Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gerakan Memutar NasDem Mengusung Calon

Partai NasDem mengusung Anies Baswedan, Jenderal Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden untuk pemilihan presiden 2024. Mulai menjajaki partai lain untuk membangun koalisi.

18 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada Rakernas Partai NasDem di Jakarta Convention Center, Jakarta, 17 Juni 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Partai NasDem mengusung tiga nama calon presiden.

  • NasDem akan melobi sejumlah partai lain guna membangun koalisi.

  • Berpolitik adalah membangun organisasi kepartaian karena partai politik bukan klub sepak bola.

JAKARTA – Langkah politik Partai NasDem untuk pemilihan presiden 2024 bisa disebut berbeda dengan partai lain. Partai lain lebih dulu membentuk koalisi lalu membahas calon presiden (capres). Tapi NasDem sebaliknya: mencari dan mengumumkan nama calon, baru kemudian membahas arah koalisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tadi malam mengumumkan tiga nama bakal calon presiden untuk Pemilu 2024. Pengurus daerah partai mengusung tiga nama, yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. “Jawabannya sederhana, karena kami tahu diri,” ujar Surya Paloh di lokasi rapat kerja nasional NasDem, JCC Senayan, Jumat, 17 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah kader menghadiri rakernas Partai NasDem di Jakarta Convention Center, Jakarta, 15 Juni 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Surya menjelaskan, NasDem tahu diri bahwa partainya tidak memenuhi syarat presidential threshold sehingga membutuhkan partai lain sebagai teman koalisi untuk mengusung capres dalam pemilihan presiden 2024. NasDem menilai figur capres menjadi bahan pertimbangan penting dalam membangun koalisi. Untuk itu, partai dengan semboyan restorasi ini memutuskan menentukan nama capres lebih dulu.

Pasal 222 Undang-Undang Pemilu mensyaratkan bahwa pengajuan nama calon presiden dan wakilnya berasal dari partai atau koalisi partai yang memperoleh minimal 25 persen suara atau 20 persen kursi di DPR. Merujuk pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU), perolehan suara Partai NasDem dalam Pemilu 2019 sebesar 8,81 persen.

Setelah mengumumkan tiga nama bakal capres, NasDem akan melobi sejumlah partai lain untuk membangun koalisi partai politik terhadap tiga figur calon tersebut. Ketiga nama bakal capres itu merupakan kader eksternal partai. Karena yang diusung bukanlah kader internal, Surya Paloh pun menyiratkan bahwa NasDem tidak berharap banyak jika calon tersebut kemudian terpilih, lalu melupakan NasDem. “Nah, itu sudah nasib kita,” ucapnya.

Nama Anies diusulkan 32 dari 34 dewan pimpinan wilayah (DPW) NasDem. Hanya dua provinsi yang tidak mengusulkan nama Anies, yakni Papua Barat dan Kalimantan Timur. Suara terbanyak kedua diraih Ganjar Pranowo sebanyak 29 DPW. Selanjutnya, Menteri BUMN Erick Thohir dengan 16 suara dan Jenderal Andika Perkasa sebanyak 13 suara DPW.

Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR, Willy Aditya, mengatakan NasDem mulai menjajaki komunikasi dan dialog dengan partai lain pada Rabu depan. “Akan ada partai yang datang ke kantor NasDem untuk bicara koalisi,” ujar sektretaris steering committee rakernas NasDem itu.

Willy tidak menyebutkan nama partai yang bakal bertandang ke kantor NasDem. Dia menjelaskan, nama calon yang diusung NasDem akan ditawarkan ke partai lain dan melihat kecocokan dengan nama tersebut. “Atas dasar itulah kemudian koalisi dibangun,” ujarnya.

NasDem, kata dia, baru memiliki separuh tiket untuk bisa mencalonkan presiden. Total kursi NasDem di parlemen sebanyak 59 kursi, yang diklaim setara dengan 10,26 persen. NasDem perlu berkoalisi dengan dua hingga tiga partai lagi agar bisa memenuhi presidential threshold sebesar 20 persen.

Sejauh ini, terdapat dua koalisi yang bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Semut Merah (KSM). KIB terdiri atas Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara itu, KSM terdiri atas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Willy menyebutkan NasDem bisa saja bergabung dengan dua koalisi yang telah eksis lebih dulu itu. Menurut dia, NasDem tidak memiliki handicap atau rintangan dengan partai lain sehingga yakin dapat dengan mudah diterima. NasDem pun tidak masalah jika harus bergabung ke koalisi partai Islam. “Siapa pun itu, kita tidak pilih kasih. Tak ada bawang putih-bawang merah.”

Teuku Taufiqulhadi, Ketua DPP NasDem, mengklaim langsung menghubungi Anies setelah pidato ketua umum dalam rakernas. “Alhamdulillah, saya berterima kasih kepada Partai NasDem,” ujar Taufiqulhadi menirukan ucapan Anies.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menanggapi santai nama Ganjar yang masuk radar NasDem. Ganjar, kata Hasto, telah memberikan jawaban tetap setia kepada PDIP. Ganjar, yang juga Gubernur Jawa Tengah, merupakan kader PDIP.

Hasto mengatakan kongres partainya telah memberikan mandat kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri perihal nama capres dan cawapres. “Kesadaran sebagai kader partai yang telah dilakukan Ganjar adalah jawaban yang tegas,” ujar dia setelah menutup rapat koordinasi kepala/wakil kepala daerah di DPP PDIP, Jumat, 17 Juni 2022.

Bagi PDIP, kata Hasto, berpolitik adalah membangun organisasi kepartaian. Salah satunya kaderisasi kepemimpinan partai yang merupakan fungsi sistemis partai. “Ini yang seharusnya dilakukan karena partai politik bukan klub sepak bola.”

Beberapa hari sebelum rakernas, sejumlah partai telah bersilaturahmi politik ke NasDem, seperti Demokrat dan PKS. Koordinator juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan partainya telah menjalin komunikasi yang baik dengan NasDem. Pun dengan partai lainnya.

Demokrat tetap menggadang-gadang sosok ketua umum partai, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjadi capres. “Aspirasi dari kader sudah sangat jelas. Internal ingin mengusung AHY,” kata dia, kemarin.

Kendati begitu, Demokrat sadar bahwa pihaknya perlu berkoalisi untuk mengajukan nama calon guna memenuhi syarat mengajukan nama capres atau presidential threshold. “Kami baru punya 9 persen. Harus koalisi,” ujar Herzaky. Ia mengatakan Demokrat harus berkompromi dan melihat kesepakatan bersama partai koalisi. Demokrat ingin menjalin koalisi dengan partai yang memiliki kesamaan visi, misi, dan chemistry.

Sekretaris Jenderal PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi, tidak heran jika nama Anies menjadi bakal calon yang diusung NasDem. “Anies memiliki latar kesejarahan dengan NasDem,” kata dia kepada Tempo, kemarin. Aboe mengatakan PKS telah menjajaki komunikasi dengan NasDem. “Respons NasDem positif,” kata dia. Aboe optimistis berkoalisi dengan NasDem akan menjadi hal menarik karena koalisi akan berlatar belakang religius dan nasionalis.

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid juga mengatakan telah menjajaki komunikasi dengan NasDem. “Komunikasi tipis-tipis karena menunggu rakernas,” kata dia. Kendati demikian, kata Jazilul, jika NasDem mengusung Anies dan Ganjar, koalisi akan semakin ruwet. “Ganjar jelas kader PDIP. Kalau Anies, tidak jelas kader partai apa,” ujarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai NasDem Ahmad Ali mengatakan nama bakal calon presiden yang diusung tidak selalu harus kemudian menjadi kader NasDem. Meski begitu, NasDem sangat terbuka jika nama calon yang diusung berkenan bergabung dengan NasDem. “Jika percaya dengan NasDem, kenapa tidak?” ujarnya. Dia menegaskan, NasDem akan menawarkan nama calon kepada partai yang berpotensi menjadi koalisi. NasDem tidak pernah merasa sendiri karena nama calon yang ditawarkan diyakini akan menarik partai lain yang sedang menjajaki koalisi.

Kader NasDem, Taufik Basari, mengatakan pengusungan nama capres untuk pemilihan presiden 2024 yang tidak berasal dari internal partai tidak berarti mereka pesimistis terhadap kader sendiri. “Bukan tidak percaya diri. Partai harus mampu menjadi fasilitator bagi siapa pun,” ujar anggota Komisi III DPR ini. Dia menuturkan sosok capres tidak mesti melekat berasal dari internal partai. Jaringan yang dimiliki oleh partai pun tidak serta-merta untuk kelompok sendiri, tapi mesti dipikirkan secara luas.

IMA DINI SHAFIRA | FAIZ ZAKI | DEWI NURITA | MUTIA YUANTISYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus