Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bergerak perlahan, dua len sejajar itu mengalirkan sepeda gunung Polygon yang telah dua pertiga jadi. Para teknisi menyempurnakannya dengan meÂngencangkan baut, memasang sadel, hingga membungkus bodi dengan plastik. Di ujung jalur, sepeda-sepeda itu dikemas ke dalam kardus. Ini tahap akhir rangkaian proses produksi, yang dimulai dengan pembuatan kerangka, pemasangan, uji mutu, dan pengecatan, yang digarap di dua pabrik. Kerangka dibikin di pabrik lama di Desa Wadungasih, Buduran, Sidoarjo. Proses selanjutnya dijalankan di pabrik berstandar internasional di kawasan Lingkar Timur Sidoarjo.
General Manager Factory Polygon, Mulyono, mengatakan pabriknya membuat 2.000 sepeda macam-macam tipe per hari, seperti sepeda gunung, sepeda balap, sepeda kota, sepeda untuk akrobat, sepeda anak-anak, juga sepeda lipat. "Harganya mulai Rp 1,5 juta sampai Rp 80 juta."
Mulai dibikin pada 1989, Polygon seratus persen asli Sidoarjo. Pemodalnya pengusaha Surabaya, Suyanto Wijaya, di bawah bendera PT Insera Sena. Insera adalah kependekan dari Industri Sepeda Surabaya. Sedangkan Sena adalah putra kedua Pandawa, tokoh dalam epos Mahabharata. Sejak Insera Sena didirikan, perusahaan dengan 1.500 karyawan itu diniatkan menjadi perusahaan berstandar dunia dengan produksi yang sebagian besar diekspor.
Niat itu tercapai. "Tujuh puluh persen produk kami ekspor. Sisanya untuk pasar lokal," kata General Manager Marketing Insera Sena, Peter Mulyadi. Jutaan sepeda diekspor ke lima benua dengan tujuan lebih dari 60 negara. Di antaranya Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, Austria, Swiss, Yunani, Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia, Rusia, Polandia, Amerika Serikat, Kanada, Kosta Rika, Argentina, Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, Afrika Selatan, Mauritius, Australia, Selandia Baru, dan Fiji.
Tapi tak semua sepeda Buduran itu melanglang buana dengan label Polygon. Di Eropa, Insera menggunakan nama Scott, Helios, Premiere, dan Ultima. Polygon hanya untuk pasar Asia, khususnya Asia Tenggara.
Meski pasar begitu luas, Insera tak kalap menggenjot target produksi atau ekspor. Insera berfokus pada kualitas lantaran harus bersaing di luar negeri. Karena tidak pusing dengan kuantitas, volume produksi Insera stabil dari tahun ke tahun. "Rata-rata 550 ribu per tahun," ujar Peter.
Mulyono mengatakan, untuk menjaga kualitas sepeda, Insera menggunakan bahan-bahan terbaik. Untuk aluminium, dipilih yang seri VI, yang terbaik dari jenis aluminium. Uji laboratorium dilakukan empat kali untuk menguji beban, uji lelah, uji kondisi, dan uji cat.
Ujian pertama membebani sepeda dengan berat 100 kilogram selama lima jam. Bila grafik kekuatannya terus menurun, sepeda tidak lolos produksi. Pengujian selanjutnya simulasi pemakaian selama enam jam dengan kecepatan rata-rata delapan kilometer per jam. Jika itu berhasil, uji pemakaian sepeda harus dites pada medan basah dan kering. Jika rem atau poros rodanya tak nyaman setelah melewati medan basah, sepeda tak layak dipasarkan.
Sedangkan kekuatan cat diuji dengan dipanaskan pada suhu tertentu selama 250 jam. Warnanya harus stabil. Bila warna memudar, sepeda tidak akan dilepas ke pasar. "Sebelum proses finishing, sepeda harus lolos dari semua pengujian itu," ujar Mulyono.
Pilihan untuk tidak terlalu ambisius menggenjot volume produksi, kata Peter, tak lepas dari strategi pemasaran di mancanegara, terutama Eropa. Konsumen Eropa, yang kebanyakan menyukai sepeda sport, lebih teliti menimbang mutu. Selain mengutamakan kenyamanan, orang Eropa sangat memperhatikan spesifikasi teknik. "Spesifikasi dan event marketing-nya harus benar dulu, baru mereka mau terima."
Berbeda dengan pasar Eropa, konsumen Asia Tenggara umumnya tidak terlalu mempedulikan kualitas, melainkan komunitas. Semakin banyak komunitas yang memakai sepeda jenis tertentu, semakin banyak yang akan mengikuti. "Brand bukan masalah."
Pasar lokal, kata Peter, menyukai sepeda sport dan sepeda gunung. Rochman Arief, penghobi sepeda yang sejak 2009 memakai Polygon, menyebutkan keunggulan Polygon ada pada jenis sepeda road, fun bike, dan sepeda gunung. Dibandingkan dengan produk lain, kata Rochman, kualitas tiga jenis sepeda Polygon itu lebih bagus.
Polygon berusaha mengikuti tren pasar. Karena itu, Polygon tak pernah melewatkan pameran sepeda bersama pabrikÂan top dunia yang digelar saban tahun di Jerman. Pameran itu, kata Kepala MarketÂing Insera Sena, Didik Suharsono, dapat dimanfaatkan untuk mengetahui perkembangan inovasi teknologi sepeda—selain untuk melihat keinginan pasar.
Pameran di Jerman biasanya memberi ide baru yang kemudian dituangkan ke dalam rancangan desain sepeda model baru. Tahun ini, Polygon memproduksi sepeda sport seri terbaru jenis 29 ERS dan SUB. Model kedua lebih canggih karena dibikin tanpa rantai dan memakai gear yang dimasukkan ke as. Sepeda ini juga tidak menggunakan rem, tapi memakai teknologi belt untuk menghentikan laju roda.
Strategi pemasaran lain Polygon adalah terlibat dalam olahraga balap sepeda. Sejak 1996, Polygon mensponsori klub balap sepeda Polygon Sweet Nice dan Polygon Factory Team di Surabaya. Para pembalap dari kedua klub itu kerap menjadi juara, baik di dalam maupun di luar negeri. Polygon juga memanfaatkan atlet-atlet berprestasi sebagai duta merek.
Endri Kurniawati, Kukuh S. Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo