Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan mengatakan saat ini, negara kekurangan sekitar 1.500-an dokter spesialis dengan kemampuan intervensi untuk menangani penyakit jantung di Indonesia. Berdasarkan data Kemenkes, terdapat sekitar 296 ribu orang di Indonesia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskular setiap tahunnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tingginya angka kematian tersebut karena Indonesia kekurangan dokter spesialis jantung yang memiliki kompetensi intervensi atau kardio intervensi. Kardio intervensi adalah bidang yang bertujuan untuk membantu penderita penyakit jantung melalui pengelolaan penyakit dan gejala terkaitnya tanpa memerlukan operasi besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kita ingin secepatnya mempersiapkan layanan untuk bisa menyelamatkan ratusan ribu masyarakat kita yang meninggal setiap tahunnya," kata Budi dalam acara Pelepasan Peserta Fellowship Luar Negeri Cina dan Jepang, di Kantor Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Jakarta Selatan, Senin, 6 Januari 2025.
Budi menjelaskan bahwa untuk memastikan setiap kabupaten di Indonesia memiliki satu dokter spesialis jantung yang memiliki kompetensi intervensi, negara ini kekurangan sekitar 350 hingga 400 dokter. Jika ingin ada dokter yang tersedia selama 24 jam, setiap kabupaten atau kota membutuhkan tiga dokter setiap harinya sehingga membutuhkan tambahan sekitar 1.500 dokter.
"Masa kalau ada (pasien) yang datang jam 7 malam, dokternya udah kerja dari pagi sampai sore. Tunggu dulu deh sampai besok ya, keburu meninggal. Kan minimal kalau mau 3 shift kan 3 (dokter) butuhnya," kata Budi.
Selain itu, Budi mengatakan sudah menyiapkan alat agar pasien tidak perlu melakukan operasi besar jantung bernama cath lab. Adapun alat tersebut akan disiapkan secara bertahap di 514 kabupaten atau kota hingga 2027, yang tentunya harus dioperasikan oleh dokter spesialis jantung dengan kompetensi intervensi.
Untuk mengatasi hal ini, Budi memutuskan untuk mengirimkan dokter spesialis jantung ke luar negeri guna mendalami kardio intervensi. Pada 2025, Kemenkes akan memberangkatkan 27 peserta secara bertahap untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Dari jumlah tersebut, 22 orang akan fokus pada kardiologi intervensi, sementara 5 orang lainnya akan mendalami neurointervensi. Program ini dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).