INILAH bedol yang jarang terjadi: bedol kedutaan besar. Setelah sejumlah duta besar silih berganti berkantor di gedung Kedutaan Besar Australia, yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pengganti Duta Besar Philip Flood mungkin tak lagi menempati bangunan yang sama. Awal 1993, Kedutaan Besar Australia sudah boyong ke gedung baru, yang terletak di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, dan tetap bertetangga dengan Kedutaan Besar Uni Soviet. Kepastian itu diumumkan Menteri Luar Negeri Gareth Evans, seusai penandatanganan persetujuan pindah gedung dengan Menteri Pelayanan Administratif Nick Bolkus, di Canberra, Selasa dua minggu lalu. Gedung lama, yang dibangun tahun 1967, menurut Evans, sudah tidak memenuhi syarat. "Dengan gedung baru nanti, kami bisa melayani kebutuhan semua seksi dalam satu kompleks," kata Duta Besar Flood. Sekarang ini beberapa seksi, seperti pusat kebudayaan dan bagian pengurusan visa, terpisah dari gedung induk. Evans tak merinci hal yang tak lagi memenuhi syarat bagi sebuah kedutaan besar. Kabar selentingan menyebut kepindahan gedung Kedutaan Besar Australia, juga Soviet, karena lokasi itu akan dijadikan gedung perkantoran dan bisnis. Cerita itu santer sejak Grup Bimantara ditunjuk pemerintah Indonesia merundingkan masalah antar-pemerintah tersebut. Sebelumnya, Bimantara, pemilik Plaza Indonesia, yang bersebelahan dengan Kedutaan Besar Australia, sudah berhasil membujuk Kedutaan Besar Uni Soviet pindah gedung dengan sistem "tukar guling" -- pemilihan lokasi serta pembangunan gedung dan segala fasilitasnya dilakukan seluruhnya oleh Bimantara. Kedutaan Besar Uni Soviet memang paling tanggap ketika ada tawaran pindah gedung. Menurut Alex Swiridow, pejabat bagian protokol Kedutaan Besar Uni Soviet, beberapa waktu lalu, mereka khawatir fondasi gedung kedutaan besar mereka akan anjlok dengan dibangunnya Plaza Indonesia. Selain itu, faktor yang mendorong Kedutaan Besar Uni Soviet buru-buru terima "ganti rugi" karena di belakang akan dibangun pula hotel dan gedung perkantoran. "Kami tentu harus memperhatikan keamanan kedutaan besar," kata seorang pejabat Kedutaan Besar. Berbeda dengan rundingan pada Kedutaan Besar Uni Soviet, Bimantara mencapai kesepakatan dengan Australia bahwa gedung akan dibangun oleh Australia sendiri. Tender pembangunan gedung kedutaan besar itu diharapkan sudah dilaksanakan awal tahun depan. Ganti rugi yang mereka terima dari Bimantara hanya berupa tanah yang terletak di sebelah gedung TEMPO dan sejumlah uang. Dengan uang ganti rugi itu ditambah hasil penjualan lima gedung lain, Kedutaan Besar Australia yakin bisa menutup ongkos pembangunan gedung baru. Dugaan bahwa lokasi Kedutaan Besar Australia sekarang akan dijadikan pusat bisnis makin jelas dengan dibelinya gedung pertemuan Advent di sebelah Kedutaan Besar Uni Soviet oleh Supermarket Golden Truly milik Sudwikatmono. Mereka berani membayar tunai Rp 16,5 milyar beserta tanah dan gedung pengganti di Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Yang mungkin masih mengganjal Bimantara adalah Kedutaan Besar Jepang belum bersedia mengikuti kedua kedutaan besar tetangganya. "Untuk apa pindah? Di sini dekat ke mana-mana," ujar Atase Pers Kedutaan Besar Jepang, Masaru Antatsu. Peter Gontha, bos Bimantara, tampak tenang-tenang saja. "Nggak apa-apa. Kalau mereka mau jual dan harganya cocok, kami terima. Tapi Jepang nggak mungkin bertahan terus karena di sana bukan untuk lokasi kedutaan besar," katanya. Siapa tahu Jepang ingin lain sendiri. DPW dan Sri Pudyastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini