Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISI Pemilihan Umum Jakarta merespons keputusan Poltracking Indonesia yang mengundurkan diri dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Pengunduran diri itu mengakibatkan status Poltracking Indonesia sebagai lembaga survei yang terakreditasi pada Komisi Pemilihan Umum Jakarta menjadi tidak pasti. Sebab, lembaga survei harus bergabung di sebuah asosiasi profesinya lebih dulu sebelum KPU memberi akreditasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Hubungan Masyarakat KPU Jakarta Astri Megatari mengatakan pihaknya akan mengecek keanggotaan Poltracking Indonesia di asosiasi lain setelah memutuskan keluar dari Persepi. Sebab, akreditasi Poltracking Indonesia di KPU Jakarta bisa dicabut jika lembaga survei itu tidak menjadi anggota asosiasi sebelum pencoblosan pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Akreditasi itu bisa kami cabut karena syarat untuk terakreditasi harus terdaftar sebagai anggota asosiasi lembaga survei,” kata Astri pada Rabu, 6 November 2024.
Konsekuensi pencabutan akreditasi tersebut akan membuat Poltracking Indonesia tidak bisa melakukan survei dan quick count atau hitung cepat dalam pilkada. Sebelumnya, Poltracking Indonesia terdaftar sebagai salah satu lembaga survei di pilkada Jakarta.
Sesuai dengan Peraturan KPU, lembaga survei harus mendaftarkan akreditasi mereka ke KPU daerah paling lambat 30 hari sebelum pencoblosan atau pada 27 Oktober. Pencoblosan pasangan calon dalam pilkada serentak 2024 dijadwalkan pada 27 November 2024.
Astri mengakui pendaftaran akreditasi lembaga survei sudah melewati batas waktu. Namun kasus Poltracking Indonesia menjadi sebuah persoalan yang perlu dicek lebih dulu.
“Karena itu, kami sedang mengecek dokumen administrasi. Masalah keanggotaan itu juga harus dikonfirmasi ke Poltracking,” ujar Astri.
Dua hari lalu, Poltracking Indonesia memutuskan keluar sebagai anggota Persepi. Keputusan tersebut merupakan respons atas putusan Dewan Etik Persepi yang melarang Poltracking Indonesia mempublikasikan hasil survei sebelum mendapat persetujuan dan izin dari Persepi lebih dulu.
“Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,” kata Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin lewat keterangan tertulis, Senin, 4 November 2024.
Simulasi pemungutan dan penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2024 yang diadakan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta di Johar Baru, Jakarta, 24 Oktober 2024. TEMPO/Subekti
Dewan Etik Persepi memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia karena hasil survei terbaru lembaga itu tentang elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dalam pilkada Jakarta dinilai penuh kejanggalan. Asep mengatakan sanksi tersebut diberikan setelah Persepi menyelidiki hasil sigi Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Kedua lembaga survei tersebut merilis hasil sigi tentang elektabilitas tiga pasangan calon kepala daerah di pilkada Jakarta dalam waktu hampir bersamaan pada Oktober 2024. Ketiga pasangan calon itu adalah Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono Anung-Rano Karno.
Sigi kedua lembaga itu menjadi sorotan karena hasilnya bertolak belakang. Hasil survei LSI menunjukkan elektabilitas Pramono-Rano berada di atas Ridwan-Suswono dan Dharma-Kun Wardana. Elektabilitas Pramono-Rano sebesar 41,6 persen, Ridwan-Suswono 37,4 persen, dan Dharma-Kun Wardana 6,6 persen.
Sebaliknya, Poltracking Indonesia memenangkan Ridwan-Suswono. Sigi lembaga ini menyimpulkan elektabilitas Ridwan-Suswono mencapai 51,6 persen, lalu Pramono-Rano 36,4 persen, dan Dharma-Kun Wardana 3,9 persen.
Komisioner KPU August Melasz mengatakan sampai saat ini ada delapan lembaga survei, termasuk Poltracking, yang masih terdaftar di KPU Jakarta. Namun, kata dia, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022, lembaga survei harus bergabung dengan asosiasi minimal satu tahun untuk bisa terdaftar di KPU wilayah. Tapi kasus Poltracking Indonesia itu muncul setelah pendaftaran selesai dan institusi tersebut sudah mendapatkan akreditasi.
“Nanti biar KPU DKI yang mengambil langkah-langkah,” kata August kepada Tempo.
Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi mengatakan pihaknya mempertimbangkan bergabung dengan asosiasi lain demi menjaga akreditasi di KPU Jakarta. Ia menyebutkan lembaganya mendapat tawaran dari sejumlah asosiasi lembaga survei untuk bergabung.
"Baru saja Poltracking menyatakan keluar dari Persepi, ada asosiasi lain yang mengajak bergabung," ucap Masduri, Rabu, 6 November 2024.
Masduri tak bersedia membeberkan nama asosiasi lembaga survei yang mengajak Poltracking bergabung tersebut. Ia juga menjelaskan, Poltracking akan tetap bekerja secara profesional dan kredibel meski bergabung atau tidak bergabung dengan asosiasi lembaga survei. Mereka sudah melakukannya sejak 2014.
"Begitu pun sekarang, Poltracking tetap akan bekerja secara profesional dan kredibel," tutur Masduri.
Masduri berdalih Poltracking Indonesia keluar dari keanggotaan Persepi bukan karena melanggar etik. Tapi, menurut dia, lembaganya harus tetap mempertahankan rekam jejak dan reputasi.
"Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas. Pada 2024, Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas," ujar Masduri.
Kronologi Sebelum Pemberian Sanksi
Masduri Amrawi tiba-tiba mendapat pesan WhatsApp dari pengurus Persepi, Senin pekan lalu. Pesan WhatsApp itu berisi undangan agar Masduri kembali menghadiri pertemuan dengan Dewan Etik Persepi, esok harinya.
Masduri heran karena sehari sebelumnya ia sudah memenuhi undangan Dewan Etik Persepi. Dalam pertemuan itu, Dewan Etik Persepi dan Masduri sepakat bahwa Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda akan memenuhi panggilan Dewan Etik pada Senin, 4 November 2024.
“Mas, ini keputusan baru Dewan Etik. Besok wajib datang siapa pun atas nama Poltracking,” kata Masduri menirukan undangan Dewan Etik Persepi saat ditemui Tempo di kantornya di Depok, Jawa Barat, Rabu, 6 November 2024.
Undangan tersebut merupakan agenda pemeriksaan Dewan Etik Persepi terhadap Poltracking Indonesia. Dewan Etik memeriksa Poltracking Indonesia mengenai hasil surveinya tentang elektabilitas tiga pasangan calon dalam pilkada Jakarta pada 24 Oktober 2024.
Survei Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dicurigai karena hasilnya bertolak belakang, padahal dirilis dalam waktu yang hampir bersamaan.
Masduri mengatakan pihaknya memenuhi undangan Dewan Etik Persepi tersebut. Tapi pemeriksaan Dewan Etik berlanjut keesokan harinya.
Masduri mengklaim pihaknya sudah menjelaskan dan menjawab pertanyaan Dewan Etik Persepi. Poltracking Indonesia juga mengirim data mentah responden seperti yang diminta oleh Dewan Etik pada satu hari sebelumnya.
Menurut Masduri, Dewan Etik kembali memeriksa Poltracking pada Sabtu, 2 November 2024. Pemeriksaan itu dilakukan secara daring. “Dewan Etik kembali meminta keterangan Poltracking pukul 19.00 via Zoom tanpa surat resmi,” ujar Masduri.
Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin menjelaskan, tujuan penyelidikan terhadap LSI dan Poltracking Indonesia itu sesungguhnya untuk mencari tahu penyebab terjadinya perbedaan hasil survei kedua lembaga tersebut. Penyelidikan juga dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kesalahan ataupun pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei sampai perilisan hasil oleh kedua institusi itu. Asep pun memastikan penyelidikan lembaganya dapat dipertanggungjawabkan.
Asep mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan secara tatap muka dan keterangan tertulis, pelaksanaan survei LSI dinyatakan memenuhi prosedur. Sebaliknya, Dewan Etik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan survei Poltracking Indonesia.
Misalnya, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli sebanyak 2.000 sampel responden ketika diperiksa tatap muka pada 29 Oktober 2024. Kepada Dewan Etik, Poltracking berdalih bahwa data asli responden telah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data.
Saat dimintai keterangan tertulis, kata Asep, Poltracking Indonesia tidak melampirkan data mentah yang asli sebanyak 2.000 sampel tersebut. Dalam pemeriksaan lanjutan, Poltracking Indonesia juga belum bisa menunjukkan data mentah asli dengan alasan data itu sudah terhapus dari server.
Selanjutnya, Dewan Etik menerima raw data dari Poltracking Indonesia yang sebelumnya disebut telah terhapus dari server pada Ahad, 3 November 2024. "Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan menemukan banyak perbedaan," ucap Asep.
Terhadap perbedaan dua data set itu, Asep berujar, pihaknya tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia sudah sesuai dengan prosedur survei opini publik. Di samping itu, Poltracking Indonesia tidak dapat menjelaskan ketidaksesuaian jumlah sampel valid sebanyak 1.652 dengan 2.000 data sampel yang dirilis kepada publik.
Menurut Asep, tidak adanya penjelasan yang memadai tersebut membuat Dewan Etik tak dapat menilai kesahihan data survei Poltracking Indonesia. Karena itu, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia.
Hanta Yuda membantah tudingan bahwa mereka tidak mengirim 2.000 data responden yang diminta oleh Dewan Etik Persepi. Ia menyebutkan data mentah Poltracking Indonesia bukan data kuesioner fisik seperti milik LSI. Sebab, Poltracking sepenuhnya memakai teknologi aplikasi dalam pengambilan sampel. Ia mengatakan 2.000 sampel data yang diberikan merupakan data mentah yang digunakan dalam survei di pilkada Jakarta.
“Sejak hari pertama pertemuan, Poltracking sudah mengirim data asli,” tutur Hanta.
Hanta juga menjelaskan 1.652 sampel yang disinggung oleh Dewan Etik Persepi. Ia mengatakan angka tersebut merupakan sampel yang sudah diverifikasi oleh Poltracking. Sedangkan 348 data sisanya adalah sampel yang tidak terverifikasi berdasarkan geolokasi, foto, durasi, dan konsistensi jawaban. Data tersebut yang kemudian disebut not available (NA) dan tidak akan terhitung ke dalam hasil survei apabila ikut dimasukkan.
“Kalaupun data NA itu dimasukkan, nilainya tetap menjadi nol,” katanya.
Hanta juga mempertanyakan sanksi yang dijatuhkan Dewan Etik Persepi. Ia menilai alasan Dewan Etik dalam menjatuhkan sanksi tidak jelas. Dewan Etik juga dianggap belum memastikan prosedur operasi standar (SOP) yang dilanggar oleh Poltracking sehingga dikenai sanksi.
Anggota Dewan Etik Persepi, Saiful Mujani, mengatakan selisih data yang disebut “hilang” dari 2.000 responden itu cukup signifikan atau sekitar 25 persen. Besaran angka itu bisa menjadi persoalan karena dapat mengubah komposisi.
Saiful juga mengatakan ada perbedaan antara set data yang dikirim oleh Poltracking Indonesia pada 28 Oktober dan 3 November 2024. Ia mengatakan Dewan Etik Persepi telah membandingkan kedua data tersebut dan menemukan banyak profil responden yang berbeda. Perbedaan dua data inilah yang membuat Dewan Etik kesulitan memberi penilaian.
“Saya secara pribadi mengatakan netral saja. Artinya, kami tidak bisa memberikan penilaian karena non-auditable,” ujar Saiful, Rabu, 6 November 2024.
Saiful mengatakan tujuan penyelidikan Dewan Etik Persepi terhadap anggotanya adalah menjaga profesionalisme anggota. Ia mengatakan Dewan Etik Persepi memang dibentuk bersamaan dengan berdirinya organisasi karena tuntutan menjaga anggotanya tetap pada koridor keilmuan dan tidak merugikan publik.
“Kami punya etik bahwa kami tidak boleh merilis sesuatu yang kami tidak yakin itu benar,” tutur Saiful.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.