Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) meminta polisi menyelesaikan kasus promosi kawin anak oleh Aisha Weddings agar kejadian serupa tidak terulang. Selain itu, mereka juga meminta polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentang kemungkinan adanya jaringan perdagangan orang atau jaringan pedofilia di balik promosi ini," kata Ketua Majelis Musayawarah KUPI Badriyah Fayumi dalam lembar pernyataan sikap di Jakarta, 11 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus bermula pamflet dari wedding organizer ini tersebar di media sosial pada Rabu, 10 Februari 2021. Aisha Weddings mempromosikan nikah siri, poligami serta keharusan menikah bagi perempuan yang sudah berumur antara 12 sampai 21 tahun.
"Jangan tunda pernikahan karena keinginan egoismu, tugasmu sebagai gadis adalah melayani kebutuhan suamimu," demikian bunyi narasi dalam pamdlet tersebut. Sejumlah pihak mengecam dan Aisha Weddings kini dilaporkan ke polisi oleh sejumlah pihak.
Baca: Drone Emprit Cium Kejanggalan di Balik Kehebohan Aisha Weddings
Dugaan soal pedofilia ini juga disinggung oleh Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana. Ia mengatakan Aisha Weddings telah mempromosikan praktik pedofil. Dalam konteks ini, tutur dia, korbannya adalah anak perempuan.
"Itu sudah jelas dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, ini membahayakan sekali," kata dia saat konferensi pers virtual, Kamis, 11 Februari 2021.
Menurut Nursyahbani, promosi ini mengejutkan dan merupakan puncak gunung es. Selama ini, dia melanjutkan, praktik perkawinan anak didiamkan atau bahkan tidak ditindaklanjuti polisi.
Lebih lanjut, Badriyah juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir situs aishaweddings.com yang diduga milik Aisha Weddings dan situs sejenis. Tapi hingga Jumat dini hari, 12 Februari 2021, situs ini sudah tidak bisa diakses. Terakhir, Badriyah meminta DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. "Kasus ini membuktikan bahwa kawin paksa dan eksploitasi seksual itu nyata adanya," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO