INILAH kabar baik dari Manado: Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Sulawesi Utara, setelah hampir empat bulan lengang, mulai ramai lagi sejak Senin pekan ini. "Para petugas Sekretariat DPD, yang selama ini memboikot kantor itu, sudah bekerja kembali," kata Freddy Latumahina, Wakil Sekjen DPP Golkar. Aksi boikot kantor DPD itu merupakan buntut ketidakpuasan 22 fungsionaris terhadap kepemimpinan Ketua DPD Golkar Sulawesi Utara, Brigjen. (Purn.) F.P.D. Lengkey. Ketidakpuasan tersebut oleh Kelompok 22, yang didukung oleh Wakil Ketua DPD Golkar Prof. R. Tangkudung, disampaikan kepada DPP Golkar dan sejumlah instansi resmi lain. Pertengahan Januari lalu, kelompok 22 membuat surat mosi tak percaya terhadap Ketua DPD Golkar Sul-Ut. Di surat itu mereka menuduh Lengkey sering mengambil keputusan tanpa musyawarah dengan pengurus lainnya. Menurut sumber TEMPO, Kelompok 22 menyerang Lengkey karena sang ketua berusaha mengegolkan dirinya sebagai calon gubernur melawan Mayjen. C.J. Rantung. Seperti diketahui, Rantung terpilih kembali sebagai Gubernur Sul-Ut, dan Maret lalu dilantik Mendagri Rudini. Buntut mosi tak percaya itu, Kelompok 22 memboikot rapat-rapat DPD Golkar. Beberapa kali Lengkey, yang didukung 10 anggota pengurus lainnya (pengurus DPD Golkar itu semuanya 33 orang), mengusahakan rapat, tapi gagal. Maret lalu, DPP Golkar mengirim Bendahara DPP, Eric Samola, untuk melakukan rekonsiliasi ke Manado. Upaya itu ternyata berjalan seret. Menurut Sekjen Golkar Rachmat Witoelar, upaya Samola tak bisa dikatakan gagal. Cuma saja, kata Rachmat, "Sebelum tugasnya selesai, ia keburu ada urusan ke luar negeri." Maka, tugas itu diteruskan Freddy Latumahina. Sumber lain di DPP Golkar mengungkapkan bahwa peran terbesar merujukkan Lengkey dan Kelompok 22 ada pada Gubernur Rantung, selaku Ketua Dewan Penasihat DPD Golkar Sul-Ut. "Inisiatif merujukkan mereka datang dari Gubernur," katanya. Sebenarnya, sejak semula Rantung memang sudah berupaya mendamaikan pertikaian. Tapi langkah Rantung belum terlalu jauh. "Mungkin beliau itu agak rikuh juga, karena salah satu sebab munculnya mosi itu soal pencalonan gubernur," kata sumber tersebut. Selain itu juga dibutuhkan cooling period untuk merujukkan mereka. Tentang dipilihnya hari Lebaran kedua, 28 April, sebagai saat rujuk kedua kelompok, menurut Freddy, Gubernur Rantung yang memilih waktunya. Bahkan ia dapat kabar tentang acara rujuk itu pada 24 April. Maka, ia masih sempat mengadakan komunikasi telepon dengan Samola, yang sedang berada di luar negeri. Selang tiga hari kemudian, Freddy di Manado. Hari itu juga Freddy langsung mengadakan dua pertemuan. Pada pukul 11.00 ia mengadakan pembicaraan dengan kelompok Lengkey di rumah makan Klabat. Acara itu berlangsung sekitar empat jam. Setelah itu, Freddy meneruskan pembicaraan dengan Kelompok 22, juga sekitar empat jam, di rumah makan Pantai Melalayang, di pinggiran kota. Singkat kata, kedua pihak akhirnya berdamai. Lengkey tetap sebagai Ketua DPD Golkar Sul-Ut, dan harus bisa diterima Kelompok 22 tanpa syarat apa pun. Maka, keesokannya, Sabtu malam pekan lalu, kedua pihak yang bertikai menghadiri acara halal bihalal -- meski sebagian besar mereka bukan Islam -- di rumah Gubernur. "Kiai Haji Abdullah Abraham memberi wejangan yang kena sekali pada malam itu, yaitu tentang soal maaf-memaafkan," kata Freddy. Sehingga suasana itu membantu mendinginkan hati-hati yang panas. Esok malamnya, DPD Golkar Sul-Ut mengadakan rapat pleno yang dihadiri kedua pihak. Sepuluh orang dari kedua pihak -- termasuk Lengkey sendiri -- berbicara pada malam itu secara terbuka, demi konsolidasi. "Yang terjadi selama ini cuma kesalahpahaman, dan sekarang sudah bisa diatasi," kata Freddy. Amran Nasution, Diah Purnomowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini