CALON presiden menjadi topik pembicaraan sepanjang kampanye ini. Sebenarnya bagaimana caranya menjadi presiden? Menurut ketetapan (TAP) MPR nomor II tahun 1973, yang mengatur soal pencalonan presiden dan wakil presiden, pencalonan presiden diajukan oleh fraksi secara tertulis. Nama calon itu disampaikan kepada pimpinan majelis melalui pimpinan fraksi, setelah mendapatkan persetujuan dari calon. TAP itu memuat 14 syarat agar seseorang bisa dijadikan calon presiden. Di antaranya: calon itu harus orang Indonesia asli, telah berusia 40 tahun, orang itu harus takwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berwibawa, jujur, mendapatkan dukungan dari rakyat yang tercermin dalam majelis, dan sebagainya. Selanjutnya, apabila calon yang diusulkan oleh semua fraksi kebetulan orang yang sama alias cuma ada calon tunggal, rapat paripurna majelis langsung mengesahkan calon itu sebagai presiden. Rapat paripurna itu sekurang-kurangnya dihadiri oleh dua pertiga anggota majelis (kuorum). Misalnya tak tercapai kuorum, rapat ditunda tiga kali. Masih juga belum kuorum ditunda lagi dua kali. Katakanlah, belum juga mencapai kuorum, maka sekarang sidang sudah dianggap kuorum bila yang hadir sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah anggota majelis. Apabila hal itu tak tercapai, pimpinan majelis mencari jalan keluar, untuk kemudian di bawa ke rapat paripurna. Sebenarnya calon presiden itu bisa saja lebih dari satu. Sebab di MPR itu terdapat lima fraksi, yaitu FKP, FPP, FPDI, FABRI, dan Fraksi Utusan Daerah (FUD). Apabila tiap fraksi punya calon, berarti bisa terdapat lima calon presiden. Apabila terjadi lebih dari satu calon presiden, dan tiap fraksi tak mau menarik calonnya -- sekali pun sudah diadakan lobi dan musyawarah -- maka dilakukan pemungutan suara secara rahasia. Itu baru bisa dilakukan bila dihadiri minimal dua pertiga dari jumlah anggota majelis. Keputusan siapa yang menjadi presiden tergantung siapa yang memperoleh suara terbanyak. Tapi suara yang diperoleh calon itu harus lebih separuh dari jumlah anggota majelis yang hadir (Pasal 14, Bab III, Tap MPR tadi). Bila ternyata tak ada calon yang mendapatkan suara lebih dari separuh, maka diambil dua calon yang mendapatkan suara yang paling banyak. Lantas diadakan lagi pemungutan suara atas kedua calon itu. Jadi keduanya kayak memasuki final, dalam pertandingan olah raga, setelah menyisihkan peserta yang lain. Peraih suara terbanyak dipilih sebagai presiden. Apabila ternyata keduanya memperoleh suara sama banyak, diadakan pemungutan suara ulang. Bila suara yang diperoleh kedua calon masih sama, maka pemungutan suara dilakukan dengan menghadirkan wakil-wakil fraksi. Para wakil itu membawa jumlah suara fraksi yang diwakilinya masing-masing secara tertulis. Pemungutan suara kini dilakukan oleh para wakil fraksi itu. Bila ternyata suara yang diperoleh kedua calon masih juga sama, fraksi-fraksi harus mengusulkan calon presiden yang lain, dan akan kembali diproses seperti semula tadi. Sedangkan pemilihan wakil presiden dilakukan terpisah dengan pemilihan presiden, dan itu dilakukan segera setelah presiden terpilih diambil sumpahnya. Calon wapres juga diajukan tertulis oleh fraksi-fraksi ke pimpinan majelis dengan persetujuan si calon. Persyaratan-persyaratannya pun sama dengan calon presiden, ditambah dengan sebuah persyaratan khusus, yaitu calon ini harus bisa bekerja sama dengan presiden. Itu dinyatakan calon tadi secara tertulis. Oleh karena itulah setiap calon wapres harus disetujui dulu oleh presiden. Artinya, betapa hebatnya seorang calon, bila presiden menyatakan tak bisa bekerja sama dengan calon itu, ia akan gugur dengan sendirinya. Bila perlu, presiden membuat pernyataan tertulis yang menyatakan ia bisa atau tak bisa bekerja sama dengan calon wapres tersebut. Pencalonan wapres pernah menjadi berita besar ketika dalam sidang umum MPR 1988 Ketua Umum DPP PPP (waktu itu) H.J. Naro dicalonkan fraksinya sebagai wapres, bersaing dengan calon dari Golkar, Soedharmono. Naro menyatakan siap untuk menghadapi voting. Tapi akhirnya tokoh kontroversial itu kandas setelah FPP menariknya dari pencalonan. Sebelum itu pimpinan FPP. bertemu dengan Presiden Soeharto. Sudharmono kemudian terpilih secara aklamasi sebagai wakil presiden. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mencalonkan diri menjadi presiden atau wapres, semacam aktivis PDI Berar Fathia? Boleh-boleh saja, cuma apakah ada fraksi yang mau mencalonkan wanita ini, di situlah soalnya. Agus Basri dan Dwi S. Irawanto, Bambang Soejatmoko, Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini