Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPALA Badan Penyelenggara Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf menggelar rapat dengan jajaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama di Ruang Sidang I, gedung Kementerian Agama, Jakarta, dua hari lalu. Mereka membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pembahasan masih umum, belum terlalu teknis,” kata Irfan, Kamis, 24 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan itu, Irfan hendak menyamakan persepsi soal penyelenggaraan ibadah haji. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah lantas memberi tahu bahwa tahapan penyelenggaraan ibadah haji 2025 sudah dimulai. “Persiapan penyelenggaraan haji sudah dilakukan PHU sejak jauh-jauh hari,” ujar Irfan.
Irfan sengaja membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji satu hari setelah lembaga itu terbentuk. Badan Haji dan Umrah merupakan lembaga baru, yang diumumkan pembentukannya oleh Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Pada hari yang sama, Prabowo melantik Irfan sebagai kepala badan dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil kepala badan. Keduanya merupakan politikus Partai Gerindra, partai politik yang dipimpin Prabowo.
Menurut Irfan, tujuan pembentukan Badan Haji adalah agar pemerintah dapat berkonsentrasi meningkatkan keamanan dan kenyamanan ibadah haji.
Mochamad Irfan Yusuf mengikuti pelantikan sebagai Kepala Badan Penyelenggara Haji di Istana Negara, Jakarta, 22 Oktober 2024. ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejumlah kalangan menilai pembentukan Badan Haji itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pengajar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan pembentukan Badan Haji tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Sebab, undang-undang ini mengatur bahwa urusan penyelenggaraan ibadah haji merupakan tanggung jawab Kementerian Agama.
Ia juga mempertanyakan proses pembentukan Badan Haji. Herdiansyah berpendapat, eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah lebih dulu, barulah membentuk Badan Haji. Hasil revisi itu akan mengatur keberadaan Badan Haji dan menyerahkan pengelolaan ibadah haji dari Kementerian Agama ke badan tersebut.
"Kalau mau membentuk badan, badan itu mesti tunduk pada undang-undang. Tidak bisa serta-merta peraturan presiden terbit dan menegasikan keberadaan undang-undang," kata Herdiansyah.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama periode 2012-2017, Mochammad Jasin, berpendapat bahwa dasar hukum pembentukan Badan Haji ini tidak kuat. Sebab, pembentukannya hanya mengacu pada peraturan presiden. Sedangkan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara tegas menetapkan bahwa lembaga yang bertanggung jawab mengelola penyelenggaraan ibadah haji adalah Kementerian Agama.
“Kalau dasar pembentukannya sekadar perpres, nanti kalau ganti presiden, akan ganti lagi. Kalau mau kuat, seharusnya undang-undang,” kata Jasin, Kamis, 24 Oktober 2024.
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga ragu akan inisiatif pembentukan Badan Haji. Ia mengatakan pembentukan badan tersebut seharusnya melalui kajian akademik lebih dulu yang melibatkan masyarakat. Kajian itu akan memuat visi-misi, tugas dan fungsi, deskripsi pekerjaan, rencana strategis, serta indikator penilaian.
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi meminta Tempo menanyakannya kepada Badan Haji. Adapun Mochamad Irfan Yusuf membantah anggapan bahwa pembentukan lembaganya melanggar undang-undang. Meski begitu, ia mengakui bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah memang belum mengatur keberadaan Badan Haji. Kondisi itulah yang membuat Badan Haji belum mengelola penyelenggaraan ibadah haji 2025 sehingga pengelolaannya masih berada di Kementerian Agama.
“Bukan begitu (melanggar undang-undang). Penyelenggaraan ibadah haji memang akan dikelola sepenuhnya oleh Badan Haji, (tapi) tentu akan revisi undang-undang (lebih dulu),” kata Irfan.
Irfan mengatakan lembaganya akan berusaha agar Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji segera direvisi. Selain untuk mengatur keberadaan Badan Haji, revisi itu bertujuan mengantisipasi perubahan situasi di Arab Saudi. Misalnya, awalnya lembaga pemerintah Arab Saudi yang ditunjuk mengelola ibadah haji adalah Muassasah. Pemerintah Arab Saudi menggantinya dengan menyerahkan pengelolaan ibadah haji kepada Syarikah—perusahaan yang mendapatkan izin untuk beroperasi di lapangan atas mandat dari Muassasah.
Jemaah calon haji Indonesia berjalan menuju penginapan di Mekah, Arab Saudi, 8 Juni 2024. ANTARA/Sigid Kurniawan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mengatakan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji sangat penting direvisi untuk mengakomodasi keberadaan Badan Penyelenggara Haji sebagai penyelenggara ibadah haji. “Selain itu, revisi merupakan langkah yang tepat untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini dalam pelaksanaan ibadah haji,” kata politikus Partai Golkar ini.
Pengajar pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dadi Darmadi, mengatakan kehadiran Badan Haji yang terpisah dari Kementerian Agama merupakan langkah strategis. Sebab, Kementerian Agama dapat berfokus pada urusan regulasi dan kebijakan, sedangkan Badan Haji menangani aspek teknis serta operasional penyelenggaraan ibadah haji.
Ia berharap keputusan pemerintah itu dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan ibadah haji. Namun Dadi melihat ada potensi tumpang-tindih dan miskomunikasi di antara kedua lembaga tersebut.
Rencana Bangun Kampung Haji di Arab Saudi
Dalam dua pekan ke depan, Mochamad Irfan Yusuf akan membentuk struktur organisasi Badan Haji dan Umrah. Setelah itu, ia akan menyusun berbagai program kerja lembaganya ke depan. “Kami masih berkutat pada organisasi, bahkan tempat pun masih didiskusikan dengan departemen keuangan,” kata Irfan.
Salah satu agenda besar Badan Haji adalah membuat perkampungan bagi jemaah haji Indonesia di Mekah dan Madinah. Irfan mengatakan rencana itu merupakan permintaan Presiden Prabowo Subianto ke Badan Haji.
Perkampungan itu, kata dia, akan menjadi pusat pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap jemaah haji Indonesia. Di area perkampungan akan terdapat sejumlah hotel dengan berbagai level, dari bintang tiga sampai lima.
Dua sumber Tempo di lingkungan pemerintah mengatakan pemerintah Arab Saudi menawarkan hibah lahan kepada pemerintah Indonesia untuk rencana permukiman jemaah haji Indonesia. Tawaran tersebut datang ketika Prabowo bertemu dengan Perdana Menteri Arab Saudi Muhammad bin Salman di Jeddah, Arab Saudi, pada 12 Juni 2024. “Nilai investasinya itu sekitar Rp 1.000 triliun,” kata pejabat pemerintah ini.
Irfan mengaku bahwa pemerintah Arab Saudi memang sudah memberi lampu hijau kepada pemerintah Indonesia untuk membangun perkampungan haji di sana. Saat ini Badan Haji akan membahas persiapan teknisnya, termasuk perizinannya. “Apakah tanah hibah atau sewa hak guna pembangunan waktu panjang, itu teknisnya tergantung,” kata Irfan.
Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Arief Mufraini, mengatakan tantangan dalam membangun perkampungan haji di Arab Saudi adalah larangan pemerintah setempat terhadap pembelian tanah di sekitar Tanah Suci. Meski begitu, pemerintah Arab Saudi membuka peluang sewa tanah hingga 99 tahun di sana. “Ini celah yang bisa diambil oleh pemerintah kalau mau investasi,” kata Arief.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah berinvestasi di hotel-hotel yang selama ini menjadi langganan jemaah haji Indonesia. Investasi di bisnis perhotelan ini sudah dilakukan BPKH lewat anak perusahaannya, BPKH Limited. Namun nilai investasinya masih kecil karena terhambat sumber daya serta mereka harus bersaing dengan negara lain.
Dosen manajemen haji di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Ade Marfuddin, mengatakan Badan Haji harus mengedepankan efisiensi dalam mengelola akomodasi haji. Badan Haji disarankan melakukan kontrak jangka panjang untuk pemondokan jemaah haji. Selama ini pemerintah Indonesia menyewa pemondokan di Arab Saudi dalam jangka satu tahun.
“Kontrak jangka panjang juga untuk menghindari calo perumahan yang terus bermain,” kata Ade.
Ade juga menyarankan agar Badan Haji dan BPKH bekerja sama. Ia berharap BPKH tidak dijadikan sebagai juru bayar dan kasir pemerintah, melainkan dapat mengelola keuangan haji sendiri. “Biarkan BPKH melakukan kajian efisiensi. Efisiensi itu, misalnya, memangkas waktu layanan dari 43 hari menjadi 35 hari. Ini lebih efisien anggaran,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo