dipastikan dengan baik, dengan pendalaman yang komperhensif termasuk soal dampaknya. Misalnya, kata Choirul, dengan melihat aspek pemasyarakatan, aparatur penegakan, ekonomi, hingga perencanaan pembangunan.
“Sehingga aktor-aktor di luar hukum perlu ditambah guna pendalaman,” kata komisioner Komnas HAM bidang pengkajian dan penelitian tersebut mengomentari RKUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini