Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menawarkan kursi rektor

Kemelut penunjukan rektor universitas nasional belum reda. sutan takdir memecat baiquni yang baru sebulan menjadi rektor. gara-gara memanggil dosen yang dipecat takdir?

17 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARU sebulan menjadi rektor, sudah dipecat pula. Itulah yang dialami Profesor Achmad Baiquni, Rektor Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Namun ia tetap saja masuk kantor. Sabtu lalu, misalnya, ia masih mengadakan pertemuan dengan sejumlah dosen dan karyawan. ''Saya tetap Rektor Unas,'' katanya. Namun, begitu keluar dari gedung rektorat, sekitar 15 mahasiswa pendukung Sutan Takdir Alisjahbana, pendiri universitas itu, tampak menyambutnya dengan berteriak-teriak. ''Baiquni, pergi kau dari sini.'' Sementara itu, ahli fisika yang dikenal sebagai penasihat ahli Menteri B.J. Habibie ini tenang saja memasuki mobilnya dengan pengawalan ketat beberapa satpam. Aksi serupa juga terlihat Senin pekan lalu dengan menggelar poster ''Baiquni bukan rektor kami''. Aksi demo ini, seperti disebut di atas, dilakukan mahasiswa yang pro Sutan Takdir Alisjahbana. Sejak Sutan Takdir, selaku Ketua II Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan yang memayungi Unas, memecat Baiquni dua pekan lalu, kampus universitas swasta tertua di Jakarta ini boleh dibilang bergolak. Dosen dan mahasiswa terbelah menjadi dua kubu. Ada yang mendukung Sutan Takdir, ada pula yang pro Baiquni. Pemecatan Baiquni, yang juga dikenal sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI itu, menurut Sutan Takdir, karena ia mempekerjakan kembali sejumlah dosen yang pernah diberhentikan Sutan Takdir rektor yang digantikannya. ''Mempekerjakan kembali orang-orang yang dipecat itu sama dengan mau membuat onar di Unas,'' kata Sutan Takdir. Dan langkah Sutan Takdir pun sudah bulat. Ia mengangkat Burhan D. Magenda, Dekan FISIP, sebagai presidium untuk memimpin Unas, sampai terpilih rektor yang baru. Pekan-pekan ini, bahkan Sutan Takdir kabarnya akan meminta kesediaan Baharuddin Lopa, Dirjen Pemasyarakatan, untuk menggantikan posisi Baiquni itu. Semula, Sutan Takdir menaruh banyak harapan pada Baiquni. Ketika serah-terima jabatan rektor, dari Sutan Takdir ke Baiquni, ia sendiri menyatakan memberi kepercayaan penuh agar rektor baru membenahi Unas. Yang diberi tugas pun siap berbenah. Langkah Baiquni pertama adalah membereskan proses ujian negara yang selama ini terkatung-katung. Ahli fisika ini kemudian juga menyelesaikan 177 ijazah yang mesti dilegalisasi oleh negara, dan kemudian melakukan rekonsiliasi. Ia juga membereskan proses penyelenggaraan ujian negara. Namun, ketika mencoba melakukan rekonsiliasi dengan menarik lagi sejumlah dosen yang pernah diberhentikan Sutan Takdir, pendiri Unas ini pun berkata lantang, ''Saya pecat dia (Baiquni) dari jabatan rektor,'' katanya. Tugas rektor seharusnya memajukan universitas, bukan melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi. Namun Baiquni tak bereaksi keras. Rekonsiliasi perlu dilakukan, katanya, karena selama ini sejumlah tenaga pengajar terkotak- kotak ke dalam berbagai klik dan kepentingan, yakni antara pendukung Sutan Takdir dan yang pro Rum AliOesman Rachman. Oesman Rachman sendiri sebelumnya sempat memecat Sutan Takdir dari jabatan rektor, dan oleh kelompoknya kemudian Oesman sempat diangkat sebagai penjabat. Namun, gejolak itu diakhiri setelah Sutan Takdir memberhentikan Oesman Rachman dan kelompoknya. Untuk meredam kemelut inilah kemudian Sutan Takdir menyatakan mundur dan minta Baiquni tampil. Jadi, penunjukan Baiquni atas usul Ketua Yayasan Iskandar Alisjahbana itu sebenarnya untuk meredam gejolak, mengembangkan Unas, dan tentu melakukan rekonsiliasi. Karena itu, Baiquni menganggap wajar saja memanggil kembali orang-orang yang sebelumnya dicopot Takdir. ''Kalau dia menganggap telah memecat saya, ya, saya anggap saja belum. Saya akan tetap sebagai rektor Unas. Tanda tangan sayalah yang digugu, diakui oleh Pemerintah,'' kata Baiquni. Dan siapa pun rektor universitas itu, harus mendapat persetujuan dari Departemen P dan K. ''Lha, kalau Sutan Takdir tak setuju rekonsiliasi, mbok dulu nggak usah melantik saya.'' Lagi pula, semua langkah yang diayunkan, katanya, sudah mendapatkan pengesahan dari yayasan yang sah, di bawah pimpinan Oesman Rachman. Di sini, ''Yang saya ikuti itu Pemerintah dan yayasan yang diakui dalam lembaran negara 10 November 1992 itu,'' katanya sambil menunjukkan surat pengesahan. Dirjen Pendidikan Tinggi Sukadji Ranuwihardjo pun ikut membela Baiquni. ''Pokoknya, kami masih tetap mengakui Baiquni sebagai rektor Unas,'' katanya. Tapi bukan Sutan Takdir, sebagai pemimpin Unas, kalau tak bicara keras. Sebagai pendiri Unas dan pimpinan yayasan, ia merasa berhak memberhentikan rektor, mengingat Unas, yang berdiri sejak tahun 1949 dan kini mempunyai sembilan fakultas, adalah universitas swasta. ''Yang mengangkat dan memberhentikan rektor itu yayasan, bukan Pemerintah,'' kata STA berapi-api. Pemerintah tak berhak mencampuri urusan Unas, katanya. Risikonya, paling-paling Ditjen Pendidikan Tinggi hanya mampu mempersulit ujian negara mahasiswa Unas. Pokoknya, kalau itu dilakukan, ''Mahasiswa saya akan melakukan demonstrasi. Dan kalau demonstrasi tidak berhasil, saya sendiri yang akan menuntut Pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara.'' Kalau toh gagal, tak perlu khawatir, ''Tanda tangan saya di ijazah sudah diakui di luar negeri,'' katanya. Agus Basri, Sri Indrayati, dan Bambang Sujatmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus