Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Larangan Buat Si Kudung

Masalah kerudung bagi muslimat, dan kasus kerudung di bandung (siswi SMA negeri III Bandung yang memakai kerudung, menolak memakai hotpant untuk olah raga. (ag)

11 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAKNYA ini untuk pertama kali ada orang yang menyatakan keyakinan, "Islam tidak menentukan cara berpakaian. Keyakinan itu menjadi resmi karena disodorkan kepada Majelis Ulama sebuah kotamadya -- Bandung -- pertengahan November lalu. Termuat dalam surat setebal 11 folio ketik, penuh kutipan ayat, dan sampai pekan lalu belum dijawab. Ceritanya, sejumlah siswa putri SMA Negeri 3 Bandung masuk sekolah dengan berkudung. Itu belum apa-apa. Pada waktu olahraga, nah, timbullah kesulitan. Pak Guru, Wargono namanya, mewajibkan semua siswa putri memakai celana pendek (hotpant). Murid-murid yang berkudung itu, delapan orang jumlahnya, menolak, tentu saja. Selama ini mereka memakai treining pak, plus kudung. Wargono berkeras: yang tidak patuh peraturan tak usah ikut olahraga. Jadi mereka tak ikut. Lalu Pak Guru menyatakan, dalam rapot mereka kolom olahraga akan diberi angka merah: 2. Tentu saja mereka gelisah. Lalu Majelis Ulama Kotamadya, yang rupanya juga menjadi tempat mereka mengadu, mengirim surat kepada Pak Guru, awal Agustus lalu. Isinya: menyambut baik semangat keagamaan para siswa/siswi SMAN 3 Bandung, dan "memohon dengan hormat kepada Bapak, Ibu, kiranya dapat memberi izin... " Empat bulan berlalu, surat itu tak berjawab. Tahu-tahunya, datang surat Wargono itu. Dengan nada marah, ia pertama mengingatkan, anak-anak yang berkudung itu telah melanggar janji. Yang dimaksudkannya: pernyataan tertulis yang mereka tandatangani sendiri bersama orangtua, bahwa mereka akan patuh kepada semua peraturan sekolah. Lalu dikemukakannya ayat-ayat Quran. Sebaliknya menurut Miftah Faridl, Ketua MU, melanggar janji dalam hal yang diyakini tidak sesuai dengan agama malah dianjurkan. Toh "dalam janji itu tidak disebutkan bahwa mereka tidak akan memakai kudung dan akan memakai hotpant". Tapi yang menarik sebenarnya bagaimana guru ini menafsirkan ayat-ayat Quran yang seperti dikatakannya kepada TEMPO, dipelajarinya untuk bisa melayani protes anak-anak itu (lihat box). Padahal perbandingan bisa dilihat di sekolah lain, SPG Negeri misalnya. Di sana anak yang berkudung tenang-tenang saja. Dulu kepala sekolahnya, yang taat beribadat, memang pernah mengelompokkan anak-anak yang berkudung ke dalam kelas tersendiri, entah mengapa. Tapi anak-anak itu menolak dipisahkan begitu. Sampai KH E.Z. Muttaqin, Ketua MU Ja-Bar (dan sekarang MUI) ikut-ikut turun tangan, dan pemisahan dibatalkan. Itu tahun 1979. Yang juga mengherankan sebenarnya ialah, mengapa Wargono baru di tahun ajaran ini mengharuskan memakai hotpant dalam olahraga, dan kemudian mengecam anak-anak berkudung itu sebagai "melawan tata tertib sekolah" dan "mendirikan sekolah dalam sekolah ." Padahal sudah sejak 1978/197S) terdapat anak berkudung di situ -- waktu itu enam orang. Tahun depannya naik menjadi 12 orang. (Di ITB, tahun 1977 cuma seorang. Tahun ini sekitar 50). Padahal anak-anak itu tetap mengenakan seragam, tepat seperti yang ditentukan Dir-Jen PDM 18 Maret 1982. Hanya saja ditambah kudung dan kaus kaki panjang. Akan hal pakaian olahraga malah belum ada ketentuan. Dan kudung maupun treiningpak itu ternyata tidak mengganggu. "Apa salahnya7", kata seorang pengurus organisasi siswa sekolah itu. OSIS malah, menurut dia akan memasalahkan sikap Pak Guru itu bila terus-menerus memaksa kawan-kawannya perempuan yang berkudung. Apalagi anak-anak berkudung ini diakui berprestasi baik. Bisa dipaham: anak yang mau berkudung, setidak-tidaknya di Bandung itu, adalah yang telah dengan sadar memilih. Artinya, ia berkepribadian. "Berkudung itu berat," kau Miftah. Dan mereka tentu saja ter dorong untuk lebih berdisiplin: meninggalkan segala hiburan tak sehat, apalagi maksiat, untuk belajar. Karena itulah, seperti dikatakan Muttaqin, dengan membiarkan mereka berkudung saja sebenarnya "tugas uru dalam menjaga moral anak-anak sudah banyak dibantu". Kok malah dipersulit. Bisa dipaham bila Muttaqin, ketika mendengar soal nilai 2 itu, berkomentar: "Itu tindakan zhalim. Sudah bukan pendidikan lagi kalau begitu". Sebab bagaimana murid bisa naik kelas dengan angka 2? Tapi memang, dalam suratny kepada MU Bandung Wargono sudah beberapa kali menyindir mereka yang sedih mau taat kepada peraturan sekolah sebaiknya pindah saja ke sekolah yang cocok. Sebelum SMAN 3 tergolong favorit. Dan sikap itu rupanya direstui Kepala Sekolah Mulyadi. "Bila ada siswa atau orangtua siswa yang tidak puas terhadap peraturan di SMAN 3, silahn naik banding ke Kanwil P & K Jawa Barat," katanya kepada TEMPO. "Di sini tidak memberi dispensasi". Dan di pihak Kanwil, berkata Sutia, Kepala Bidang Pembinaan Generasi Muda: 'Walaupun pakaian olahraga belum diatur secara nasional, bila sebuah sekolah sudah menentukan begitu, tidak ada jalan lain". Aziz M.S., 50 tahun, ayah seorang anak yang berkudung itu, sebaliknya malah menghidupkan semangat putrinya. Sebab, ia merasa, setelah sang anak berkudung, "rasanya ada perubahan suasana di rumah. Rasanya menjadi lebih damai. Ia menjadi sangat baik, dan memperhatikan adik-adiknya. Bagaimana sampai anak begitu tidak boleh ikut olahraga?" Karena itu ia memang akan membicarakannya ke Kanwil. "Bila tidak selesai juga di sini, akan saya ajukan ke pengadilan. Ini pelanggaran hak asasi dalam hal agama". Siapa tahu ia berhasil. Siapa tahu pula, malah bapak-bapak itu pada naik pangkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus