INI bukan perang. Bukan juga perang-perangan. Tapi, ledakan dahsyat di pasar sapi Maron, sekitar 22 km sebelah tenggara Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu petang itu akibatnya sama saja dengan perang sungguhan. Ledakan seusai buka puasa itu menyebabkan tiga orang tewas seketika, dua lainnya meninggal di rumah sakit, dan 32 jiwa luka berat. Yang bukan orang: dua sapi mati dan dua sapi kehilangan kaki. Suasana memang tak terkendali ketika ledakan itu. "Maklum saja, malam hari dan keadaan gelap," ujar Kapolsek Maron, Sersan Kepala Sutrisno, yang kebetulan sedang bertugas di pasar sapi itu. Pasar seluas 5.000 m2 yang mampu menampung sekitar seribu ekor sapi itu kini porak-poranda. Warung-warung makanan di sana compang-camping. "Ketika terjadi ledakan, saya terlempar menerobos dinding bambu," ujar Mbok Minah, seorang penunggu warung. Beberapa orang yang sedang berbuka puasa terlempar dari bangku bersama piring dan gelasnya. Amsito, 37 tahun, yang berada beberapa meter dari pusat ledakan, melihat adanya sinar terang sebelum gelegar. Ia kini dirawat di RS Dr. Moh. Saleh Probolinggo karena luka bakar. Usai ledakan yang bisa ditemui di pasar yang buka setiap Sabtu itu hanyalah bangkai dua ekor sapi tadi. Juga bercak-bercak darah sapi dan manusia yang berserakan. "Saya minta agar lokasi diamankan sampai tim labkrim Polda turun tangan," ujar Kapolda Jawa Timur Brigadir Jenderal Koesparmono Irsan, yang baru dilantik sebulan lalu. Karena itulah, sampai Minggu sore lalu, sekitar 150 sapi masih tetap ditambat di lokasi. Komandan Korem Baladhika Jaya, Malang, Kolonel Yusman Yutam, yang meninjau lokasi kejadian, memastikan tak ada bau politik di balik ledakan ini. "Ini kriminal biasa. Tak perlu ada yang diresahkan," ujarnya. Bupati Probolinggo, Soeprapto, yang datang bersama Danrem Malang tadi, yakin bahwa ledakan ini akibat persaingan tak sehat antara pedagang sapi. Pasalnya, menurut sebuah sumber TEMPO, selama ini pasar sapi yang paling ramai di daerah itu adalah Pasar Hewan Wonoasih di Desa Wonoasih, 10 km sebelah selatan Probolinggo. Entah bagaimana mulanya, sejak dua tahun lalu, pasar hewan milik swasta ini tiba-tiba sepi dan seluruh kegiatan beralih ke Maron, yang dikelola Pemda setempat. Benarkah cuma persaingan dagang? Entahlah. Yang pasti, Asintel Kodam V Brawijaya Kolonel Sutarto S.K. melihat, "Belum ada unsur politisnya. Semata-mata kriminal murni." Senin pekan ini, Sutarto meninjau Maron dan ia menduga bahan peledak yang dipakai adalah granat bulat buatan Korea. Jenis ini kabarnya lebih "galak" dibandingkan granat yang berbentuk seperti nanas yang lonjong. Namun, kata Sutarto, pelempar granat ini dinilainya amatiran dan tidak menguasai teknik melempar yang baik. Buktinya, di dekat tempat ledakan ditemui sisa-sisa pengumpil (semacam kuping granat) dan ring granat. "Kalau orang mengerti granat, jelas tak mau ambil risiko dengan cara begitu," kata Sutarto lagi. Di samping cara melemparnya yang tak lazim, jarak lemparnya juga terlalu dekat, diperkirakan hanya 5-6 meter dari tempat ledakan, sementara tempat lainnya terhalang pohon. Tiga korban yang tewas seketika adalah Suri, Latief, dan Marsaid, semuanya berusia 40 tahun. Sedangkan yang meninggal di rumah sakit dikenal sebagai Dju, 32 tahun, dan seorang lagi yang belum diketahui identitasnya. Dua di antara korban di atas adalah haji asal Surabaya yang dikenal sebagai blandong -- pemilik sapi. Lainnya adalah belantik alias makelar. Tak ada seorang pun yang ditahan. Namun, kasusnya tetap dianggap serius. "Sampai kini masih dalam penyelidikan, baik jenis geranatnya maupun penyebab ledakan itu," tutur Kapolda Jawa Timur. Toriq Hadad, Wahyu Muryadi, dan M. Baharun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini