Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Memacu kutu buku

Minat baca mahasiswa kurang, sehingga banyak perpustakaan sepi. Hanya 1,7% dari tujuh juta buku di perpustakaan perguruan tinggi negeri yang dimanfaatkan mahasiswa. Kemampuan bahasa asing minim, dll.

14 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UDARA AC berembus sejuk, melewati celah-celah buku yang tersusun rapi. Namun, suasananya lengang. Itulah gambaran di perpustakaan Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, pekan lalu. Hanya ada dua mahasiswa yang melototi buku di lantai pertama. Pemandangan serupa juga terlihat di lantai II dan III. Kalaupun ada, sebagian hanya membolak-balik diktat, bukan textbook yang tersedia di perpustakaan universitas. Padahal, menurut catatan ada 60.842 mahasiswa pernah masuk perpustakaan. Namun, hanya separuhnya, 31 ribu, tahun lalu yang meminjam buku. "Artinya, setengah dari pengunjung hanya numpang duduk," ujar Victor N. Wutun, Kepala Perpustakaan Unika Atma Jaya. Di UI, keadaan tak banyak berbeda. Di Pusat Dokumentasi Hukum, sehari rata-rata hanya datang lima orang. Perpustakaan Fakultas Psikologi, kalau musim ujian bisa kedatangan 60 sampai 100 mahasiswa sehari. Koleksi bukunya 8.548 judul buku, berjumlah 10.577 eksemplar, 228 judul majalah dengan jumlah 5.964 eksemplar. Di perpustakaan Fakultas Sastra, peminat lebih banyak. Tapi, jangan heran kalau sebagian besar datang untuk ngobrol dan bercanda. Tak heran kalau Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Sukadji Ranuwihardjo, ketika meresmikan perpustakaan ITB akhir Maret lalu, lantas buka kartu. Hanya 1,7% dari tujuh juta buku di perpustakaan perguruan tinggi negeri (PTN) yang dimanfaatkan mahasiswa. Selebihnya hanya menjadi pajangan di rak buku. Bahkan, Bertina Sjahbadhyni, asisten dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, juga ikut melukiskan betapa tak pedulinya mahasiswa dengan buku teks. Bertolak dari penelitiannya, dengan sample 99 mahasiswa dari 11 jurusan di UI, cuma 10% yang suka membaca buku teks lebih dari dua jam sehari. Penelitian berjudul "Aktivitas, Minat, dan Pandangan Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Membaca Buku" ini diumumkan Rabu pekan lalu dan menunjukkan tak semua buku teks wajib diminati mahasiswa. Hanya 0,92 buku dari 1,57 buku wajib yang dibaca. Alasannya, 98,18% mengaku tak punya waktu dan 81,58% mengaku malas saja. Ada lagi yang berkilah koleksi buku tak memadai atau ditulis dalam bahasa Inggris. Penelitian Bertina mungkin belum menggambarkan lesunya mahasiswa membaca buku "Saya tak yakin statemen itu berlaku untuk semuanya," ujar Menteri P dan K Fuad Hassan kepada TEMPO. Ia sendiri, yang masih jadi pembimbing skripsi, kerap menuntut mahasiswa untuk baca buku teks. "Dan mereka juga baca. Tergantung pembimbingnya," tambah Fuad. Peranan dosen memang vital dalam memacu mahasiswa membaca buku. Menurut Murianti Pranowo, M.L.S., Kepala Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, mahasiswanya dituntut meringkas literatur dan didiskusikan. "Ada tambahan nilai untuk ini, namanya nilai performance," kata pengajar pada FE UGM itu. Murianti boleh bangga bahwa minat baca mahasiswa di 40 perpustakaan UGM cukup bagus. Jumlah mahasiswa saat ini 31 ribu. Menurut data tahun silam, yang hadir di perpustakaan mencapai 551.189 orang. Artinya, tiap hari ada 1.500 mahasiswa datang ke perpustakaan. Yang meminjam buku tercatat 268.221 mahasiswa. Tiap hari hanya sekitar 600 atau 2% mahasiswa yang meminjam buku. "Idealnya, memang harus 10-20% dari jumlah mahasiswa tiap hari bergumul membaca buku teks," katanya. Taufik, mahasiswa Teknik Sipil UGM, tak rela bila gejala yang dikemukakan Bertina untuk mengukur minat baca mahasiswa pada umumnya. "Kalau hadir dalam diskusi, akan terasa. Mahasiswa dengan gagah berusaha mengutip buku-buku baru. Artinya, mereka ikuti perkembangan," ujarnya bangga. Namun, Erizal, mahasiswa Teknik Industri ITB, mengaku amat jarang meminjam buku dari sana. "Saya ke sini untuk belajar," katanya terus terang. Motivasi datang ke perpustakaan erat kaitannya dengan kuliah. "Buku teks dibaca kalau perlu untuk kuliah saja," tutur Ane, mahasiswa Kedokteran Gigi Unpad. Linda Djalil, Tommy Tamtomo (Jakarta), dan Aries Margono (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus