Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah daerah masih mengeluhkan kurangnya alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis dalam penanganan pasien Covid-19. Keluhan muncul terhadap ketersediaan APD level 3, yaitu alat pelindung untuk tenaga medis yang menangani langsung pasien positif Covid-19. Sedangkan APD level 1 dan 2 masih bisa diproduksi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat. "Saat ini, APD level 3 tidak bisa kami penuhi," kata Wali Kota Jambi yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Syarif Fasha, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibat kondisi ini, Pemerintah Kota Jambi sudah mencoba mengimpor APD dari Cina. Namun, sesuai dengan protokol kesehatan, alat tersebut masih harus dikarantina selama dua minggu sehingga belum bisa digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syarif mengatakan kebanyakan fasilitas kesehatan di daerahnya terpaksa menghemat stok APD. Misalnya, petugas kesehatan dibolehkan menggunakan peralatan yang dianggap aman untuk beberapa kali, seperti sepatu bot dan pelindung mata. Menurut dia, sepatu bot masih aman karena tenaga kesehatan terbiasa memakai pelindung. Begitu juga dengan pelindung mata (goggles), yang kerap terjaga oleh pelindung muka (face mask).
Upaya lainnya adalah mengurangi interaksi tenaga medis dengan pasien. Contohnya, kata dia, perawat tak perlu mengantarkan obat ataupun makanan secara langsung ke ruang perawatan pasien positif corona yang bergejala ringan ataupun tanpa gejala. Pasien dapat mengambil kebutuhannya di depan kamar setelah diumumkan perawat melalui pengeras suara. "Sebagian besar kota-kota lain juga melakukan hal seperti itu," ujar Syarif.
Keluhan juga disampaikan Wali Kota Sibolga Syarfi Hutauruk. Menurut dia, kekurangan terjadi sejak pemerintah mengumumkan kasus Covid-19 pada Awal Maret lalu. Sebagai alternatif, Pemerintah Kota Sibolga menggaet UMKM setempat untuk membuat APD level 1 dan 2. Sedangkan untuk APD level 3, Syarfi mengatakan belum ada produsen lokal yang bisa membikin baju sesuai dengan standar. Persoalan utamanya, ia melanjutkan, adalah ketiadaan bahan baku. "Bahan bakunya ada standar sendiri dari WHO. Saat ini paling tidak baru memenuhi 70 persen standarnya," kata dia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya, menilai penyebab banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal saat menangani pasien Covid-19 adalah penggunaan APD yang tidak tepat. Penggunaan APD yang baik menjadi penghalang infeksi yang dihasilkan dari virus dan bakteri.
APD untuk penanganan wabah Covid-19 terdiri atas masker, sarung tangan, coverall (baju pelindung atau gaun), pelindung mata, pelindung kepala, pelindung kaki, dan sepatu bot antiair. Namun tak semua tenaga medis memerlukan peralatan lengkap, tergantung jenis layanan kesehatan, profesi, dan aktivitas petugas. Misalnya, tenaga kesehatan tingkat pertama yang bekerja di tempat praktik umum dan tidak menghadapi risiko tinggi dapat menggunakan APD berupa masker bedah, gaun, dan sarung tangan.
Adapun untuk tenaga kesehatan tingkat dua, seperti dokter, perawat, dan petugas laboratorium yang bekerja di ruang perawatan pasien dan harus mengambil sampel non-pernapasan, APD yang wajib dipakai adalah penutup kepala, kacamata pengaman, masker bedah, gaun, dan sarung tangan sekali pakai.
Sedangkan tenaga kesehatan tingkat tiga, yaitu yang berada di area paling berisiko tinggi terinfeksi. Kelompok inilah yang bekerja dan berkontak langsung dengan pasien Covid-19. "Yaitu penutup kepala, pengaman muka, pengaman mata atau goggles, masker N95, coverall, sarung tangan bedah, dan sepatu bot antislip," ujar Arianti. Untuk tenaga kesehatan yang melakukan tindakan bedah serta dokter gigi yang saat melakukan tindakan berpotensi memicu keluarnya aerosol, mereka harus menggunakan masker N95 yang terdiri atas 4-5 lapisan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan telah menggerakkan ratusan UMKM untuk banting setir memproduksi APD. "Sudah ada 100 UMKM yang dikurasi, tinggal nunggu 300 lagi," kata dia. Teten berjanji akan membantu UMKM agar bisa mendapatkan bahan baku. Selain itu, ia berkomitmen menghubungkan UMKM dengan pihak-pihak yang akan membeli APD produksi mereka.
FAJAR PEBRIANTO | FRISKI RIANA | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo